97. Remaja yang Penuh Teka Teki

1.3K 28 0
                                    

Dengan sedih Ruan-wei meninggalkan Jin-ling, sepanjang jalan dia terus berpikir mengapa jurus yang katanya nomor satu di dunia persilatan, dalam 3 jurus berhasil dikalahkan oleh Tuan Jian. Akhirnya dia menemukan suatu alasan, selama 3 tahun belajar sendiri, dia belum memahami inti sari dari kedasyatan Tian-long-shi-san-jian. Dia teringat biksu harimau pernah berkata, "empat tahun kemudian kau harus pergi ke perbatasan Tibet mencariku." kata-katanya pasti bukan tanpa alasan. Setelah dihitung-hitung, janjinya dengan tetua biksu harimau masih ada waktu setengah tahun lagi. Jika dia berangkat sekarang masih cukup waktunya.
Apalagi persetujuan pertarungan antara biksu harimau dengan Tuan Jian harus diberitahukan kepada biksu harimau, karena itu dia mengambil keputusan untuk pergi ke Tibet.
Selama beberapa hari perjalanan, Ruan-wei mendengar kabar mengenai dirinya: "Seorang pemuda berusia sekitar 25-26 tahun, di Jin-ling telah berhasil menebas putus pergelangan dua ketua berbaju emas Tian-zheng-jiao dan melukai pesilat tiga bunga Tao-chu dari Zheng-yi-bang."
Begitu kabar ini menyebar, dunia persilatan menjadi geger. Siapakah orang yang berani bermusuhan dengan Tian-zheng-jiao juga Zheng-yi-bang?
Tian-zheng-jiao dan Zheng-yi-bang adalah dua perkumpulan terbesar di dunia persilatan. Orang-orang yang berilmu rendah selalu mencari kesempatan untuk bergabung dengan Tian-zhengjiao atau Zheng-yi-bang, mereka menganggap adalah suatu kebanggaan jika bisa masuk menjadi anggota dua perkumpulan itu. Tapi pesilat muda ini dalam waktu bersamaan berhasil melukai orang-orang terpenting dari dua perkumpulan itu. Karena kabar ini, semua pesilat menebak kalau pemuda itu pasti seorang yang mempunyai dukungan kuat. Tapi begitu mereka mencari tahu pemuda yang tidak terkenal ini dan identitasnya, yang tidak jelas dari pemuda ini ternyata bermarga Ruan.
Karena kabar ini terus menyebar, pemuda bermarga Ruan ini menjadi sosok sangat misterius. Kabar ini tidak membuat Ruan-wei merasa senang, dia malah merasa malu karena penghinaan yang diterinanya dari Tuan Jian, dalam tiga jurus telah dikalahkan oleh Tuan Jian. Dia takut kalau orang-orang akan mengenalinya.
Karena itu dia kembali merubah ke wajah aslinya, pakaiannya pun diganti menjadi pakaian seorang pelajar, 'Fei-long-jian' dibungkus dengan kain hitam dan dijepit di ketiaknya. Dia juga membeli buku-buku dan dibungkus menjadi buntelan dan digendongnya di pundak. Sekarang dia seperti seorang pelajar berusia 17-18 tahun.
Musim panas telah berlalu, musim gugur telah tiba. Ruan-wei sudah sampai di selatan Huang
He.
Sekarang Ruan-wei memasuki kota 'Kai-feng'. Di kota ini jalan-jalan sangat ramai. Kota Kai-feng terlihat sangat makmur. Karena lapar Ruan-wei masuk ke sebuah rumah makan besar.
Di rumah makan itu tamunya tidak terlalu banyak, masih banyak tempat yang kosong. Dia memilih tempat yang agak pojok dan duduk di sana.
Dia memesan beberapa macam sayur terkenal, setelah melakukan perjalanan jauh dia merasa lelah. Arak yang dipesan juga arak terkenal di sana yang bernama Zhu Ye-qing. Sambil minum arak dengan santai, Ruan-wei melihat tamu-tamu yang turun naik di rumah makan itu. Meski hanya minum sedikit arak dia sudah membuat wajahnya menjadi merah karena dia tidak terbiasa minum arak.
Tiba-tiba terdengar suara denting lonceng yang sangat nyaring, ternyata ada lima perempuan cantik dan anggun datang. Mereka berdandan sangat menor dan terus tertawa-tawa. Suara gemerincing lonceng terdengar dari tangan dan kaki mereka, penampilan lima perempuan ini bukan pelayan juga bukan istri muda dari tuan kaya, tapi siapakah orang yang mempunyai nasib begitu bagus, bisa memiliki perempuan-perempuan yang begitu cantik?
Begitu mereka menaiki loteng, mereka memilih tempat tepat di depan Ruan-wei. Mereka terus mengobrol dan tertawa tapi tidak ada yang duduk.
Ruan-wei merasa kelima perempuan itu sangat cantik tapi sepertinya mereka bukan perempuan baik-baik maka muncul perasaan tidak suka. Dengan perasaan tidak suka dia melihat mereka.
Tidak lama kemudian datang seorang tuan muda dengan perawakan gemuk, dia berpakaian biru dan hijau, kulitnya sangat putih, sekali melihat sudah tahu kalau dia adalah anak orang kaya yang sejak kecil hidupnya dimanja. Di belakangnya ada lima orang perempuan ber- pakaian mewah yang mengikutinya. Kelima perempuan itu juga seperti bukan perempuan baik-baik.
Melihat tuan muda gemuk itu datang, kelima perempuan di loteng itu segera mengham-pirinya. Mereka seperti mengangkat seekor burung phoenix, mengangkatnya ke sisi meja untuk duduk.
Melihat begitu banyak tamu, pelayan segera mengantarkan sayur-sayur hingga memenuhi meja. Perempuan-perempuan itu mengeliling tuan muda yang gemuk itu. Mereka mengobrol dan tertawa tapi tidak ada yang berani duduk.
Sesudah semua sayur lengkap disajikan, tuan muda yang gemuk itu baru tertawa mempersilakan mereka duduk. Begitu mendapat perintah duduk, mereka segera menuangkan teh atau ada yang mengambilkan sayur untuk tuan muda yang gemuk itu, mereka mengurusnya seperti mengurus anak yang baru berusia tiga tahun. Ruan-wei selalu merasa mata tuan muda gemuk itu terus berkedip-kedip. Sepertinya dia adalah seorang pesilat tangguh, jika dia bukan seorang pesilat mengapa begitu tidak tahu diri?
Dia segera berpaling ke tempat lain, tidak sudi melihat orang seperti itu.
Tiba-tiba ada seorang perempuan yang tertawa dan berkata:
"Tuan Muda, malam ini aku tidak bisa menemuimu. Tadi Kakak Chun mengatakan kalau Anda sudah lama tidak mencarinya, malam ini carilah dia!" Tuan muda itu tertawa: "Hari ini aku memilihmu untuk menemaniku."
Perempuan yang lain terus menggoda perempuan yang bernama 'Ju-mei'. Ada yang berkata: "Tuan Muda sudah jatuh cinta kepadamu." Ju-mei dengan suara kecil berkata:
"Aku tidak bisa menemaini Tuan, karena hari ini aku " Tawa penuh birahi membahana ke
seluruh rumah makan, membuat kepala Ruan-wei membesar. Dia sama sekali tidak menyangka di hari yang masih begitu terang mereka berani mengeluarkan kata-kata begitu mesum. Dia memandang tuan muda gemuk yang tubuhnya seperti tumpukan sampah itu.
Banyak tamu melihat situasi tidak enak ini, mereka dengan cepat pergi sambil menggeleng-gelengkan kepala. Dalam hati Ruan-wei berpikir, 'Walaupun perempuan itu adalah istri mudanya, tapi tidak layak begitu terang-terangan berkata seperti itu didepan umum, apalagi mereka adalah dayang-dayangnya." Maka Ruan-wei cepat-cepat makan dan ingin segera meninggalkan tempat ini.
Pada waktu itu datang seorang pemuda berpakaian biru. Gurauan di meja makan segera berhenti, mereka terus melihat ke arah pemuda yang masih berdiri di depan pintu.
Karena merasa aneh, Ruan-wei ikut melihat. Pemuda itu beralis melengkung, hidung mancung, mata bening seperti air, kulitnya licin berminyak, tubuhnya bergerak ringan, sepertinya dia mempunyai daya tarik yang sangat kuat.
Dia lebih tampan beratus-ratus lipat dibandingkan pemuda-pemuda umumnya. Begitu dilihat dengan teliti, dia seperti seorang perempuan cantik.
Dia berdiri di depan pintu sambil mencari tempat duduk kosong. Akhirnya dia duduk di sisi Ruan-wei. Ketika pelayan datang, dia berkata:
"Bawakan sayur dan arak!" Tadinya para tamu mengira dia adalah perempuan yang berpakaian laki-laki tapi setelah melihat gerak gerik dan suaranya, mereka baru sadar kalau perkiraan mereka salah. Dalam hati semua orang mengeluh, 'Bagaimana di dunia ini bisa ada laki-laki begitu tampan?'
Sayur dibawakan oleh pelayan. Seorang perempuan yang tadinya melayani tuan muda gemuk itu datang dan berkata:
"Sayur dan arak pesanan tuan ini tolong pindahkan ke meja tuan mudaku."
Pelayan hanya orang kecil, melihat tuan muda gemuk itu seperti orang kaya, dia tidak bertanya lebih dulu kepada pemuda berpakaian biru itu. Sayur dan arak segera ingin dipindahkan ke meja tuan muda gemuk itu. Pemuda berpakaian biru itu menjadi marah dan melarangnya. Dia berkata kepada perempuan berpakaian mewah:
"Aku tidak kenal dengan tuan mudamu, mengapa tanpa bertanya sudah mengambil keputusan sendiri?"
Perempuan itu tertawa:
"Tuan muda kami sangat suka berteman dengan Tuan, melihat Tuan begitu tampan, dia ingin berkenalan dengan Tuan."
"Apakah benar tuan mudamu ingin berteman denganku?"
"Tentu saja! Tuan mudaku berkata kalau kami harus berteman sebanyak-banyaknya."
"Letakkan sayur itu!" bentak pemuda berpakaian biru itu.
Melihat tamunya marah, pelayan segera tertawa. Dengan aneh perempuan berpakaian mewah itu berkata:
"Mengapa Tuan Muda tidak "
Pemuda berpakaian biru itu tertawa:
"Kalau tuan mudamu yang ingin bertemu denganku, maka dia yang harus pindah kemari." Wajah perempuan itu mulai terlihat resah, dan berkata: "Ini...."
Tuan muda gemuk itu berteriak:
"Chun-nu (budak Chun), kemarilah! Kalau saudara kecil itu tidak ingin datang ke sini, biar Kakak saja yang kesana saja!" Dia menunggu pemuda berpakaian biru itu setuju, dia sudah memanggil pemuda itu saudara kecil.
Pemuda berpakaian biru itu kelihatan tidak senang, dia melihat keluar jendela.
Wajah bulat tuan muda gemuk bertambah senang, tangannya menepuk-nepuk, dia berjalan menghampiri meja pemuda berpakaian biru itu. Perempuan-perempuan itu segera memindahkan semua sayur dan arak.
Tuan muda gemuk itu berdiri di depan pemuda berpakaian biru dan memperkenalkan dirinya: "Kakak bermarga Jian dan bernama Shao-wu, siapakah marga Adik?" Dengan sopan pemuda berpakaian biru itu menjawab: "Margaku Wen dan namaku Yi."
"Ternyata Adik Yi " Dia memberi tanda dengan tangannya, sayur dan arak sudah berada di
atas meja.
Jian Shao-wu tanpa sungkan menarik kursi dan duduk di sana, dia tertawa: "Aku sudah berteman dengan banyak orang. Melihat Saudara begitu tampan, terpaksa dengan muka tebal aku jadi ingin berteman."
Pemuda berpakaian biru itu tertawa dengan terpaksa:
"Aku tidak berpengalaman dan tidak senang mengobrol, nanti akan membuat Tuan Muda kecewa."
Jian Shao-wu tertawa terbahak-bahak: "Aku tidak akan kecewa, tidak akan kecewa! Adik begitu tampan, jika didandan akan menjadi seorang perempuan yang sangat cantik, dan membuat banyak lelaki jatuh cinta." Dia membalikkan kepala dan bertanya, "Apakah kata-kataku ini benar?"
"Jika Tuan Muda. Wen didandan menjadi seorang perempuan, dia pasti akan lebih cantik 30% dariku!" jawab Chun-nu.
Jian Shao-wu berkata lagi: "Sana, sana! Mana bisa kalian bersaing dengannya, jangan menghina adikku."
Sikapnya sangat cabul, dia menjadikan pemuda berpakaian biru itu seperti pacarnya.
Wen-yi benar-benar marah, Ruan-wei juga merasa tidak enak mendengar kata-kata penghinaan
tadi.
Jian Shao-wu berkata lagi: "Chun-nu, tuangkan arak!"
Perempuan berpakaian mewah itu menuangkan dua cangkir besar arak. Dengan tangannya yang gemuk, Jian Shao-wu memberi-kan secangkir arak pada Wen-yi: "Adik kecil, mari kita bersulang!"
Wei Yi mulai marah kepada tuan muda gemuk ini, mana mungkin dia sudi meminumnya. Dia menolak:
"Aku tidak bisa minum, silakan Tuan minum sendiri!" Dia membawa dompet dan siap-siap akan membayar.
Dengan muka tebal Jian Shao-wu berkata lagi:
"Adik kecil, mengapa sudah memesan sayur dan arak malah tidak dimakan? Berarti kau berbohong, bagaimana pun arak ini harus kau minum." Wen-yi mengerutkan alis:
"Aku benar-benar tidak bisa minum. Aku harap kau jangan memaksaku."

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang