28. Hal Aneh di Tengah Malam

1.5K 31 0
                                    

PAKKK!!! 

Bahu Yi-feng terkena pukulan. Walaupun sakit untungnya tidak mengenai tulang dan nadinya.

Yi-feng mengetahui maksud Wan Tian-pin, tapi dengan cara telapak angin yang terus berbunyi dengan kencang tetap tidak bisa melukai lawan sedikit pun.

Dia terus mundur, ketika dia memutar tubuhnya, tiba-tiba dia melihat ada sebuah batu besar di depannya. Batu besar itu tadinya berada di tengah. Dari tengah batu, bisa melihat ke dalam gua yang sangat gelap.

Yi-feng berpikir, segera kakinya melangkah. Dia bergeser ke dalam gua.

Bayangan telapak Wan Tian-pin masih terus bergerak, telapaknya seperti dua ekor kupu-kupu yang terbang di sisi Yi-feng. Dia terkenal di dunia persilatan, yang pasti ilmu silatnya memiliki keistimewaan.

Tangan kirinya memutar, dia mengeluarkan serangan sambil mengejek:
"Anak kecil, serahkan Tian-xing-mi-ji' kepadaku, kau juga harus berlutut di hadapanku. Kalau
kau membuatku senang mungkin aku bisa melepaskanmu. Jika nasibmu baik mungkin aku akan menerimamu menjadi muridku."

Yi-feng membentak, dengan sekuat tenaga menyerang Wan Tian-pin. Tubuh Wan Tian-pin sedikit condong ke belakang tapi jurus Yi-feng bukan menerjang maju. Di tengah-tengah dia mundur kemudian bersalto ke belakang.

Dia memperkiraan jaraknya dengan gua itu, tubuhnya berputar di udara, begitu kakinya sampai ditanah, segera berlari masuk ke dalam gua itu.

Wan Tian-pin sedikit terkejut, dia segera meloncat, dia ikut masuk ke dalam gua itu, tapi di belakang terdengar suara angin menderu. Dia berbalik untuk melihat, ternyata batu besar yang menutup gua mengikutinya.

Ketika dia menengok, batu besar yang ada di mulut gua itu sudah menutup. Dengan terkejut Wan Tian-pin melihat ke sekeliling. Di dalam gua tidak ada sinar sama sekali. Dengan cepat dia menahan nafas, kedua telapak diletakkan di depan dada karena dia takut Yi-feng akan menyerang dari kegelapan.
Dia sama sekali tidak menyangka kalau Yi-feng sudah memperhitungkan semuanya, begitu masuk ke dalam gua, dia langsung memutar batu.
Tapi Yi-feng sudah keluar pada batu besar sebelum tertutup rapat.
Ketika posisinya sudah tepat Yi-feng langsung bertindak, cara ini harus dimiliki oleh orang yang berpikiran matang. Mengurung orang di dalam gua tapi dalam waktu hitungan detik, dia harus segera berlari keluar.
Karena bertindak ceroboh, Wan Tian-pin sudah terkurung di dalam gua yang gelap dan dingin. Rencana ini berhasil, ketika dia menarik nafas terasa angin dingin berhembus, Yi-feng dadanya sangat nyaman.
Jantungnya yang berdebar-debar mulai berdetak dengan tenang.
Yi-feng segera berlari ke rumah batu dan masuk melalui jendela. Dengan bantuan cahaya redup dia melihat pelajar itu masih tergeletak di bawah. Yi-feng bernafas panjang dan ber-pikir, 'Tadinya aku ingin menolongnya tapi aku malah mencelakainya.'
Dia berjongkok mencoba apakah pelajar itu masih bernafas atau sudah mati ternyata dia masih hidup. Dia hanya pingsan.
Perhiasan yang tersisa di rumah itu dibungkus rapi oleh Yi-feng, dia tidak mencari perhiasan lainnya. Kemudian memapah pelajar miskin yang pingsan itu, keluar dari rumah batu dan turun ke kaki gunung.
Sesudah pelajar miskin ini siuman, dia membawa perhiasan pemberian Yi-feng lalu pergi ke kota, kelak di kemudian hari dia menjadi orang kaya.
Sejak awal sampai akhir dia tidak mengenal orang yang membuatnya menjadi kaya. Yi-feng dengan menggunakan pikirannya yang lincah berhasil mengalahkan lawan kuat. Dia juga berhasil mendapatkan buku rahasia 'Tian-xing-mi-ji' dan obat penawar, hatinya merasa sangat senang.
Sambil menikmati rasa senang, dia mulai merasa lelah. Tubuh sekuat Yi-feng walaupun bisa melewati perjalanan begitu lama tanpa tidur dan istirahat ditambah dengan ketegangan serta pertarungan hebat, sekarang dia mulai merasa lelah. Sesampainya di Jing Dong, dia mengambil keputusan untuk beristirahat.
Dia tertidur pulas selama beberapa hari ini. Tidurnya merupakan suatu kenikmatan yang jarang dinikmatinya.
Dia bermimpi kalau istrinya kembali ke sisinya, saat terbangun dia kebingungan. Di luar masih sangat gelap, ternyata hari sudah malam.
Dia tidak ingin bangun, maka dia pun berbaring kembali di ranjang, sambil mendengarkan suara angin yang berhembus di luar jendela. Tiba-tiba dia mempunyai pikiran yang berbeda terhadap situasi dunia persilatan.
Wajah istrinya yang cantik terus ter-bayang-bayang, kadang terasa sangat jelas, kadang tidak.
Tiba-tiba dia mendengar suara hembusan angin di luar jendela membawa suara kelepak baju orang yang sedang berjalan di malam hari. Dulu dia pasti akan segera keluar tanpa ragu dan mencari tahu siapa orang itu.
Sekarang dia hanya berbaring di ranjang.
"Untuk apa aku mengurusi masalah orang lain?"
Dia berpikir lagi, 'Bukankah masalah yang sedang kuhadapi pun tidak ada yang membantu? Di Su-dong, aku dikepung oleh 3 ketua bagian Tian-zheng-jiao, hampir saja aku terbunuh, siapa yang membantuku waktu itu? Setelah istriku lari dengan „laki-laki lain, aku dikejar-kejar untuk dibunuh, siapa yang keluar membelaku?'
Dengan sedih dia menarik nafas.
Dulu pikirannya sangat lurus, sekarang berbelok-belok mengikuti masalah yang terjadi dan kehidupannya tidak sebahagia dulu.
Malam-malam merenung, dia terpikirkan banyak orang sampai-sampai dia teringat pada Zhi-feng-mai-hui yang mungil.
Tiba-tiba dari luar jendela terdengar jeritan, membuat Yi-feng terkejut.
Dia menganggap kalau dia adalah orang egois tapi begitu mendengar jeritan memilukan, dia tidak bisa berdiam diri begitu saja di atas ranjang.
Berkali-kali dia memperingati dirinya supaya jangan terlalu banyak mengurusi masalah orang lain, hal terpenting sekarang ini adalah dia harus mengantarkan obat penawar ke Zhong-nanshan, tapi darah pendekar yang masih ada di dalam tubuhnya tidak bisa menahan kekuatan ini.
"Aku akan melihat sebentar, tidak akan menghabiskan waktu banyak."
Sambil mengenakan sepatu, dia ber-pikir, 'Apakah akan terjadi hal aneh lagi? Ataukah akan ada orang aneh yang muncul lagi? Dulu sewaktu aku masih berkelana di dunia persialtan, apa yang terjadi saat itu langsung bisa ku-selesaikan di tempat.'
Dia mencari alasan untuk dirinya sendiri.
Buku dan obat penawar dibungkus dan disimpan dengan rapi di balik baju bagian dada. Dia sudah lama berkelana di dunia persilatan maka apa pun yang dilakukannya pasti dikerjakan dengan sangat teliti.
Kemudian dia meloncat keluar melalui jendela dan berlari menuju suara teriakan itu.
Rumah-rumah yang ada di bawah kakinya sangat gelap dan sepi, teriakan memilukan itu pun hanya terdengar sekali tidak ada teriakan susulan. Di sekeliling sana sangat sepi dan tidak terasa ada aneh.
Yi-feng menyalahkan dirinya, 'Mengapa tadi aku tidak cepat-cepat keluar?'
Dia melihat ke sekeliling, dia sudah lama tidak keluar di malam hari. Sekarang dia berada di luar, dia merasa darahnya mulai bergejolak, sifatnya yang bebas muncul kembali. Dia berusaha menenangkan dirinya lalu mulai memperhatikan dan mendengarkan suara yang ada di sana. Ketika dia mulai putus asa, tiba-tiba terdengar suara yang memohon-mohon.
Yi-feng tidak ragu lagi, dia segera berlari ke arah suara itu. Kecepatannya seperti seekor burung walet di musim semi.
Tiba-tiba dia melihat salah satu jendela di sebuah rumah masih bercahaya, karena itu dia berhenti dan mengait mengaitkan kakinya ke atap dan tubuhnya terjulur ke bawah.
Di dalam rumah itu ada sebuah lampu minyak, seseorang sedang duduk di sana, tangan kanannya memegang pedang, jari tengah tangan kirinya memegang pedang.
Ada seseorang sedang berlutut di depan orang itu, wajahnya bersimbah darah, mungkin teriakan memilukan itu berasal dari orang ini.
Yi-feng melihat keadaan di sana, dalam hati berpikir, 'Apa yang sedang terjadi di sini?'
Terlihat orang yang memegang pedang itu menggetarkan pedangnya, dia menyabet telinga orang yang sedang berlutut. Darah muncrat dari telinganya. Pedang berputar, telinga orang itu berada di pedang. Orang ini berteriak memilukan!
Begitu dilihat dengan teliti, ternyata dua telinganya sudah putus. Yi-feng marah! Dia berpikir, 'Orang ini benar-benar kejam!'
Tubuhnya yang tergantung di atap segera meluncur turun. Yi-feng mengira orang yang memegang pedang itu akan segera berlari keluar.
Orang itu dengan dingin melihat keluar jendela, tapi dia tetap duduk dengan tenang di kursinya dan tidak bergerak sama sekali.
Yi-feng terpaku. Orang itu dengan santai mengambil teh di atas meja kemudian minum sambil menghadap ke arah jendela. Dia tersenyum, dengan suara senang dia berkata:
"Sahabat di luar jendela yang suka ikut campur urusan orang lain, di luar sangat dingin, masuklah dan duduk bersamaku!"
Wajah orang ini pucat tapi dia termasuk tampan, kumisnya pendek tapi tidak menambah kejantanannya.
Yi-feng menertawakan dirinya sendiri, mengapa semua hal yang ditemuinya selalu tidak masuk akal? Orang pucat ini menebas dua telinga orang lain, tapi dia masih bisa duduk dengan tenang.
Yi-feng melihat jendela masih terbuka, maka dia pun masuk dan berdiri di sisi orang yang masih berlutut itu.
Terdengar orang yang memegang pedang itu berkata:
"Sahabat, sungguh hebat kepandaiannya. Sepertinya Anda adalah pendekar yang membela keadilan! Ha, ha, ha!" tawanya seperti memuji tapi juga seperti menghina. Yi-feng melotot, dia bertanya:
"Di antara Tuan dan orang ini tersimpan dendam apa? Dia sudah berlutut artinya dia telah mengaku kalah, mengapa Tuan terus memaksakan kehendak? Bukan karena aku ingin ikut campur, tapi aku merasa Tuan terlalu kejam!"
Yi-feng selesai bicara, orang itu malah tertawa, tapi laki-laki yang masih berlutut itu tiba-tiba saja meloncat berdiri. Dia menyerang dada Yi-feng, sambil marah-marah:
"Untuk apa kau ikut campur?"
Kemudian orang itu menyerang dengan ilmu Shao-lin Fu-hu-quan (Ilmu kepalan harimau mendekam). Sepertinya ilmu Fu-hu-quan ini mengandung tenaga latihan 30 tahun.
Karena serangan orang itu begitu tiba-tiba, hampir saja kepalannya mengenai dada Yi-feng. Yi-feng sama sekali tidak menyangka kalau yang akan menyerangnya adalah orang yang sedang berlutut bukan orang yang memegang pedang.
Karena terkejut tanpa terasa dia menggeser kakinya. Laki-laki itu berilmu silat tinggi, jurus-jurusnya cepat dan lancar. Sekarang dia sudah mengeluarkan dua kepalannya, dengan cepat dia menyerang pundak dan dada Yi-feng.
Yi-feng marah besar dan membentak:
"Apakah kau sudah gila?"
Dengan ilmu silatnya yang tinggi dia pun balas menyerang laki-laki itu.
Laki-laki itu dalam 10 jurus masih bisa menahan jurus-jurus Yi-feng, tapi mangkuk dan cangkir yang ada di atas meja sudah hancur berantakan.
Orang yang memegang pedang masih tetap duduk di kursinya sambil tertawa dingin, tapi matanya terus memperhatikan langkah-langkah Yi-feng. Kadang-kadang dia menyentil punggung pedang agar mengeluarkan suara. Entah Yi-feng harus marah atau tertawa, diam-diam dia memarahi dirinya sendiri karena terlalu banyak ikut campur urusan orang lain.
Sambil marah laki-laki itu terus menyerangnya:
"Mengapa kau melarangku berlutut? Jangankan telinga, nyawa pun akan kuberikan padanya."
Karena marah Yi-feng menggerakan telapak tangannya untuk menyerang. Bayangan telapak tangan mengelilingi laki-laki yang selalu bicara kasar itu.
Orang yang memegang pedang tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Menurut kata orang kuno, lebih baik jangan mencampuri urusan orang lain. Sahabat, apa kita harus menuruti perkataan orang kuno?"
Yi-feng benar-benar marah kali ini, dia mundur tiga meter, lalu membentak:
"Baiklah, aku tidak akan ikut campur tangan lagi urusan kalian... "
Kata-katanya belum selesai, laki-laki itu datang dan menyerang wajah Yi-feng, dia masih tetap marah-marah. Jika bisa mungkin Yi-feng dibunuh dengan kata-katanya saat itu juga.
Yi-feng merasa aneh, dia tidak mengerti mengapa laki-laki ini malah ingin membunuhnya? Padahal Yi-feng berniat menolongnya.
Terdengar laki-laki itu marah lagi:
"Kau benar-benar kurang ajar, kau merusak rencanaku, aku harus membunuhmu sekarang
juga!"
Orang yang memegang pedang tetap tertawa, sedangkan Yi-feng masih bengong tidak mengerti. Diam-diam dia berpikir, 'Dua telinga orang ini sudah putus ditebas oleh orang pucat itu, aku menolongnya tapi dia malah mengatakan kalau aku telah merusak rencananya, apakah dia sudah gila? Atau dia bukan orang normal? Hhhh! Aku benar-benar sial!" dengan cara apa pun dia tidak bisa menjelaskan alasannya, terpaksa dia mengakui kalau dia sedang sial.
0oo0  

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang