Bab 57

2K 32 0
                                    

DENGAN mata terbuka lebar Siang-koan Kie bertanya: "Apa?"

"Melukis alis dan menghias diri dalam kamar penganten, merupakan kesenangan hidup bagi seorang perempuan dalam seumur hidupnya. Tetapi dalam hidupku ini, belum pernah ada orang yang melukiskan alis buatku, sudikah kau melukiskan alis untukku?"

"Dalam pekerjaan seperti itu, aku sendiri juga belum mendapat pengalaman."

Tubuh Nie Suat Kiao yang sedang duduk tiba2 bergoyang, peluh mulai mengalir dari mukanya, jelas bahwa dia sedang menahan rasa sakit dalam dirinya.

Namun ia mempunyai kekuatan fisik dan daya tahan luar biasa, hanya alisnya saja yang nampak terjengit, kemudian dengan lengan bajunya menghapus keringat yang membasahi mukanya lalu berkata: "Kemari lebih dekat sedikit."

Siang-koan Kie menurut, ia mendekati Nie Suat Kiao seraya berkata: "Apakah nona ingin aku menggunakan kekuatan tenaga dalam untuk membantu kau melawan penderitaan yang sedang kau alami?"

"Tidak usah, didalam badanku ada sebotol obat kau ambillah sendiri!" berkata Nie Suat Kiao, tangan kirinya menunjuk tulang rusuk bagian kanan dan berkata pula: "Obat itu didalam sakuku ini."

Siang-koan Kie merasa kurang sopan meraba tubuh seorang gadis, dengan perasaan sangsi ia berkata: "Rasanya ini kurang pantas!"

"Kau ini benar-benar seorang pengecut, belum termasuk hitungan seorang laki-laki jantan, lekas sedikit," berkata Nie Suat Kiao gusar.

Siang-koan Kie diam-diam berpikir: "ya! Sebagai seorang gadis ia masih berani berbuat tanpa ragu-ragu dan malu-malu, sebaliknya dengan aku, seorang laki-laki, mengapa begini selalu ragu-ragu."

Maka ia segera memasukkan tangan kanannya ke dalam saku Nie Suat Kiao untuk mengambil sebuah botol obat yang dimaksudkan. "Apakah ini?"

"Betul, bawalah, nanti kalau kau bertemu dengan orang-orang yang pernah menulis namanya didalam buku kematian keluarga Pan. Setiap orang kau berikan sebutir pel, itu dapat memunahkan racun dalam diri mereka."

Pada waktu terjadinya peristiwa itu, Siang-koan Kie sudah melupakan dirinya oleh pengaruh obat maka ia tidak tahu sama sekali, tetapi karena melihat keadaan Nie Suat Kiao yang sedang menahan penderitaan begitu hebat, tidak mau menanya lebih banyak, maka ia segera menerima baik permintaannya.

Nie Suat Kiao agaknya tidak suka menunjukkan sikap lemah dihadapan Siang-koan Kie, ia paksakan diri menahan rasa sakitnya, kemudian berkata kepada Siang-koan Kie: "Kau boleh pergi."

Siang-koan Kie diam2 berpikir: "Perempuan itu keras hati, ia lebih suka mati menanggung penderitaan, juga tidak suka menerima bantuan orang, tetapi dari perbuatannya yang menghadiahkan obat pemunah bagi para korbannya, jelas ia sudah berniat untuk menjadi seorang baik, terhadap orang begini aku tidak boleh menghadapi menurut keadaan biasa, kalau aku hendak menolong harus menggunakan paksaan."
S
ebagai seorang yang masih muda, apa yang dipikirkan, segera dilaksanakan, tiba2 ia menggerakkan jari tangannya menotok jalan darah Kian-kin-hiat Nie Suat Kiao.

"Kau hendak berbuat apa?" bertanya Nie Suat Kiao dengan badan gemetar.

"Aku hendak menolong jiwamu."

"Lekas buka totokanku, kau tidak dapat menolong aku."

"Sekalipun tidak dapat, aku juga ingin mencobanya."

Tanpa banyak bicara, Siang-koan Kie segera ulur tangan kirinya menyambar tubuh Nie Suat Kiao, kemudian berjalan keluar dengan tindakan lebar.

Luka-luka Nie Suat Kiao sedang bekerja, sekujur badannya dirasakan sakit, sehingga tidak mempunyai daya perlawanan sama sekali, apalagi Siang-koan Kie memondongnya dengan tenaga kuat, sehingga ia tidak bisa bergerak.

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang