107. Mencari Ilmu Tanpa Pedang

1.3K 39 0
                                    

Hari kedua. Ruan-wei dan Gongsun Lan bersama-sama menunggang Bai-ti-ma terus menuju Kan-long-shan. Seharusnya perjalanan mereka harus memakan waktu 3 hari tapi pada hari kedua siang mereka telah tiba di pegunungan Kan-long.
Tadinya Gongsun Lan ingin cepat-cepat bertemu dengan ayahnya supaya ayahnya bisa membantu Ruan-wei pulih seperti semula, maka dia memacu kudanya lebih cepat. Tapi begitu tiba di pegunungan Kan-long-shan, Ruan-wei ternyata sudah bisa mengatur nafas dan bisa mengembalikan semua tenaga dan ilmu silatnya.
Kan-long-shan merupakan tempat yang tidak terlalu tinggi. Walaupun musim dingin tapi udara di sana tidak begitu dingin. Tapi karena jalan berliku-liku dan sangat banyak danau di sana maka perjalanan sangat sulit. Para penggembala pun jarang yang lewat tempat ini.
Karena takut Bai-ti-ma kelelahan maka mereka berdua turun dan berjalan. Gongsun Lan sangat mengenali jalan gunung di daerah ini. Awalnya terlihat seperti tidak ada jalan tapi saat dia berbelok ke timur, lalu berputar ke barat dan muncul lah sebuah jalan kecil.

Sepanjang jalan mereka mengobrol, bercanda, dan di sebuah jalan kecil yang sepi yang hanya bisa dilewati oleh seekor kuda, Gongsun Lan berjalan dulu di depan dan Ruan-wei di belakang sambil menuntun kuda. Baru berjalan sebentar, di depan tikungan ada sebuah batu yang menonjol dan terlihatlah lapangan dengan lebar 5 meter. Di sana berdiri 5 pendeta dengam rambut masih hitam. Dalam hati Gongsun Lan berpikir, 'Apakah mereka adalah tamu ayah?'
Ketika mereka mendekati para pendeta itu, kelima pendeta itu hanya melihat mereka tapi tidak bicara sepatah kata pun. Mereka berdiri di tengah-tengah jalan, menghalangi mereka naik gunung.
"Permisi Paman-Paman, kalian datang ke Kan-long-shan ada keperluan apa?" tanya Gongsun Lan sambil tertawa.
"Kalian sendiri datang bagaimana?" seorang pendeta putih balik bertanya.

Gongsun Lan tidak menjawab, dia terpaku. Ruan-wei segera menjawab:
"Kami datang untuk melancong." Sebenarnya Ruan-wei sendiri tidak tahu maksud kedatangannya ke Kan-long-shan, dia hanya membantu Gongsun Lan menjawab saja.
"Di gunung ini tidak ada tempat melancong. Menurutku lebih baik kalian cepat turun gunung!"
"Mengapa Paman tahu di gunung ini tidak ada tempat melancong?" tanya Gongsun Lan.
Kata-kata ini membuat mereka tidak bisa balik menjawab. Setelah lama mereka baru menjawab:
"Karena gunung ini sangat sepi, jalan sangat sulit ditempuh, jika banyak tempat melancong pasti ada pengunjung yang datang. Tidak ada pengunjung berarti tempat ini tidak ada tempat melancong."
"Apakah Paman pernah datang ke gunung ini?" tanya Gongsun Lan. Karena dia seorang pendeta, maka dia menjawab dengan jujur: "Tidak pernah."

"Paman salah! Di gunung ini banyak tempat melancong, jika Paman mengatakan tidak ada pelancong yang datang bukankah kelima paman pelancong juga?" tanya Gongsun Lan. "Mengapa Nona tahu di sini banyak tempat melancong?"
"Karena aku pernah tinggal di gunung ini, maka aku sangat apal daerah ini. Jika kelima paman tidak tahu jalannya, aku bisa membawa kelima paman pergi melancong," Gongsun Lan tertawa. Seorang pendeta hitam berteriak sambil bertanya: "Apa hubungan Nona dengan Gongsun Qiu-jian?" Dengan serius Gongsun Lan menjawab: "Dia ayahku!"
Wajah kelima pendeta itu segera berubah. Salah satu dari pendeta putih berkata: "Ternyata Nona Gongsun, maaf! Maafkan kami!"
"Apakah Paman ingin melancong ke atas?"
Pendeta putih dengan gugup menjawab: "Guruku... menyuruh kami berjaga di sini...kalau tidak ada perintah, kami tidak berani naik gunung."
"Apakah gurumu berada di atas?" tanya Gongsun Lan.
"Betul!"
"Kalau begitu, maaf!" dia menuntun Ruan-wei melewati pendeta putih itu. Karena terus dipanggil paman maka pendeta putih tidak menghalangi mereka dan membiarkan mereka lewat. Seorang pendeta agak hitam menghadang Gongsun Lan, dia membentak: "Harap Nona Gongsun turun gunung sekarang juga!"
"Mengapa?"dengan nada tidak suka Gongsun Lan bertanya.
"Tidak apa-apa, kami hanya ingin kalian berdua turun gunung!" jawab pendeta yang hitam. Wajah Ruan-wei berubah, dengan marah dia berkata:
"Dari mana ada aturan seperti itu? Apakah gunung ini milik kalian?" Suaranya sangat kuat membuat gendang telinga mereka bergetar.
Kelima pendeta mendengar suara Ruan-wei mengandung tenaga dalam yang hebat, mereka terkejut dan bersama-sama mengeluarkan pedang yang terselip di punggung.
Kelima pedang itu memiliki warna tidak sama, masing-masing berwarna putih, hitam, kuning, hijau, dan merah.
Seorang pendeta berwajah merah memegang pedang berwarna merah mendekati:
"Walaupun tidak ada aturan seperti ini, Tuan tetap harus menuruti perintah kami!"

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang