Bab 87

1.7K 27 0
                                    

SIANG-KOAN KIE terkedjut, buru2 membuka matanja dan berkata dengan nada suara dingin:

"Kalau kau tjoba hendak main gila, hendak merat dalam kegelapan ini, itu berarti mentjari penjakit sendiri. Sekalipun kehilangan njawamu, djuga tidak boleh sesalkan aku."

"Kalau aku ada pikiran hendak kabur, djuga tidak perlu menunggu sampai sekarang."

"Masih lama datangnja pagi, sebaiknja kau beristirahat setjukupnja."

"Kau telah menotok djalan darahku, peredaran darahku tidak bisa lantjar, bagaimana aku dapat beristirahat dengan baik?"

Pada saat itu, terdengar suara barang bergerak, pintu kamar mendadak terbuka.

Siang-koan Kie menjambar pedang jang direbutnja dari wanita badju hitam itu sambil menegur:

"Siapa?"

"Angin," demikian ia mendengar suara djawaban dari wanita badju hitam.

"Pintu dan djendela ruangan tengah tertutup rapat semua, dari mana datangnja. angin." Siang-koan Kie berkata sambil membulang-balingkan pedang ditangannja: "Tidak peduli siapa jang datang, tidak peduli apa maksudmu sembunji didalam kamar ini, asal ada terdjadi perubahan apa2, diantara kita bertiga, kaulah jang mati lebih dulu."

Terdengar suara tertawa dingin, kemudian disusul oleh kata2nja: "Belum tentu."

"Untuk penghabisan kali aku peringatkan kepadamu, didalam keadaan begini, besar kemungkinan aku bisa turun tangan mengambil njawamu. Ketjuali kau benar2 ingin mampus, tidak perlu kau main gila atau menimbulkan kemarahanku....."

Sementara itu, sesosok bajangan orang, entah sedjak kapan sudah berdiri didepan pintu kamar. Orang itu djuga mengenakan kerudung kain hitam hanja bagian kedua matanja jang terdapat lubang.

"Siapa?" demikian Siang-koan Kie menegur setelah menenangkan pikirannja.

"Aku!" djawaban dari seorang wanita, jang kemudian bertindak masuk.

"Djangan madju!" bentaknja Siang-koan Kie.

Orang itu benar sadja lalu berhenti.

"Kita satu sama lain tidak saling mengenal, ada keperluan apa kau tengah malam buta datang kemari?" bertanja Siang-koan Kie sambil mengantjam dengan pedangnja.

Perempuan itu tiba2 menghela napas dan balas menanja: "Mengapa dalam kamarmu ini tidak ada penerangan lampu?"

"Lampunja sudah kehabisan minjak, sedjak tadi sudah padam."

"Aku haus sekali, apa ada air untuk aku minum?" bertanja pula wanita itu sambil menerdjang madju.

Siang-koan Kie khawatir perempuan itu akan menjerang Teng Soan, dari tempat ia duduk melantjarkan satu serangan djarak djauh, kemudian melontjat turun.

Gerakan perempuan itu pesat sekali, djuga tidak mengelakkan serangan Siang-koan Kie, hingga serangan itu mengenakan dirinja dengan telak dan roboh ditanah.

Siang-koan Kie mendjambret tubuh perempuan badju hitam jang masih tetap duduk tidak berdaja, dibentaknja dengan suara keras:

"Apakah artinja ini? Lekas djawab!"

"Bagaimana? Apakah kau takut?" demikian wanita itu balas bertanja dengan nada suara dingin.

"Kalau kau tidak mau mendjawab sebenarnja djangan sesalkan aku nanti akan menghukum kau."

Wanita itu tiba2 menghela napas pandjang, kemudian berkata:

"Dia telah terluka, kau lekas panggil orang masuk dan menjalakan lampu, periksalah lukanja, aku nanti akan mentjeritakan kepadamu."

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang