Bab 79

2K 35 1
                                    

BWEE CIAN TAY tersenyum getir dan berkata: "Terhadap isteri2nya dan kepada kita beberapa saudara, ayah terhadapku memang agak sayang."
"Tetapi sejak kau dipanggil, perlakuan terhadapmu apakah lebih sayang?"
"Memang betul! Bagaimana kau bisa tahu?"
"Teng sianseng kalau menduga suatu perkara, bagaikan dewa yang selalu tepat," berkata Siang-koan Kie.

Teng Soan tersenyum dan berkata: "Tetapi sekarang kau lihat, perbuatannya yang tidak memperdulikan mati hidupmu, menghujani anak panah seganas itu, dalam hatimu apakah merasa heran?"

Bwee Cian Tay menganggukkan kepala dan berkata: "Ya! Ayah seharusnya tahu bahwa aku ada di dalam barisan ini, masih belum berhasil keluar dengan selamat, serangan panah bagaikan hujan itu, bukankah akan membinasakan aku sekalian?"
"Hasrat Kun-liong Ong hendak membinasakan kau, barangkali tidak di bawah hasratnya akan membunuh aku."
"Kenapa? Ayah tokh sangat sayang terhadapku!"
"Sebab ia sudah anggap ibumu itu, memberitahukan kepadamu banyak rahasia."

Bwee Cian Tay diam.

Mata Teng Soan per-lahan2 beralih ketempat yang terbakar itu, ia berkata kepada Siang-koan Kie dengan suara perlahan: "Akal kita untuk meloloskan diri ini meskipun untuk sementara dapat mengelabuhi Kun-liong Ong, tetapi kebuasan dan kekejamannya, tidak nanti akan sudah begitu saja."

Sementara itu, terdengar pula beberapa kali suara ledakan, asap api menjilat tinggi batu dan rumput pada beterbangan.

Teng Soan berkata sambil tersenyum: "Siasat yang kuatur untuk menghadapi Kun-liong Ong, tak disangka telah berobah menjadi suatu kegaiban yang menjadikan teka-teki nasib kita bagi mereka."

Siang-koan Kie mengawasi api dan asap yang menjulang tinggi itu dengan ter-mangu2, kemudian ia berkata: "Sianseng, apabila saat ini kita masih berada ditempat semula, barangkali tak seorangpun yang bisa hidup."

Teng Soan menghela napas perlahan dan berkata: "Bencana besar masih belum lalu, bahaya masih selalu mengintai kita."

Bwee Cian Tay berpaling mengawasi Kun-liong Ong tiruan yang berada disamping sejenak kemudian berkata: "Paman Teng, aku hendak pergi."
"Kau hendak kemana?"
"Aku hendak mencari ayah, untuk menanyakan kepadanya mengapa dia menipu aku?"
"Jikalan kau pasti hendak menemuinya, sebaiknya kau jangan menyebutkan urusan ibumu."
"Kenapa?"
"Dari pembicaraanmu, Kun-liong Ong agaknya masih sayang terhadapmu, kalian antara ayah dan anak sudah berkumpul sepuluh tahun lebih, Kun-liong Ong meskipun jahat, tetapi sedikit banyak masih mempunyai perasaan, apabila kau tidak menyebut urusan ibumu, meskipun dia ada kandung maksud untuk membunuh kau, juga tidak dapat turun tangan, apabila kau berlaku hati2, mungkin tidak ada halangan bagi jiwamu, tetapi apabila menyebut urusan ibumu Kun-liong Ong barangkali tidak akan membiarkan kau hidup lagi."
"Hal ini benar-benar menyulitkan aku," berkata gadis itu sambil menghela napas panjang. Ia lalu melangkah keluar diri dalam barisan batu.

Waktu itu, api yarg membakar rumput di tanah, sudah mulai menjalar, hingga tanah datar, yang luas itu dimana-mana terbit kebakaran.

Siang-koan Kie menghunus pedangnya dan bertanya kepada Teng Soan dengan suara perlahan: "Sianseng, perlukah merintangi tindakannya?"
"Biarkan ia pergi!" menjawab Teng Soan sambil mengelengkan kepala.
"Apabila ia bertemu dengan Kun-liong Ong dan menceritakan kekuatan pertahanan kita, bukankah usaha sianseng ini akan tersia-sia saja?"
"Aku kira dia tidak akan menceritakan, namun demikian kita juga perlu sedia."

Tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda, sepuluh ekor lebih kuda dengan penunggangnya dengan cepat menghampiri, di bawah sinar api, tampak tegas semua penunggangnya pada membawa senjata tombak panjang.

Bwee Cian Tay yang berjalan lambat-lambat, tiba-tiba memutar tubuhnya dan lari balik kedalam barisan batu.
"Mengapa nona balik lagi?" menegur Teng Soan sambil tersenyum.
"Aku pikir ucapanmu benar, ayah sudah lama bermaksud hendak membinasakan aku."

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang