MATAHARI pagi baru muncul di ufuk timur, kabut masih belum lenyap. Di atas jalan raya luar kota Bu-ciang, sebuah kereta kuda melakukan perjalanan dalam kabut pagi itu.
Karena hawa udara sangat dingin, kusir kereta masih memakai pakaian kulit, ia duduk sambil menggerakkan pecut panjangnya, nampaknya masih bersemangat tetapi sepasang matanya dibawah topi tebalnya, sudah menunjukkan tanda-tanda kantuk, suatu bukti bahwa kereta itu habis melakukan perjalanan jauh.
Ketika kereta itu memasuki kota Bu-ciang, baru saja menginjak jalan yang besar, sang kusir menarik kendalinya, tangan kanannya menggerakkan pecutnya, kuda yang menarik kereta itu membedal kakinya beberapa langkah, mendadak berhenti. Dari dalam kereta terdengar suara orang menegur,
"Apa sudah tiba di kota Bu-ciang?"
Sang kusir itu berpaling dan menjawab, "Sudah sampai, kalau belum sampa.... heh-heh, aku Kim-sie si kereta cepat ini tidak akan mendapat langganan lagi."
Ia lalu menghentikan keretanya di tepi jalan.
Dari dalam kereta melompat turun tiga laki-laki, setelah melihat keadaan disekitarnya, agaknya hendak mendapat kepastian bahwa itu benar kota Bu-ciang, barulah tertawa puas
sambil berseru "Sungguh dingin!" kemudian berjalan berpencaran.Sang kusir menyaksikan berlalunya tiga orang itu, tiba-tiba mengerutkan keningnya dan
menggedut awak kereta yang terbuat dari bahan kayu itu seraya berkata, "Hai, kedua toako dalam kereta, sudah tiba di kota Bu-ciang, hayo turun."Dari dalam kereta terdengar suara batuk-batuk ringan, kemudian terdengar suara lantang, "Saudara, sudah tiba!"
Terdengar pula suara seorang yang agaknya baru belajar bicara, "Apakah sudah sampai?"
Kusir kuda berpaling mengawasi ke dalam, baru saja membuka pintu kereta, sesosok bayangan orang sudah melompat turun, kusir kereta itu menggumam sendiri, "Orang ini bukan saja bentuknya mirip monyet, tetapi sikapnya dan suaranya juga ada beberapa bagian mirip dengan binatang monyet, Sungguh heran mengapa berjalan bersama-sama dengan pemuda yang begitu cakap ganteng, entah dari golongan apa orang-orang itu?"
Dari dalam kereta itu turun seorang pemuda berpakaian baju panjang berwarna biru, begitu berada ditanah, ia melihat keadaan disekitarnya kemudian berkata sambil ketawa, "Pagi2 kabut begitu tebal, hari ini hawa udara pasti baik."
Si kusir kereta tertawa kering beberapa kali lalu berkata, "Meskipun hawa udara baik, tetapi aku hendak tidur."
Setelah itu ia larikan kudanya pulang ke rumah.
Pemuda berbaju biru itu mengawasi berlalu kereta lalu berkata sambil menghela napas
panjang, "Orang yang menuntut penghidupan menarik kereta di waktu malam hari, benar-benar sangat berbahaya." Kemudian tertawa kepada pemuda yang turun duluan dan berkata pula, "Saudara Wan Hauw lihat keadaan diatas jalan raya ini, dimana perbedaan dan keadaan di atas gunung dan hutan belukar? Aih! satu orang apabila tidak mempunyai sesuatu kepandaian dan tidak tahu bagaimana harus mencari kemajuan, keadaannya sama dengan orang-orang seperti kusir kereta itu tadi, setiap hari ia sibuk terus menerus, hanya untuk mencari sesuap nasi, bagaimana masih ada pikiran lagi untuk mencari kemajuan...."Berkata sampai disitu, mendadak berhenti, ia berpaling dan mengawasi pemuda disampingnya kemudian berkata pula, "Apakah kau mengerti maksud dalam perkataanku tadi?"
Pemuda yang ditanya itu menganggukkan kepala, meskipun kabut tebal, tetapi sinar matanya tampak demikian terang, Kedua pemuda itu berjalan menyusuri jalan raya yang masih agak sepi keadaannya, waktu kabut mulai buyar, mereka memasuki salah satu rumah makan kecil di tepi jalan untuk makan pagi dan menanyakan keterangan jalan yang menuju ke sungai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irama Suling Menggemparkan Rimba Persilatan
General FictionPartai Pengemis (Kay Pang) saat ini menjadi kekuatan yang paling besar dan sangat disegani dunia persilatan bahkan melebihi kekuatan 9 partai besar, ini semua karena jasa seorang Sastrawan Tua yang merupakan penasihat sekaligus orang kedua sesudah P...