Kota Kai-feng adalah ibu kota di jaman Tiongkok kuno. Dulu negara Song dan negara Da-liang menjadikan kota Kai-feng sebagai ibukota, Dinasti Song lebih lama menjadikan kota ini sebagai ibukota. Maka bangunan sejarah di kota ini sangat banyak, yang paling terkenal adalah Tie-Ta (pagoda besi).
Hari ini udara cerah. Ruan-wei dan Wen-yi sudah tiba di Tie-ta. Tie-ta bersudut delapan, memiliki 13 tingkat, dengan tinggi 50-60 meter.
Mereka bersama-sama memasuki Tie-ta. Di dalam Tie-ta terlihat patung Budha yang duduk bersila sejajar demi sejajar, dari yang ukurannya besar hingga kecil. Ternyata dinding pagoda terukir gambar Budha.
Dalam hati Ruan-wei merasa ada penghormatan. Dia merasa tempat ini sangat cocok dengan sifatnya.
Ilmu silat Tian-long-shi-san-jian memiliki teknik yang berhubungan erat dengan ajaran-ajaran agama Budha. Jika tidak mengerti aturan-aturan agama Budha, tenaga pedangnya hanya bisa dikeluarkan sebesar 50% saja dan tidak mungkin bisa mencapai tingkat tertinggi.Tie-ta adalah bangunan yang mewakilkan agama Budha. Walaupun Ruan-wei belum mempelajari ajaran-ajaran agama Budha, tapi karena dia sudah berlatih Tian-long-shi-san-jian, maka dia tanpa sadar telah mempelajari agama Budha. Melihat patung Budha, dia seperti melihat orang yang sudah dikenalnya tapi yang sudah lama terlupakan. Dia terus melihat, hatinya seperti tenggelam ke dunia lain. Dia hampir melupakan semua yang ada di dunia ini.
Melihat dia seperti tergila-gila pada patung Budha, dalam hati Wen-yi berpikir, 'Kakak benar-benar seperti anak kecil, melihat patung Budha sampai tergila-gila seperti itu.' Dia menggoyang-goyangkan tangan dan memanggil, "kakak, kakak!"
Ruan-wei terkejut dan segera tersadar. Wen-yi terus menertawakannya.
"Aku merasa seperti pernah datang kemari," sahut Ruan-wei dengari kebingungan.
"Bukankan kau mengatakan kalau kau belum pernah datang ke He-nan?"
"Betul!"
"Kau betul-betul kebingungan. Di kota Kai-feng hanya ada satu Tie-ta, kapan kau pernah melihatnya?"
"Aku benar-benar bingung, juga membuat adik ikut bingung." "Sudahlah, ayo kita ke atas."
Tangga pagoda dibuat dengan cara memutar dan bisa mencapai ujung tertinggi dari pagoda. Tapi karena pagoda tinggi dan sudah lama tidak diperbaiki, maka jika tidak memiliki tubuh sangat sehat atau pemberani, tidak ada yang berani mencoba sampai ke tingkat atas. Biasanya para wisatawan hanya sampai di tingkat 6.
Sampai di tingkat ketujuh, sudah tidak ada pelancong di sana. Wen-yi adalah pelajar lemah maka Ruan-wei tertawa dan berkata:
"Adik, apakah kita turun saja?"
Wen-yi adalah orang yang pintar melihat, dia segera mengerti maksud Ruan-wei. Dia segera berteriak:
"Kakak, apakah kau tidak percaya kepada kemampuan adikmu?" "Baiklah, baiklah! kita naik lagi untuk melihat!"Sambil tertawa Ruan-wei berkata: "Jika sudah sampai di atas, dan kau mengeluh lelah, aku tidak akan meladenimu, kau benar-benar seperti anak kecil."
Wen-yi tersenyum. Dia benar-benar berterima kasih kepada perhatian Ruan-wei.
Di tingkat teratas pagoda itu sangat sempit tapi tetap bisa menampung 10 orang lebih. Di setiap tingkat pagoda terdapat lubang seperti jendela untuk melihat keluar. Sampai di tingkat 13, Ruan-wei melihat Wen-yi tidak terengah-engah juga terlihat sangat tenang. Dalam hati Ruan-wei memuji kekuatan Wen-yi.
Mereka melihat keluar melalui lubang itu. Huang He yang bergelombang seperti sebuah tali kuning yang berliku-liku dan diletakkan di atas hamparan pasir putih yang luas.
Tiba-tiba Wen-yi berteriak. Ternyata air Huang He seperti lebih tinggi dari tembok dinding kota Kai-feng.
Kota Kai-feng seperti berada di bawah kapak. Kalau sampai dinding penghalang Huang-He roboh, seluruh kota Kai-feng akan terendam.Melihat keadaan seperti itu, hati Ruan-wei seperti air Huang He terus bergejolak. Dia berharap pedangnya bisa menjadi penghalang tembok agar Huang He tidak banjir.
Dia teringat pada kesaktian Tian-long-shi-san-jian, dia membalikkan tubuh dan terus berpikir. Di depan setiap lubang jendela ada patung Budha yang terbuat dari kaca kuning dengan tinggi 1.5 meter, jumlah patung itu ada 48 buah.
Karena melihat patung Budha begitu mulia, pikiran Ruan-wei memasuki dunia kosong. Dia terus berkata:
"Ajaran Budha benar-benar tiada batasnya...."
Dia mulai mengeluarkan rasa percaya diri pada kemampuannya untuk melakukan jurus-jurus Tian-long-shi-san-jian.
Melihat Ruan-wei terus bengong, Wen-yi segera berpikir, 'Sepertinya pagoda ini memberikan sedikit rasa gaib, aku tidak akan membiarkan kakak terus di sini, akan membuatnya terlihat aneh." Maka dia berteriak: "Kakak, ayo kita turun!"
"Apakah Adik takut?"
Wen-yi mengangguk. Dia sangat berharap bisa segera meninggalkan tempat ini.
Karena sudah tersimpan pendapatnya di dalam hati, Ruan-wei menyetujui usul Wen-yi.
Baru sampai di tingkat lima, dari lubang jendela terlihat di depan pagoda banyak orang yang sedang berkerumun. Wisatawan menghindar jauh-jauh. Di dalam kerumunan itu ada dua orang yang sedang bertarung.
Salah satu orang yang bertarung terlihat di punggungnya menggendong tiga karung dan menggunakan golok, dia seperti seorang pengemis. Setelah dilihat lagi dengan teliti, Ruan-wei baru sadar yang sedang bertarung ternyata adalah orang Gai-bang dengan orang Tian-zheng-jiao.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu Long
Aktuelle LiteraturDi dalam cerita THPH, ada tiga orang jago pedang yang mewarisi ilmu dari Chang Man-tian - salah satu tokoh dalam Pedang Sakti Langit Hijau, karya pertama Gu Long. Tapi isi kedua cinkeng itu tidak berkaitan satu sama lain, kecuali soal warisan ilmu t...