Bab 24

3.2K 48 0
                                    

LAKI - LAKI kasar itu masih merasa sangsi, yang menyambut itu sudah mempersilahkan tamunya masuk kedalam. Dalam keadaan demikian, laki2 kasar itu agaknya sudah tidak dapat menolak lagi maka segera turut masuk kedalam.

Siang-koan Kie juga menggunakan kesempatan itu turut masuk dengan berjalan mengikuti dibelakang laki2 kasar itu. Didalam pintu terdapat, dua bangku panjang setiap
bangku duduk empat orang mungkin anak buahnya Pan Loya.

Karena tetamu yang batu datang itu membaWa golok besar dibelakang punggungnya, maka semua mata orang2 yang duduk dibangku panjang itu ditujukan kepada golok tersebut.

Laki2 bermuka sawo matang itu tiba2 berpaling dan berkata, "Golok saudara ini harap
dititipkan disini dulu, nanti kalau saudara hendak pulang boleh diambil lagi.

Laki2 kasar itu berpikir sejenak, achirnya melepaskan goloknya yang tergantung diatas punggungnya dan diberikan kepada laki2 bermuka sawo matang itu yang kemudian diserahkan pula kepada orang yang ditugaskan untuk menjaga pintu.

Setelah dua orang itu berjalan Siang-koan Kie juga mengikuti dibelakangnya.

Para petugas yang menjaga pintu itu, ketika melihat Siang-koan Kie masuk sambil melembungkan dada, agaknya dibingungkan oleh sikapnya itu, sehingga mereka tidak tahu harus mencegahnya atau tidak, selagi belum tahu apa yang diperbuat. Siang-Koan Kie sudah mengikuti dua orang itu masuk ke ruangan dalam.

Orang bermuka sawo matang itu tiba2 mempercepat tindakannya, setelah melalui pekarangan depan, lalu masuk pintu kedua dan mengajak laki2 tinggi kasar itu masuk kesebuah kamar, kemudian berkata sambil tertawa, "Silahkan saudara beristirahat disini dulu, sebentar siaote suruh orang membawa arak dan hidangan."

"Tidak usah, aku sekarang belum merasa lapar." jawab laki2 itu sambil menggelengkan
kepala."

"Kalau begitu, harap saudara beristirahat saja dulu," berkata orang itu yang kemudian
undurkan diri.

Siang-koan Kie yang menunggu diluar kamar, ketika melihat Touw Thian Gouw keluar selagi hendak menegur, orang she Touw itu sudah berkata lebih dulu, "Apakah kau juga hendak turut berduka cita?"

Siang-koan Kie mendadak merasakan bahwa logat suara orang itu berlainan dengan Touw Thian Gouw, dalam terkejutnya ia lalu menegur, "Kau siapa?"

Orang itu tersenyum dan berkata, "Kau adalah orang dari golongan pengemis, silahkan
beristirahat dikamar sebelah timur, dalam dikamar sebelah timur itu, masih ada tempat tidur yang kosong."

Tanpa menunggu jawaban Siang-koan Kie, ia sudah berjalan dengan tindakan lebar.

Siang-koan Kie merasa bimbang, ia tidak dapat memastikan orang itu Touw Thian Gouw atau bukan.

Dengan tenang ia memikirkan persoalan itu, kini ia pikir hanya dua jalan yang ada baginya, satu ialah segera keluar dari dalam gedung keluarga Pan itu, dan yang kedua ialah menurut perintah orang itu tadi beristirahat dulu dikamar disebelah timur.

Akhirnya ia telah mengambil keputusan bertindak menurut petunjuk orang itu tadi dan berjalan kekamar sebelah timur.

Sebuah ruangan yang mempunyai pemandangan alam yang sangat indah, bau harumnya bunga yang tertiup oleh angin malam rasa menusuk hidung Siang-koan Kie, tempat itu sunyi sekali, tidak tampak sinar lampu.

Siang-koan Kie lebih dulu memeriksa keadaan disekitarnya, lalu langsung menuju kekamar pertama.

Pintu kamar terbuka lebar, dalam kamar terdapat empat buah tempat tidur, dua sudah ada isinya dua yang lain masih kosong.

Siang-koan Kie mengawasi orang yang berada ditempat tidur itu, mereka bukannya tidur tertelentang, melainkan duduk bersemedi, dua orang itu ternyata adalah padri dari gereja Siao-lim-sie Tiat Bok taysu dan Ki Bok taysu.

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang