Bab 6

4.2K 63 1
                                    

Meskipun dalam hati Siang-Koan Kie penuh rasa curiga, tetapi dengan tanpa menyadari ia sudah menurut perintah orang tua itu. Ia duduk bersila dan mulai mengatur pernapasannya.

Sementara itu ditelinganya mendengar suara orang tua itu yang berkata kepadanya,
"Pejamkan matamu, bersihkanlah pikiranmu, tujukan perhatianmu kedalam, hati, lima
pusar menghadap keluar."

Siang-Koan Kie menurut apa yang dikatakan tetapi ketika mendengar perkataan terakhir, mendadak membuka matanya, dan bertanya, "Apa artinya lima pusar?"

Orang tua itu menjawab sambil tersenyum, "Lima pusar artinya...." Mendadak ia tutup mulut dan membuka telinganya.

Siang-Koan Kie yang menyaksikan kelakuan orang tua itu, juga segera memasang telinga, tetapi kecuali suara meniupnya angin dari gunung, tidak terdengar suara apalagi.

Ketika hendak bertanya, tiba-tiba orang tua itu berkata pu1a, "Sudah tidak bisa
belajar.... lekas tutup semua jendela."

Menyaksikan sikap orang tua yang sangat serius, ia terpaksa bangkit dan menutup semua daun jendela.

Orang tua itu berkata pula sambil menujuk dalam sebelah kirinya, "Kau boleh menyembunyikan diri dibawah jendela itu untuk menyaksikan keramaian, tidak perduli melihat kejadian apa saja yang menakutkan atau mengejutkan, kau tidak boleh mengeluarkan suara."

Siang-Koan Kie mengawasi orang tua itu sejenak, baru melongok keluar sedang dalam hatinya berpikir entah apa yang dilakukan oleh orang tua itu.

Belum lenyap pikirannya kembali terdengar suaranya orang tua itu, "Orang yang datang itu adalah seorang kuat dari golongan Bit-cong-pai di Tibet, kau harus perhatikan kepandaian ilmu silatnya, apa bedanya dengan ilmu silat dari daerah Tiong-goan....?"

Belum lagi menutup mulutnya, dari jauh tampak suatu titik bayangan merah yang lari menuju kemari.

Siang-Koan Kie mengawasi dengan seksama orang yang datang itu berperawakan tinggi sekali menggunakan serupa benda mas untuk mengikat rambutnya, badannya mengenakan jubah padri warna merah, diatas batok kepalanya ada bekas cacat sebesar telur bebek, orang itu berdiri diatas atap, melongok kebawa memandang keadaan sekitarnya. Mendadak ia melayang melesat tinggi tiga tombak, ditengah udara ia jungkir balik dengan kepala dibawah dan kaki diatas, bagaikan peluru yang meluncur kebawah.

Ilmu meringankan tubuh yang jarang tertampak dalam dunia ini, membuat terpesona Siang-Koan Kie.

Didalam tempat yang sunyi seperti itu, dengan tiba-tiba kedatangan seorang tokoh kuat dari daerah barat, benar-benar merupakan suatu hal yang sangat aneh, meski Siang-Koan Kie dapat menduga akan terjadinya hal-hal yang luar biasa tetapi ia tidak dapat menduga sebab musababnya. Namun demikian ia juga tidak berani menanyakan kepada orang tua itu, semua pertanyaan cuma disimpan dalam hatinya sendiri.

Tiba-tiba dari bawah menara terdergar satu suara tiupan aneh, kemudian disusul oleh suara tindakan kaki yang berat, lalu terdengar pula suara orang bicara, entah dengan menggunakan bahasa apa, segera datang seseorang lagi tetapi apa yang dibicarakan oleh dua orang itu ia tidak dapat mengerti sama sekali.

Ia berpaling dan mengawasi siorang tua, nampaknya sedang pasang telinga memperhatikan pembicaraan kedua orang itu, hal itu mengherankannya karena dua orang yang bercakap-cakap itu, kalau bukan menggunakan bahasa Utgul tentunya bahasa Tibet.

Buat orang2 daerah Tiong-goan yang mengerti bahasa itu jumlahnya sedikit sekali, tapi orang tua itu mendengarkan dengan seksamna, mungkinkah dia memahami bahasa itu?

Kedua orang itu setelah bercakap-cakap sebentar kembali terdengar suara tindakan kakinya yang berat agaknya sedang berjalan menuruni tangga.

Dalam hati Siang-Koan Kie meski ada banyak hal yang ingin ditanyakan kepada orang tua itu, tapi ketika ia ingat sikap bangga sewaktu ia menanyakan tentang lima pusar, terpaksa ia urungkan maskudnya.

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang