Bab 55

1.2K 31 0
                                    

SEBELUM Siang-koan Kie menjawab, tiba2 dalam hatinya berpikir: "Apabila aku mengaku ditolong oleh dua orang itu, tidak bedanya seperti memberitahukan padanya tempat mereka."

Oleh karenanya maka ia tidak segera menjawab dan mengalihkan pembicaraannya kepada persoalan lain: "Urusan yang kita bicarakan kini telah selesai, kita juga hendak pergi."

Orang berjubah hijau itu matanya tiba2 dialihkan kepada Nie Suat Kiao katanya: "Kiao-jie, kau kemari."

Nie Suat terperanjat, tetapi ia menghampiri dengan tindakan perlahan.

Orang berjubah hijau itu berkata padanya dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara kedalam telinga: "Benarkah kau hendak meninggalkan aku?"

"Anak, anak...." hanya itu saja yang keluar dari mulut Nie Suat Kiao, karena hatinya merasa cemas, maka tidak dapat malanjutkan kata2nya lagi.

"Sekarang, kau mendapat kesempatan untuk menebus dosamu...." berkata orang berjubah hijau. sejenak ia berdiam, lalu sambungnya: "Kau harus mengerti, apabila aku berniat membunuh mereka, kalian semua tidak akan bisa hidup lagi sampai pagi hari."

"Anak mengucapkan terima kasih yang mana ayah tidak sampai turun tangan kejam."

"Kau sekarang boleh berjalan ber-sama2 dengan mereka, tetapi tiap tiba disuatu tempat kau harus meninggalkan tanda rahasia, mengerti?"

"Anak ingat."

"Bagus, kau boleh pergi."

Nie Saat Kiao per-lahan2 memutar tubuhnya, selagi kakinya hendak melangkah, tangan kanannya tiba2 dirasakan kejang, hingga seketika itu wajahnya berubah.

Ketika ia berpaling, orang berjubah hijau ternyata sudah pergi, hingga ia memanggil dengan suara nyaring: "Ayah harap tunggu sebentar, anak masih ada sedikit urusan."

Dari jauh terdengar suara jawaban ayah angkatnya: "Pergilah dengan hati lega, asal kau berbuat menurut pesanku, sudah tentu ada orang yang setiap hari datang pada waktunya untuk memberi obat pemunah kepadamu..."

Sebelum habis perkataannya, sudah tidak kelihatan bayangannya.

Siang-kong Kie berpaling mengawasi Nie Suat Kiao sejenak, ia juga tidak tahu bagaimana perasaannya terhadap gadis itu, entah mendongkol ataukah benci. Ia hanya menggelengkan kepala dan menarik napas, kemudian berjongkok disamping Wan Hauw dan bertanya kepadanya:
"Saudara Wan, apakah lukamu agak parah?"

Wan Hauw per-lahan2 mengangkat kepalanya dan bertanya: "Apakah orang berjubah hijau itu sudah pergi?"

"Sudah!" menjawab Siang-koan Kie.

Wan Hauw per-lahan2 bangkit dan duduk di tanah, lalu berkata sambil menunjuk Nie Suat Kiao: "Perempuan itu memberi aku sebutir pel obat."

Sebagai orang yang jujur dan berhati putih bersih selalu ingat kepada orang yang melepas budi kepada dirinya.

Siang-koan Kie memandang Nie Suat Kiao seraya berkata: "Aku benar2 tidak tahu harus menganggapmu sebagai apa, kawahkah? Lawankah?"

Nie Suat Kiao tiba2 membalikkan badan dan menghampiri seraya berkata: "Kawan atau lawan, biarlah kau sendiri yang menentukan. Apabila kalian tidak sudi jalan ber-sama2 denganku, aku akan segera meninggalkan kalian."

"Kau hendak kemana?" bertanya Siang-koan Kie.

"Kau tidak usah perduli, sedari anak2 aku sudah hidup sebatang kara, diwaktu dewasa suka hidup menyendiri, apapun aku tidak takut..." menjawab Nie Suat Kiao.

"Hanya takut kepada orang berjubah hijau itu?" berkata Siang-koan Kie.

Nie Suat Kiao melembungkan dada dan berkata, "Dia terhadap aku mempunyai budi sebagai ayah angkat yang membesarkan dan mendidik aku, sudah tentu aku takut kepadanya."

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang