Setelah pamit pada Ba-gua-zhang Fan Zhong-pin, Ruan-wei berlari ke penginapan di mana dia menginap. Luka beratnya baru sembuh. Setelah tiba di penginapan, wajahnya masih pucat seperti kertas.
Tiba-tiba di belakangnya ada yang memanggil: "Saudara Ruan! Saudara Ruan!"
Seorang laki-laki memakai kemeja, tangan kirinya menuntun kuda, lengan baju kanannya kosong dan berkibar tertiup angin. Di atas kuda terikat dua bungkusan. Dia adalah orang yang sebulan lalu bertemu dengannya dan memberi tahu Ruan-wei untuk mencari Fan Zhong-pin.
Orang yang tangannya tinggal satu itu tersenyum mendekatinya. Ruan-wei dengan hormat berkata:
"Ternyata Paman, apa kabar?"
Orang yang tangannya tinggal satu itu tertawa:
"Aku datang mencari seorang tetua, tapi aku tidak menemukannya. Untung aku bertemu dengan teman lama. Sebulan ini aku bermain hingga puas dan aku membawa pulang teh yang terkenal dari sana, benar-benar perjalanan yang menyenangkan."
Sambil berkata seperti itu dia menunjuk bungkusan yang terikat di punggung kuda, dengan bersemangat dia berkata:
"Istriku paling senang minimi teh jenis ini, kali ini aku membawa begitu banyak, dia pasti merasa senang!"
Mengingat istrinya, dia tertawa. Dari sini dapat diketahui kalau dia sangat sayang pada istrinya. Ruan-wei melihat orang begitu gembira. Ruan-wei merasa iri: "Paman, hatimu benar-benar baik!"
Sekarang orang yang tangannya tinggal satu itu baru melihat wajah Ruan-wei yang pucat. Dengan aneh dia bertanya:
"Saudara kecil, ada apa, kenapa wajahmu "
Mengingat masa depannya yang suram, Ruan-wei menundukkan kepalanya. Orang yang tangannya tinggal satu itu bertanya lagi: "Saudara kecil, apakah kau sudah menemui Ba-gua-zhang Fan Zhong-pin?" Melihat dia begitu ramah seperti perlakukan keluarga sendiri, Ruan-wei menarik nafas dan berkata:
"Aku bodoh maka aku tidak diterima oleh Tetua Fan!"
Dengan pandangan tidak percaya orang yang tangannya tinggal satu itu berkata: "Orang yang begitu berbakat sepertimu ditolak oleh Pak Tua Fan, apakah ini tidak salah?" Kemudian dia berkata lagi: "Mari kita bicara di rumah makan dulu."
Mereka pun pergi ke rumah makan yang berada paling dekat, setelah memilih tempat khusus, sambil sarapan mereka mengobrol dan Ruan-wei menceritakan apa alasannya sehingga dia ditolak oleh Ba-gua-zhang Fan Zhong-pin.
Sesudah mendengar itu orang yang tangannya tinggal satu itu berkata:
"Pantas Fan Zhong-pin tidak mau menerima murid lagi. Sebenarnya ilmu silatnya sangat tinggi tapi jika dibandingkan dengan murid-murid yang diajar oleh orang aneh itu, diajauh tertinggal!"
Kemudian dia memejamkan mata, sepertinya dia sedang mengenang masa lalu kemudian dia berkata:
"Ketika itu tepatnya 11 tahun yang lalu, aku juga pernah mendengar kalau pemuda itu adalah murid pak tua tanpa nama dari Qing-hai. Ilmu silatnya tinggi dan sombong. Mungkin hal ini telah melukai hati Fan Zhong-pin tapi Fan Zhong-pin sendiri terlalu meremehkan ilmu silatnya."
Dengan aneh Ruan-wei bertanya:
"Siapa pak tua tanpa nama itu? Dia bisa mengajarkan ilmu silat yang membuat Tetua Fan menjadi gentar!"
Mata orang yang tangannya tinggal satu itu bersorot bingung. Dia berkata:
"Pak tua tanpa nama ini masih mengajar seorang murid yang mempunyai ilmu silat tinggi,
pintar, juga lincah tapi sayang... hhhh! Mana boleh aku menjelekkan orang lain di belakang
mereka "
Tapi dengan cepat dia sudah kembali tenang dan berkata pada Ruan-wei:
"Pak tua tanpa nama ini di dunia persilatan termasuk orang yang sangat aneh. Hanya beberapa orang saja yang pernah bertemu dengannya, yang lain hanya tahu kalau di Qing-hai ada seorang pak tua tanpa nama yang sifatnya aneh."
Ruan-wei tiba-tiba teringat sesuatu, dia tertawa dan bertanya:
"Xiao Wei belum mengetahui nama Paman?"
Orang yang tangannya tinggal satu itu tertawa:
"Aku menanyakan namamu tapi Aku sendiri lupa memperkenalkan diri. Namaku adalah Zhong-jing, aku tinggal di Jin-ling, aku mempunyai istri dan seorang putri. Mertua perempuanku tinggal bersama kami."
"Paman Zhong, kau datang jauh dari Jin-ling, benar-benar bukan hal mudah."
"Ketika di Jin-ling, aku mendengar ada seorang tetua yang selama 10 tahun tidak pernah bertemu, muncul di sini maka istriku menyuruhku ke sini untuk melihat. Jika tetua ini muncul di tempat lebih jauh pun, aku tetap akan datang untuk melihatnya. Jika bukan karena tetua ini mengobatiku, seumur hidup aku hanya tinggal di ranjang dan menjadi orang cacat."
Zhong-jing mengganti topik pembicaraan:
"Adik kecil, mengapa kau meninggalkan keluargamu dan berkelana di dunia persilatan, dan mencari guru untuk belajar ilmu silat?" Wajah Ruan-wei terlihat sedih:
"Aku sudah tidak mempunyai keluarga lagi. Ibuku dibunuh, adik laki-laki dan adik perempuan
sudah terpencar entah ke mana, dan... dan... siapa ayah kandungku pun, aku tidak tahu "
"Apakah ayah kandungmu bukan bermarga Ruan?"
Ruan-wei menggelengkan kepala: "Aku meninggalkan kampung halaman karena ingin belajar
ilmu silat demi membalaskan dendam ibuku. Alasan satu lagi adalah mencari ayah kandungku.
Ketika ibu meninggal, dia memberitahuku kalau ayah kandungku bermarga Lu "
Degan terkejut Zhong-jing berdiri. Dengan suara gemetar dia bertanya:
"Apakah kau benar-benar bermarga Lu?"
Karena Zhong-jing berdiri, dari loteng dia bisa melihat jelas pejalan kaki yang lalu lalang. Tiba-tiba di antara pejalan kaki itu terlihat sosok tinggi besar memakai baju pelajar juga berwajah tampan. Dia adalah tetua yang dicarinya setengah mati.
Dengan terburu-buru dia keluar tapi tidak lupa berpesan kepada Ruan-wei:
"Jangan pergi dulu, ada hal sangat penting yang ingin kubicarakan denganmu. Sekarang aku
ada urusan penting, sebentaraku akan kembali "
Dia berlari turun dari loteng. Dari atas loteng Ruan-wei melihat Zhong-jing berlari ke arah orang yang dicarinya. Kuda yang ditungganginya pun lupa dibawa.
Dengan penuh tanda tanya Ruan-wei duduk kembali, 'Ada apa sehingga dia harus pergi dengan tergesa-gesa? Apakah telah terjadi sesuatu? Apa yang membuatnya terkejut? Sepertinya dia telah melihat tetua yang dicarinya! Tapi begitu mendengar aku bermarga Lu, kenapa dia begitu terkejut? Ada hal penting apa yang ingin dibicara-kan denganku?"
Matahari sudah terbenam, malam sudah tiba. Ruan-wei masih terus menunggu di rumah makan itu tapi Zhong-jing belum kembali. Rumah makan akan tutup, terpaksa Ruan-wei meninggalkan rumah makan ini. Sambil menuntun kuda Zhong-jing, dia kembali ke penginapan.
Malam sudah tiba. Pejalan kaki masih berlalu lalang.
Dengan susah payah Ruan-wei baru tiba di penginapan tapi dari tidak jauh dari sana ter-dengar ada suara perempuan yang memanggil. "Ruan-wei! Ruan-wei!... "
Ruan-wei menoleh. Jalan masih ramai, siapakah yang memanggilnya? Karena Ruan-wei tidak kenal dengan seorang gadis pun, mungkin Ruan-wei telah salah dengar.
Dia masuk ke penginapan dan berpesan agar pelayan mengurusi kuda yang dibawanya. Barang yang terikat di punggung kuda diturunkan dan dibawanya masuk ke dalam.
Begitu masuk kamarnya, dia mulai merasa tidak enak badan, kepalanya sakit. Setelah duduk, dia mulai batuk kemudian dari mulutnya mengeluarkan darah lagi. Ternyata luka dalamnya masih belum sembuh total walaupun sudah diobati oleh Ba-gua-zhang Fan Zhong-pin dadanya tetap sakit. Setelah melewati satu hari penuh, lukanya kambuh lagi.
Baru saja dia mengeluarkan satu tangannya untuk menyeka darah di bibirnya, pintu kamarnya diketuk. Karena mengira yang datang adalah pelayan maka dia berseru:
"Masuklah!"
Pintu kamar terbuka, muncul seorang gadis cantik yang kepalanya dibungkus oleh kain dan berbaju ungu ketat. Di balik punggungnya terselip pedang. Ruan-wei segera mengenali gadis ini. Gadis ini adalah penolongnya dan yang membawa meninggalkan tempat tinggal Gongzi Shi-san-tai-bao, nona Gongsun. Dia juga yang mengatakan kalau ilmu silat Ruan-wei sangat rendah.
Ruan-wei segera menyembunyikan sapu tangan kebelakang tubuhnya, kalau tidak, nona itu pasti akan menertawakannya lagi.
Karena terburu-buru membersihkan darah, di bibirnya masih tersisa darah. Sorot mata gadis ini tajam dan dia sudah melihatnya. Dia ingin tertawa dan berkata:
"Jangan terlalu tegang, aku tahu kau terluka di tempat Paman Fan!"
Di luarnya Ruan-wei tampak sangat ramah, sebenarnya di dalam hati dia sangat tinggi hati. Dari kata-kata nona Gongsun tadi, sepertinya nona ini sudah tahu asal usul luka dalam Ruan-wei. Karena malu, dia pun muntah darah lagi.
Gadis berpakaian ungu itu tampak sangat cemas juga terkejut. Dia berteriak:
"Tahan nafas dulu!" Kemudian dari balik baju dadanya, dia mengeluarkan sepasang botol kecil berwarna putih kemudian dia mengeluarkan pil merah sebesar kelengkeng. Dia berkata, "Cepat minum obat ini!"
Pil ini mengeluarkan wewangian yang sedap, membuat orang yang telah mencium wangi ini merasa segar. Ruan-wei tahu itu adalah obat untuk luka dalam. Tapi karena dia membenci gadis ini, maka mulutnya, tetap terkatup rapat sambil menggelengkan kepala menolak memakan obat ini.
Gadis berpakaian ungu ini jadi cemas, maka dia segera menotok nadi dada Ruan-wei kemudian tangan kirinya mendorong dahi Ruan-wei, lalu obat itu dimasukkan ke mulut Ruan-wei.
Karena Ruan-wei tidak bisa bergerak, begitu obat itu masuk ke mulutnya, dia segera menelannya.
Gadis berpakaian ungu seperti tidak tahu aturan bahwa laki-laki dan perempuan tidak boleh terlalu dekat. Dia menggendong Ruan-wei dan diletakkan di atas ranjang kemudian membuka baju luar Ruan-wei dan mencopot sepatunya. Dari kecil Ruan-wei banyak membaca buku maka dia sangat tahu aturan yang berlaku di masyarakat. Sekarang dia diperlakukan seperti ini oleh gadis berpakaian ungu, dia benar-benar malu dan wajahnya pun menjadi merah.
Melihat Ruan-wei begitu malu, gadis berpakaian ungu itu tertawa terbahak-bahak. Dia seorang gadis yang teliti, setelah membuka baju dan sepatu Ruan-wei, dia pun menyelimuti Ruanwei, benar-benar sangat telaten. Melihat gadis ini begitu baik kepadanya, Ruan-wei meiasa berterima kasih dan diam-diam berpikir, 'Umur gadis ini lebih tua beberapa tahun dengan dariku, jika dia mengurus aku seperti seorang kakak, mengapa kami tidak boleh dekat-dekat?" Karena berpikir seperti ini, sikapnya tidak kaku lagi.
Gadis berpakaian ungu itu berpesan: "Tidurlah! Besok pagi kau akan sembuh, aku akan berpesan kepada pelayan supaya jangan mengganggumu."
Gadis itu lalu keluar kamar. Begitu terbangun hari sudah siang. Ruan-wei tertidur selama 5-6 jam. Saat duduk tubuhnya terasa lebih segar, lalu dia pun duduk bersila untuk mengatur nafas. Tubuhnya benar-benar terasa segar. Diam-diam dia merasa terkejut dan berpikir, 'Benar-benar aneh, mengapa aku bisa mengatur nafas lebih cepat dari biasanya beberapa kali lipat?'
Sebetulnya obat yang diminum semalam adalah obat 'Long-hu-wan' (pil naga dan harimau) yang dibuat oleh 'Fei-long-jian ke' Pendekar Gongsun yang bersembunyi selama beberapa puluh tahun di perbatasan Xi-zhang (Tibet).
Setelah dia minum 'Long-hu-wan' kecuali tenaga dalamnya bertambah kuat 3 tahun, obat ini melancarkan darah di sekujur tubuhnya.
Pintu kamar lalu dibuka, nona Gongsun sudah mengganti bajunya dengan baju panjang berwarna ungu, pundaknya tertutup oleh syal kulit berwarna ungu. Dia membawa makanan yang masih mengepul dan berjalan ke arahnya.
Sarapan pagi yang panas. Gadis itu tertawa: "Apakah kau merasa lebih baik? Makanlah, kau akan merasa lebih baik dan nyaman."
Karena sangat berterima kasih, Ruan-wei memanggil:
"Kakak "
Nona Gongsun malah dengan malu-malu berkata:
"Jangan panggil aku kakak. Ayahku memanggilku Lan-er, kau juga bisa memanggilku Lan-er." Sejak kecil Gongsun Lan ikut ayahnya tinggal di perbatasan Tibet, sifatnya sudah seperti perempuan Tibet, sangat terbuka dan ramah. Ruan-wei memanggilnya lagi: "Lan... Kakak Lan...."
Dia tetap tidak terbiasa memanggil Lan-er maka nona Gongsun pun mulai marah.
"Kakak Lan, sama dengan memanggil kakak juga!"
"Kakak Lan, terima kasih " katanya lagi
Dia hanya bisa mengucapkan terima kasih, perkataan lainnya tidak bisa terucap. Gongsun Lan jadi tertawa:
"Sudahlah, jangan terus memanggilku kakak, ayo cepat makan!"
Ruan-wei menurut, dia pun duduk dan mulai makan. Karena dari sore kemarin dia belum makan maka dia merasa sangat lapar, makanan nya terasa wangi dan manis. Gongsun Lan yang berdiri di sisinya ingin tertawa melihat cara Ruan-wei makan.
Ruan-wei telah menghabiskan makanan yang ada di dalam piring, tapi, dia masih merasa lapar. Dengan malu-malu dia berkata:
"Kakak Lan, mengapa bisa mengenal Tetua Fan?"
Sambil tertawa Gongsun Lan menjawab: "Sebenarnya aku tidak sengaja tahu kalau kau terluka. 7 tahun yang lalu, Paman Fan pernah datang ke Tibet, ke rumahku. Setiap hari beliau selalu mengobrol dengan ayahku. Saat itu usiaku baru 10 tahun, setiap hari aku selalu berada di dekatnya agar beliau mau mengajariku ilmu silat. Kali ini aku datang ke Zhong-yuan untuk mengunjunginya."
Melihat Ruan-wei penuh perhatian mendengar perkataannya, dia merasa lebih bersemangat lagi untuk bercerita:
"Kau baru meninggalkan tempat Paman Fan, dan aku kebetulan akan ke sana. Melihat dia termenung di depan pintu, aku menanyakan dari mana asalnya darah ini? Awalnya beliau tidak ingin memberitahukannya padaku, tapi karena aku terus mendesak akhirnya beliau baru menceritakan kejadiannya dari awal sampai akhir, kau ingin belajar ilmu silat kepadanya. Maka aku pun segera menyusulmu."
Setelah itu Gongsun Lan tertawa melihat Ruan-wei.
Ruan-wei duduk dengan tenang. Sehabis mendengar cerita Gongsun Lan, kebencian pada Nona Gongsun pun menghilang, dia juga tidak mempermasalahkan keadaannya karena gagal menjadi murid Fan Zhong-pin.
Dengan santai dia berkata: "Aku mempunyai dendam yang dalam dan harus dibalas. Kali ini Tetua Fan tidak bisa menerimaku menjadi muridnya, aku harus mencari guru lain. Walaupun merasa lelah dan sulit, aku tetap akan berjalan untuk mencari guru."
"Ikutlah denganku ke Tibet, biar ayahku yang mengajarimu ilmu silat."
Karena sifat Gongsun Lan sangat terbuka, dia tidak berpikir panjang mencetuskan pikirannya. Ruan-wei dengan nada berterima kasih bertanya:
"Kakak Lan, apakah ayahmu tidak akan meremehkanku?"
Gongsun Lan melihat Ruan-wei setuju dengan idenya. Dengan senang dia berkata:
"Menurut Paman Fan, kau adalah orang yang sangat berbakat dalam ilmu silat. Ayahku tidak mirip Paman Fan. Jika dia bertemu dengan-mu, dia pasti akan mengajarimu ilmu silat."
Dengan pelan-pelan Ruan-wei berkata:
"Aku... ke Tibet, sepertinya tidak akan leluasa."
Maksud Ruan-wei adalah seorang laki-laki dan perempuan melakukan perjalanan jauh sepertinya tidak akan leluasa. Tapi Gongsun Lan sudah berkata:
"Mengapa tidak leluasa? Jarak dari sini ke Tibet memang jauh tapi aku hafal jalan ke sana, aku jamin kita tidak akan tersesat asalkan kita tidak berpencar maka keadaan akan aman-aman saja."
Mendengar Gongsun Lan begitu sungguh-sungguh, Ruan-wei jadi bertekad mengikutinya ke Tibet, daripada dia seorang diri berkelana di Zhong-yuan.
Hari ini karena Ruan-wei harus menunggu Zhong-jing ditambah lagi dia baru sembuh maka Gongsun Lan tidak tergesa-gesa melanjutkan perjalanan dan berjanji besok akan berangkat ke Tibet bersama dengan Ruan-wei.
Gongsun Lan seperti seekor burung pipit dia mengobrol dan tertawa senang di kamar Ruan-wei, dia juga menyiapkan keperluan besok untuk melakukan perjalanan jauh. Walaupun dia lebih tua tiga tahun dari Ruan-wei tapi dalam pembicaraan atau pekerjaan, dia lebih pintar dan lincah.
Setelah malam tiba, semua orang tertidur, keramaian yang terjadi di pagi hari tidak terdengar. Akhirnya bumi menjadi hening.
Ruan-wei juga sudah tidur, di dalam tidur dia bermimpi, dia seperti mendengar ada suara jendela dibongkar maka dia pun segera bangun. Orang yang berada di luar jendela sepertinya tahu suara ini membangunkan Ruan-wei maka orang itu pun segera berhenti membongkar. Tidak lama kemudian terdengar ada suara dari luar yang berkata:
"Aku orang yang telah membunuh ibumu!" Tadinya Ruan-wei mengira yang membongkar jendela adalah pencuri tapi begitu mendengar kalau orang itu adalah orang yang telah membunuh ibunya yaitu 'Shen-long-shou' Li Ming-zheng, karena dendam, tanpa pikir panjang dia langsung membuka jendela dan meloncat keluar.
Di depan jendela dalam jarak beberapa meter, bayangan seseorang yang gemuk melambai-kan tangan. Melihat orang itu adalah Li Ming-zheng, dia tidak berpikir panjang apakah ini adalah perangkap atau bukan. Hanya beberapa menit, mereka sampai di lapangan pinggiran kota. Orang yang pendek dan gemuk itu tiba-tiba berhenti menunggu Ruan-wei.
Dia tertawa terbahak-bahak kemudian dari balik pohon keluar dua bayangan manusia. Mereka berdiri di kiri dan kanan Ruan-wei.
Begitu dilihat dengan benar, mereka adalah Hua Li-ji dan Ma-xin-jian. Diam-diam Ruan-wei berpikir, 'Gongzi Shi-san-tai-bao telah datang 3 orang.'
Karena Ruan-wei dikurung oleh 3 orang, maka dia tidak berani menyerang Li Ming-zheng untuk membalaskan dendam ibunya.
Wajah bulat Li Ming-zheng tertawa seram:
"Bocah, orang yang telah membunuh ibumu ada di sini, ayo kemarilah!" ^1
Tapi Ruan-wei tampak tenang, dia tahu jika pukulannya tidak mengena Li Ming-zheng, maka dia akan mati di tangan ketiga orang ini.
Diam-diam dia mengerahkan semua tenaganya di sepasang tangannya, asalkan dia bisa membunuh salah satu dari mereka, mati pun dia rela.
Li Ming-zheng berteriak:
"Bocah tengik. Kau harus tahu diri, cepat keluarkan buku kain pemberian setan Zhuang, baru kami akan memaafkanmu dan tidak membunuhmu."
Dalam hati Ruan-wei berpikir, 'Mengapa mereka tahu aku menyimpan Tian-long-jian-jing milik Paman Zhuang?'
Tiba-tiba dia teringat pada keselamatan Paman Zhuang, dengan suara gemetar dia bertanya:
"Apa yang kalian lakukan terhadap Paman Zhuang?"
Wajah Li Ming-zheng bergetar, dengan nada seram dia menjawab
"Setan Zhuang mempunyai plakat Zheng-yi-bang, kami Gongzi Shi-san-tai-bao bukan orang bodoh, kami tidak akan mencarinya. Tapi umurnya juga tidak akan panjang, tidak butuh waktu satu bulan dia pasti akan mati."
Mendengar perkataan ini, Ruan-wei benar-benar sedih, air matanya menetes.
Li Ming-zheng tertawa:
"Menurut para biksu di kuil itu, di dunia ini hanya kau yang menjadi keluarganya. Tampaknya kata-kata ini tidak salah."
Dengan galak Ruan-wei menjawab: "Kalau benar, lalu kenapa?" Li Ming-zheng tertawa:
"Kalau benar, itu lebih baik, karena setelah dia mati, kami mencari barang peninggalan setan Zhuang ternyata tidak ada, benar-benar membuat kami kecewa. Untung adik kesembilan pintar, dia mengatakan bahwa setan Zhuang sadar dia tidak akan hidup lama dia pasti memberikan benda yang paling berharga..Tian-long-jian-jing kepada orang yang terdekat. Kami pikir kata-kata Lao-jiu (nomor 9) tidak salah. Begitu kami mencari tahu, benar saja, orangyang dekat dengannya, ...kau!" Ruan-wei menangis:
"Seumur hidup Paman Zhuang hanya sendiri, kalian benar-benar orang yang tidak punya perasaan, mengapa kalian membunuhnya?" TawaLi Ming-zheng seperti burung hantu:
"Di dunia ini hanya kau yang membelanya, sungguh membuat dia bahagia. Tapi dia tidak tahu
kalau Tian-long-jian-jing yang diberikan kepada-mu malah akan membuatmu sengsara!" Segera Ruan-wei teringat pada pesan Zhuang Shi-yan, dia mengatakan supaya jangan ada
orang yang mengetahui bahwa 'Tian-long-jian-jing' berada di tangannya, maka dia pun berhenti
menangis dan berteriak:
"Aku tidak mengerti apa maksudmu, lebih-lebih tidak mengerti apa itu 'Tian-long-jian-jing'?"
"Kau benar-benar tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti?" Li Ming-zheng tertawa
"Aku hanya tahu kau yang membunuh ibu dan pamanku!" jerit Ruan-wei
Pelan-pelan Li Ming-zheng mendekatinya, dengan nada seram dia berkata:
"Cobalah ilmu silatku, setelah itu aku akan melepaskan urat dan tulangmu. Waktu itu kau pasti
akan tahu tentang semua ini."
Ruan-wei menyiapkan tenaga untuk melawan.
Saat itu sebuah cahaya datang seperti kilat, Li Ming-zheng segera meloncat ke atas. Cahaya itu lewat di bawah kakinya.
Kemudian terdengar suara perempuan yang berkata: "Kalian jangan memaksanya!"
0-0-0
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu Long
Narrativa generaleDi dalam cerita THPH, ada tiga orang jago pedang yang mewarisi ilmu dari Chang Man-tian - salah satu tokoh dalam Pedang Sakti Langit Hijau, karya pertama Gu Long. Tapi isi kedua cinkeng itu tidak berkaitan satu sama lain, kecuali soal warisan ilmu t...