Bab 94

1.8K 34 3
                                    

NIE SUAT KIAO dan Siang-koan Kie mengawasi tempat jang ditunjuk oleh Wan Hauw benar sadja melihat dua bajangan orang dengan gerakannja jang gesit sekali, lari mendatangi.

Nie Suat Kiao tersenjum dan berkata;

"Orang2 kita jang mendjaga dipos pendjagaan sudah bergerak, apabila orang jang datang itu adalah sahabat Kun-liong Ong, orang kuat dari golongan Bit-tjong-pay, orang2 kita tidak sanggup melawan mereka. Apabila paderi dan Siao lim-sie, mungkin bisa terdjadi salah faham, marilah kita turun dan pergi melihat!"

"Sekarang kita perlu turun?" Tanja Wan Hauw kepada Nie Suat Kiao.

"Turun, tetapi tidak boleh bertindak sembarangan, segala tindakan harus dengar perintahku dulu" Utjapan demikian sebetulnja patut diutjapkan kepada orang golongan pengemis, tetapi setelah mengeluarkan perkataan itu, ia baru ingat bahwa Wan Hauw bukan anggauta golongan pengemis."

"Utjapanmu ini bukanlah sangat aneh? Sedjak kapan aku tidak dengar perkataanmu? Menjahut Wan Hauw sambil menghela napas.

Nie Suat Kiao melengak, ia merasa bahwa Wan Haw berapa hari ini agaknja sudah banjak 'matang', hingga untuk sesaat lamanja ia tidak tahu bagaimana harus menghibur padanja, terpaksa ia bersenjum dan berkata:

"O, ja! Kau memang selalu dengar kataku."

Wan Hauw seolah-olah menerima hadiah besar, dengan kegirangan ia pentang ked.ua tangannja, bagaikan burung terbang dan melajang turun kelembah jang sangat dalam itu.

Siang-koan Kie berseru: "Saudara Wan, hati-hati!"

Tetapi Wan Hauw hanja menarik kembali kedua kakinja sedjenak, kemudian djungkir balik dua kali ditengah udara, kemudian tangannja menjambar sebuah pohon tjemara jang tumbuh dilamping gunung, ia mendjungkir balik lagi, Lalu melepaskan pegangannja kepada pohon tjemara, hingga badannja melajang turun lagi

Turun dengan tjara demikian itu pesat sekali, dalam waktu sangat singkat, ia sudah berhasil mengindjakkan kakinja ditanah.

Siang-koan Kie jang menjaksikan itu, berkata sambil tertawa getir:

"Saudara Wan mempunjai bakat pembawaan alam sendiri, tidak dapat dibandingkan dengan kita."
Sehabis berkata demikian lalu melompat turun kedalam djurang.

Perbuatannja itu diikuti oleh Nie Suat Kiao.

Pada saat itu, paderi berbadju merah itu sudah berada kira2 sepuluh tombak dihadapan mereka, benar sadja, ia adalah seorang paderi jang memakai djubah merah.

Wan Hauw berpaling mengawasi Nie Suat Kiao sedjenak. lalu lompat untuk menjambut kedatangan paderi itu seraja berkata:

"Berhenti."

Orang jang batu datang itu masih belum diketahui dengan djelas, kawan ataukah lawan, karena khawatir Wan Hauw berlaku sembrono, sehingga melukai orang, maka buru2 menjusul mengikutinja.

Padri djubah merah itu berdiri dengan satu tangan melintang didada, lalu memberi hormat kepada Wan Hauw, kemudian berkata:

"Apakah sietju dari golongan pengemis?"

"Bagus! Aku masih belum menanja kau......" berkata Wan Hauw, tetapi utjapan selandjutnja ia tidak tahu harus diutjapkan bagaimana? Maka lantas diam.

Siang-koan Kie lalu madju memberi hormat dan berkata: "Taysupoh, apakah datang dari perbatasan Thibet?"

Paderi badju merah itu bersenjum dan menjahut: "Pintjeng dari Siao-lim-sie digunung Siong-San."

"Geredja Siao-lim-sie digunung Siong-san, selalu dipandang sebagai tempat kramat oleh sahabat2 rimba persilatan, maafkan aku jang rendah terlambat menjambut kedatangan taysupoh."

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang