Bab 11

3.3K 49 0
                                    

PADA saat itu, Siang-koan Kie sudah tidak bisa bergerak sama sekali, hanya lehernya yang masih bisa digerakkan, sekalipun ia ingin berontak tetapi juga sudah tidak bisa lagi, maka terpaksa membiarkan dirinya dibawa lari.

Ia merasa seperti dibawa lari ke dalam rimba yang lebat, tiba-tiba dirasakan sudah berhenti, telinganya segera mendengar suara seorang wanita yang agak serak, "Apa yang kau dukung?"

Di dalam hutan belukar seperti itu, mendadak mendengar suara manusia, sudah tentu menimbulkan perasaan heran Siang-koan Kie, sebelum dapat kesempatan untuk mengetahui siapa orangnya yang berbicara tadi, tiba-tiba terdengar suara cecuitan yang keluar dari mulut orang hutan itu, kemudian ia merasakan tubuhnya dipondong oleh satu tangan dan tangan yang lain digunakan untuk memanjat tiang pohon, kemudian orang hutan itu meloncat ke atas, lalu turun lagi ke suatu tempat yang terdapat banyak cabangnya.

Siang-koan Kie merasa di tempat gelap, agaknya sedang memasuki sebuah rumah.

Orang hutan itu dengan sangat hati-hati meletakkan tubuh Siang-koan Kie, kemudian membalikkan badannya dan duduk di satu sudut.

Siang-koan Kie perlahan-lahan menggerakkan lehernya, matanya mengawasi keadaan disekitarnya, ternyata itu merupakan sebuah kamar yang terbuat dari bambu dan rotan,
disebuah tempat tidur yang terbuat dari rotan, nampak duduk seorang perempuan setengah tua.

Pakaian perempuan itu nampaknya sudah sangat tua sekali, di beberapa bagian sudah koyak sehingga tampak kulit tubuhnya.

Dari potongan raut mukanya, samar-samar masih dapat menunjukkan bahwa perempuan itu dimasa mudanya pasti berparas cantik, tetapi sekarang, paras itu nampak pucat kuning dan banyak keriputnya, ibarat kembang yang sudah mulai layu, tetapi kulit badannya putih sekali.

Perempuan setengah tua itu setelah melihat Siang-koan Kie, entah terkejut atau girang ia ternganga mengawasinya beberapa saat, kemudian baru berkata sambil menghela napas, "Apakah kau dipukul luka olehnya?"

Oleh karena dalam kamar itu hanya ia dan orang hutan itu, maka yang dimaksudkan oleh perempuan itu tentunya orang hutan berbulu hitam itu.

Ia lalu menjawab sambil menggeleng-gelengkan kepala, "Aku telah dipukul jatuh dari atas gunung oleh seorang musuh, untung aku terjatuh kedalam danau sehingga tidak terluka, tetapi urat2 dan bagian dalam tubuhku sudah terluka parah, sedikitpun tidak ada hubungan dengan dia...."

Pembicaraan dua orang itu, setengah dimengerti dan setengah tidak oleh orang hutan berbulu hitam itu, ia berdiri dan berbunyi cecuitan dua kali.

Perempuan setengah tua itu tersenyum, juga mengeluarkan suara seperti orang hutan itu kemudian orang hutan itu tiba-tiba melompat turun.

Siang-koan Kie sangat heran menyaksikan kejadian itu, maka lalu bertanya, "Apakah nona mengerti kata-katanya?"

Perempuan setengah tua itu mukanya nampak sedikit merah, ia berkata sambil menghela napas, "Aku sudah tua, di dalam rumah bambu di atas pohon ini, aku telah menyembunyikan diriku sudah duapuluh tahun lamanya...."

"Apa? Disini kau sudah berdiam duapuluh tahun lamanya?" berkata Siang-koan Kie terkejut.

Perempuan itu menundukkan kepala, kemudian dengan perlahan-lahan mengangkat lagi kepalanya dan berkata, "Tempat ini jarang diinjak oleh manusia, dengan binatang orang hutan itu aku sudah berkawan duapuluh tahun lamanya, duapuluh tahun bagi usia remaja seorang gadis, alangkah indah dan pentingnya...."

Ia berhenti sejenak, kemudian berkata pula, Tetapi sekarang, dalam hidupku ini, sudah sulit untuk meninggalkan tempat terasing ini kalau kuceritakan, mungkin kau akan merasa heran, disini aku bukan saja sudah berkawan dengan orang hutan itu selama duapuluh
tahun, bahkan...."

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang