68. Kupu-kupu yang Memberi Kabar

1K 25 0
                                    

Langkah gadis itu terlihat lebih ringan, hatinya juga lebih senang karena dia merasa telah membantu orang, bisa membuat hati yang cemas dan khawatir menjadi senang. Dengan senang dia berkata:
"Ternyata membantu orang adalah hal yang menyenangkan " Tiba-tiba seekor kupu-kupu
terbang melewatinya, dia berkata, "... terbang kesini lalu kesana, apakah kau juga ingin menasehati orang?"
Dia mengusir kupu-kupu ini tapi hanya sebentar kupu-kupu itu terbang ke arahnya lagi. Dia mengerutkan hidungnya, tiba-tiba kedua tangannya dibuka, dia berusaha menangkap kupu-kupu itu, tapi kupu-kupu itu merentangkan sayapnya lalu terbang jauh, di bawah sinar matahari dia melihat sayap kupu-kupu berwarnaitu sangat indah.
Dia melihat sekelilingnya, tidak ada siapa pun, tiba-tiba dia mengangkat kakinya, dia berlari beberapa meter untuk menangkap kupu-kupu itu.
Tapi tidak berhasil juga. Dia membentak, ujung kakinya bertumpu keranting pohon, tubuhnya yang langsing terbang ke atas. Dia bertekad, kali ini harus berhasil menangkap kupu-kupu itu. Tubuhnya yang ringan, bajunya berwarna merah muda terbang di udara, bukankah dia sama seperti seekor kupu-kupu yang berwarna-warni? Ujung kakinya bertumpu ke atas daun, dia maju beberapa meter. Melihat sayap kupu-kupu yang indah, tangannya dengan pelan menepuk. Dari telapaknya keluar angin lembut.
Angin diarahkan kepada kupu-kupu itu dan kupu-kupu itu pun terjatuh.
Dia tertawa senang, dia berlari ke tempat di mana kupu-kupu itu jatuh tadi. Tempat kupu-kupu jatuh adalah semak-semak hutan. Dia berpikir jika kupu-kupu itu terjatuh kesana dia harus bisa menyambutnya maka dia mengatur nafas dan siap untuk terbang. Tapi...
Ketika dia melihat, dia terkejut dan berteriak. Kedua tangannya direntangkan, dia naik 3 meter lagi.
Ternyata ketika dia akan turun, di sana ada seseorang yang sedang duduk seperti patung. Begitu mendengar teriakannya, pelan-pelan orang itu menoleh.
Begitu pandangan mereka beradu Dia berteriak lagi, dia turun di sisi orang itu. Dia menunjuk
orang yang sedang duduk, lalu berkata dengan nada terkejut:
"Kau... kau... Lu Nan-ren!" Di musim semi yang masih terasa dingin, duduk sambil menghadap kearah gundukan tanah kuburan istrinya orang itu adalah Yi-feng. Dia duduk semalaman di sini. Begitu menoleh, dia melihat ada seorang gadis belia memanggilnya dengan nama yang hampir dilupakannya sama sekali. Dia bergerak untuk melihat. Dia berkata dengan senang: "Kau... kau putri Pendekar Ling?" Gadis itu tertawa:
"Benar, aku adalah Ling-lin, tidak disangka kau masih ingat kepadaku." Kemudian dia melihat ada gundukan tanah yang masih baru, kemudian dia melihat Yi-feng, matanya berkedip. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi terakhir dengan pelan dia berkata:
"Lu...Paman Lu, mengapa kau duduk di sini? Apakah... apakah "
Yi-feng menarik nafas memotong: "Sudah lama kita tidak bertemu, kau sudah besar. Aku... aku juga sudah semakin tua... tua." Pelan-pelan Yi-feng berdiri, dengan kaku dia melihat Ling-lin, "Mengapa kau bisa berada di sini? Di mana ibumu? Selama ini kalian tinggal di mana?" Kemudian Yi-feng tiba-tiba teringat kalau ibu dan anak ini berjanji akan mempelajari ilmu silat yang diajarkan San-xin-shen-jun. Maka dia pun bertanya, "Mengapa kau tidak belajar ilmu silat kepada Tetua San-xin malah berada di sini?"
Sorot mata terang Ling-lin melihat wajah Yi-feng yang pucat, tiba-tiba dia tertawa:
"Baru setahun lebih berlalu, mengapa Paman Lu mengatakan kalau Paman sudah tua?"
Yi-feng tertawa kecut:
"Kau masih muda, kau pasti tidak akan tahu, ada sebagian orang dalam waktu semalam dia akan cepat tua. Hhhhh...seperti waktu 10 tahun tapi sebagian orang melewati waktu 10 tahun itu hanya sekejap mata."
Suara Yi-feng terdengar pelan juga rendah seperti menjawab pertanyaan Ling-lin juga seperti bicara pada dirinya sendiri. Ling-lin melihat gundukan tanah yang baru itu, dia tahu di dalam gundukan tanah itu pasti ada yang membuat Paman Lu menjadi sedih tapi dia tidak berani bertanya.
Dia hanya tertawa ringan:
"Tadinya aku dan ibuku belajar ilmu silat kepada guru, hanya saja sepertinya guru sedang banyak urusan. Beliau hanya mengajariku selama beberapa bulan, lalu beliau mengatakan ingin pergi ke gunung untuk mencari obat. Ketika beliau akan pergi beliau berpesan kepadaku agar belajar silat selama setengah tahun sendiri, kemudian bila aku pergi, beliau menyerahkan keputusannya padaku."
Yi-feng menjawab dengan Oh, sorot matanya yang kaku melihat Ling-lin. Dia merasa hanya dalam waktu setahun lebih, telah terjadi perubahan besar. Dulu Ling-lin adalah gadis kecil sekarang dia sudah tumbuh besar.
Melihat ini, hati Yi-feng merasa hangat. Dia dan ibu anak ini belum begitu lama bertemu tapi mereka bersama-sama melewati hari-hari antara hidup dan mati. Waktu yang telah mereka lewati tidak akan pernah dilupakan oleh Yi-feng, sekarang melihat Ling-lin, dia seperti bertemu teman lama yang sudah lama tidak ditemuinya.
Karena itu dari sudut mulut Yi-feng muncul senyum tipis dan berkata:
"Karena itu kau hanya berlatih silat selama setengah tahun lantas kau keluar untuk bermain, apakah ibumu tidak merasa khawatir?"
Ling-lin terus melihatnya karena dia sebenarnya hampir melupakan Yi-feng, hanya saja ibunya sering memberitahu padanya ada seseorang yang sangat pemberani juga berpandangan lurus, telah menolong nyawanya dari siluman 'Duo-ming-shuang-si'.
Sampai sekarang dia baru tahu walaupun hanya bertemu sekali dan dalam keadaan tergesa-gesa, tapi sudah memberikan kesan yang sangat mendalam, sampai dia melihatnya sekarang, Ling-lin langsung tahu siapa Yi-feng.
Ling-lin terus melihat Yi-feng, dia begitu tampan juga dewasa, sorot matanya tajam, seperti bisa tahu apa yang sedang dia pikirkan, hidungnya yang mancung memberikan kesan kalau dia sangat kuat. Tapi ketika dia tersenyum, wajahnya yang kuat berubah menjadi begitu lembut.
Begitu Ling-lin mengangkat kepalanya, pandangannya bertemu dengan mata Yi-feng, sepertinya dia masih menunggu jawaban Ling-lin, karena itu dengan pelan Ling-lin tertawa.
"Aku bukannya kabur, tapi aku kemari bersama ibu, dia kemari karena ingin mencari seseorang, karena itu aku ikut ibu kemari."
Dia membereskan rambutnya, berkata lagi:
"Paman Lu, sepertinya kau sedang mengalami sesuatu yang tidak enak di hati, apakah Paman bisa memberitahuku? Biarkan... biarkan aku membantumu, kata ibu kalau ada hal yang tidak enak dan selalu tersimpan di hati itu sangat tidak baik. Paman Lu, apakah perkataan ibu itu benar?"
Yi-feng tertawa, tiba-tiba dia merasa gadis ini masih polos dan lucu.
Pelan-pelan dia berjalan mendekat, dia menepuk-nepuk pundak Ling-lin, tawanya tetap tidak bisa menutupi wajah pucatnya, lebih-lebih tidak bisa menutupi sorot matanya yang sedih. Tapi Yi-feng berusaha untuk tertawa, dia merasa tangan yang menepuk pundaknya begitu besar dan hangat. Siapa pun akan menyerahkan hidupnya di tangan orang seperti Yi-feng.
Yi-feng tertawa dan berkata:
"Apa pun yang dikatakan ibumu pasti benar... kelak... aku akan memberitahumu apa yang kurasakan tidak enak ini."
"Apakah benar, Paman Lu? Jangan bohongi aku."
Diam-diam Yi-feng berpikir, 'Hatiku yang terluka, kepada siapa aku bisa berbagi? Hhhhh... " Melihat mata Ling-lin begitu serius, dalam hati Yi-feng mengeluh, tapi di mulut dia berusaha berkata:
"Aku tidak akan membohongimu, sekarang apakah kau akan membawaku mencari ibumu?"
Ling-lin tertawa, di pipinya yang kemerahan terlihat ada dua lesung pipi yang dalam, dengan senang Ling-lin menarik tangan besar Yi-feng dan mengajaknya berjalan sambil tertawa:
"Baiklah aku akan membawa Paman mencari ibu, kalau ibu bertemu dengan Paman, ibu pasti akan merasa gembira. Paman Lu, apakah kau tahu ibu selalu menyebut-nyebut nama Paman, dan menurut ibu, Paman adalah seorang yang pemberani serta sangat baik kepada kami, hanya sayangnya ibu tidak tahu selama ini Paman pergi ke mana. Ha ha ha!...kalau ibu melihat Paman muncul bersama denganku, tebak lah apa yang akan terjadi?"
Yi-feng mengikutinya keluar dari hutan, sebelum meninggalkan tempat itu, Yi-feng menoleh ke belakang melihat ke arah gundukan tanah baru itu. Karena di dalam gundukan itu ada orang yang akan beristirahat selamanya di sana. Orang itu adalah orang yang pernah dia cintai. Dia membalikkan kepalanya lagi ke depan, di depannya sekarang terhampar sinar matahari yang cerah, dedaunan berwarna hijau, bumi yang memperlihatkan kehidupan, serta tawa yang lembut dan manis.
Yi-feng menghela nafas, dia merasa hidupnya tetap indah, dunia yang penuh dengan cinta terhadap sesama manusia untuk apa terus tenggelam di dalam kesedihan?
Karena itu dia segera menegakkan dada, memegang erat tangan kecil Ling-lin yang terasa hangat dan siap melangkah ke depan.
o-o-o  

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang