Bab 75

1.1K 28 0
                                    

DI LUARNYA Teng Soan menunjukkan sikap acuh tak acuh, tetapi sebetulnya ia sudah merasa letih sekali, maka ketika mendengar keterangan gadis itu, menunggu kira2 setengah jam, justru itulah yang diharapkan Teng Soan, kesempatan itu digunakan se-baik2nya, untuk beristirahat dan siap sedia untuk menghadapi kesulitan yang mengancam dirinya.

Siang-koan Kie mengikuti dan berdiri di samping Teng Soan. Ia tiba2 merasa bahwa kewajibannya sendiri sangat berat, maka juga memejamkan matanya untuk bersemedi, guna menghadapi kemungkinan adanya pertempuran hebat.

Gadis itu mengawasi dua orang sejenak, dalam hatinya berpikir: 'dua orang ini sungguh berani, di bawah pengawasan dan bahaya demikian rupa, ternyata masih bisa berlaku tenang.'

Entah berapa lama telah berlalu, tiba2 terdengar suara merdu, sehingga mengejutkan mereka.

Sesaat kemudian, dalam gubuk itu muncul delapan perempuan2 muda yang mengenakan pakaian beraneka ragam, di tangan setiap orang memegang sebilah pedang.

Siang-koan Kie segera berdiri di depan Teng Soan kali ini ia tidak berani berlaku gegabah lagi, kali ini ia tidak berani berlaku gegabah lagi, pedang panjangnya dihunus keluar.

Ia memandang rombongan perempuan muda itu sejenak tanpa bicara, tetapi diam2 sudah menggeser kakinya, menempatkan dirinya kesuatu posisi yang baik untuk menghadapi musuh2nya.

Rombongan perempuan muda itu juga mengawasi Siang-koan Kie dengan sikap dingin.

Teng Soan masih tetap memejamkan matanya duduk menyender dinding, agaknya sedang tidur nyenyak.

Siang-koan Kie tiba2 teringat diri Touw Thian Gouw, sudah beberapa lamanya mengapa tidak muncul, apakah mendapat halangan?

Bagaimanapun juga, ia bukanlah seorang Kang-ouw kawakan apa yang dipikir, selalu tak dapat dikendalikan oleh perasaannya, maka segera menanya kepada rombongan perempuan muda itu.

"Hai! Apakah kalian tadi melihat seorang laki2 yang bersenjatakan pecut emas?" Ber-ulang2 ia bertanya, tetapi tidak seorangpun yang menjawab.

Ia segera naik pitam, dengan suara keras ia membentaknya. "Apakah kalian sudah tuli semuanya?"

Seorang diantara rombongan perempuan muda itu, yang rupanya sudah agak banyak pengalaman, dengan sinar mata dingin mengawasi Siang-koan Kie sejenak, lalu berkata, "Kau memaki siapa?"

"Pertanyaanku tadi kalian dengar atau tidak?"

"Kalau dengar mau apa?"

"Kalau sudah dengar, mengapa kalian tidak menjawab?"

"Tidak sudi mengurusi segala urusan demikian."

Siang-koan Kie melengak, ia tidak tahu bagaimana harus membuka mulut.

Sementara itu, Teng Soan telah tersadar dari pulasnya karena mendengar suara ribut itu, ia berkata kepada Siang-koan Kie dengan suara perlahan: "Jangan pedulikan mereka."

Lambat-lambat Siang-koan Kie menurunkan pedangnya, ia berdiri tegak tanpa menghiraukan rombongan perempuan muda itu lagi. Liwat lagi sejenak tiba-tiba terdengar suara: "Nyonya tiba."

Rombongan perempuan muda itu, semua segera berlutut di tanah, pedang mereka diletakkan diatas kepala.

Teng Soan perlahan-perlahan berbangkit, ia berkata kepada Siang-koan Kie: "Saudara Siang-koan, jikalau tidak terpaksa, sebaiknya jangan menggunakan kekerasan."

Siang-koan Kie memasukkan pedangnya ke dalam sarung, kemudian berkata: "Siaute nanti akan tunggu perintah sianseng dulu baru bertindak."

Teng Soan menganggukkan kepala sambil tersenyum.

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang