79. Es yang Dingin dan Api yang Panas

1K 28 0
                                    

Sewaktu Sun-ming dan putrinya sedang berpelukan tanpa bicara.
Di luar hutan, dijalan gunung yang berliku, seorang pemuda yang pembawaannya diam dan juga tenang, dengan sepasang matanya yang jernih melihat mereka dari balik pepohonan. Angin musim semi membawa pasir dan debu yang menghembus bajunya yang berwarna kuning. Tapi matanya tidak beranjak sama sekali.
Semakin lama...
Sorot matanya yang terang dan bening tertutup oleh lapisan kebingungan. Melewati lapisan kebingungan, pohon hijau, debu dan pasir berwarna kuning, berubah menjadi merah muda. Bayangan kedua orang ini seperti bercahaya terang dan suci.
Karena itu dia mulai melangkah, dia berjalan perlahan ke arah mereka. Suara tangisan semakin lemah, tapi debaran jantung semakin cepat dan kencang.
Alis Sun-ming berkerut, dia membentak: "Siapa?"
Pemuda itu menghentikan langkahnya, jantungnya berdetak lebih cepat, sorot matanya
mengeluarkan banyak perasaan.
Tapi...
Wajahnya begitu tenang dan diam. Garis wajahnya terlihat jelas. Ini adalah ciptaan Tuhan. Dia seperti sebuah patung batu yang terbuat dari lempengan batu yang paling keras.
Di bawah sinar matahari terbenam, Ling-lin yang sedang menangis melihat kedatangannya kemudian bola matanya berputar:
"Ternyata kau!"
Dia menghapus air matanya dan berteriak.
Sorot mata pemuda itu terang, seperti bertambah terang lagi, hatinya yang berat terus berdebar-debar karena dia merasa senang ternyata Ling-lin tidak lupa padanya, dengan pelan dia memberi hormat:
"Aku, Zhong-jing, aku tidak sengaja berada di sini, kalau Nyonya tidak keberatan aku memberanikan diri menawarkan bantuan."
Dia bicara kepada Sun-ming tapi matanya melihat Ling-lin terus
Sun-ming bengong melihat pemuda ini, sekarang dia tahu kalau putrinya ternyata kenal dengan pemuda itu, entah kapan putrinya kenal dengan pemuda ini dan mengapa bisa mengenal-nya dia tidak tahu sama sekali. Karena itu ibu yang hidupnya penuh derita ini mulai cemas dengan keadaan putrinya. Kecuali rasa khawatir dia juga merasa aneh melihat gerak gerik pemuda yang terlihat tenang dan berwajah damai ini. Melihat wajah pemuda yang tenang ini dia tidak merasa khawatir, dia hanya khawatir terhadap sorot mata pemudaku.
Sun-ming telah melewati kehidupan selama 30 tahun lebih, bisa dikatakan dia telah lama memasuki masyarakat umum, dia ditakdirkan mempunyai ketenangan yang berbeda dengan orang lain. Dia pun mempunyai sepasang mata yang bisa mengenali jiwa orang.
Belum pernah dia melihat seorang pemuda yang tenang dan tidak banyak bicara. Pemuda ini mempunyai sorot mata yang bisa menyengat, seperti sebuah gunung berapi yang sudah lama tertutup oleh es selama ribuan tahun dan membeku, sekarang karena adanya perubahan maka
gunung es ini terbuka sedikit celah. Api yang sudah lama tertutup ini sekarang mulai keluar dari celah.
Sun-ming tahu, bila mengulurkan bantuan ada dua orang perempuan yang sedang menangis di hutan adalah kewajiban dari seorang pendekar yang membela kebenaran dan keadilan, tapi sorot mata pemuda ini membuatnya terpaku. Dia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan pemuda yang menawarkan kebaikan ini.
Zhong-jing berdiri tegak, karena Sun-ming tidak menjawab pertanyaannya, dia menjadi tidak tenang. Mulutnya terkatup rapat, matanya masih tampak berkilau.
Tiba-tiba Ling-lin dengan pelan berkata:
"Kau datang tepat pada waktunya, baru saja aku ingin mencarimu!" Sun-ming terkejut, dia merasa aneh, mengapa putrinya bisa bicara seperti itu? Terlihat wajah Zhong-jing yang tenang tampak berubah sedikit. "Apa pesan Nona? Aku pasti menurut."
Suaranya pelan dan rendah, sepertinya dia sedang menekan sesuatu, tangan Sun-ming telah memegang tangan putrinya, dia tidak ingin putrinya mengatakan hal yang membuatnya terkejut, sekalipun hanya satu kalimat, seperti kata yang diucapkannya tadi.
Terdengar Ling-lin menghembuskan nafas panjang:
"Surat yang tadi kau berikan pada Nan-ren, Tie-ji-wen-hou, Pendekar Lu, apakah kau tahu apa yang ditulis dalam surat itu?"
Zhong-jing menjawab dengan tegas:
"Guru memang memerintahkan membawa surat itu untuk Pendekar Lu, tapi apa yang tertulis di dalamnya, aku tidak pernah membaca-nya!"
Ling-lin memejamkan matanya, air mata-nya menetes lagi, terdengar Zhong-jing berkata dengan pelan:
"Nona begitu sedih, apakah Pendekar Lu pergi tanpa pamit?"
Ling-lin mengangguk dan menangis, pelan-pelan Zhong-jing memutar matanya, dengan tidak bersemangat dia melihat ke arah hutan:
"Nona, kalau ingin bertemu dengan Pendekar Lu, di bulan lima Duan-yang, pergilah ke Nan-hu Yan-yu-lou, kau pasti akan bertemu dengannya."
Tiba-tiba Ling-lin membuka kedua matanya.
"Apakah benar?"
Cahaya matahari yang terbenam membuat kebingungan berlapis merah muda berubah menjadi abu, tapi sorot mata itu masih terang dan berkata:
"Bulan lima Duan-yang adalah hari di mana guruku berjanji akan bertemu dengan Pendekar Lu. Pendekar Lu pasti akan datang ke sana, harap dengan ini Nona bisa menjadi tenang."
Ling-lin memejamkan matanya dan berkata: "Bulan lima Duan-yang... Nan-hu Yan-yu-lou... dia pasti akan ke sana, pasti akan ke sana... Ibu, aku juga harus ke sana."
Diam-diam Sun-ming menarik nafas, dia sangat mengenal putrinya sama seperti dia sangat mengenal tilapan bajunya. Dia tahu putrinya sedih tapi tidak sampai putus asa.
Orang yang saling mencintai tidak akan percaya kalau orang yang dicintainya benar-benar sudah meninggal. Kecuali kalau dia sendiri melihat dengan mata kepala sendiri tubuh yang tidak bernyawa itu, dan dia sendiri yang memegang tubuh yang sudah dingin....
Ling-lin seperti itu, dia percaya Lu Nan-ren akan keluar dari jurang yang dalam itu, dan secara mujizat muncul di depannya.
Sun-ming menarik nafas dalam:
"Ling-er, dia tidak akan pergi ke sana!"
Kalimat pendek ini keluar dari mulut seorang ibu yang putrinya sedang sedih, ini adalah perkataan yang sulit diucapkan.
Mata Zhong-jing secepat kilat melihat Ling-lin dan bertanya:
"Mengapa?"
Tapi Ling-lin hanya menggelengkan kepala dan dengan pelan berkata: "Dia akan ke sana... dia tidak mati, orang seperti dia kalau mati bukankah Tuhan telah berlaku tidak adil? Apakah benar?...apakah benar?"
Kalimat pertama 'apakah benar' dia tujukan kepada ibunya, sedangkan yang kedua dia tujukan kepada Zhong-jing.
Sewaktu sepasang mata yang penuh dengan air mata itu melihat Zhong-jing, Zhong-jing berusaha menghindarinya, karena sekarang ini banyak hal yang tidak boleh diketahui oleh Ling-lin. Tapi dia tetap bertanya:
"Kalau begitu, sepertinya Pendekar Lu telah mengalami musibah?"
Ling-lin menangis, Sun-ming dengan sedih mengangguk, sampai sekarang dia belum tahu siapa pemuda ini, lebih baik dia tidak tahu kalau pemuda ini adalah murid Xiao-wu, musuh besar-nya. Sun-ming hanya menarik nafas: "Nan Ren memang terkena musibah, sepertinya... sepertinya... Hhhhh, harapan hidupnya tidak banyak, aku harap kau bisa menyampaikan kepada gurumu, perjanjian di Duan-yang tidak bisa... tidak bisa ditepati!"
Zhong-jing terpaku, tiba-tiba dia menarik nafas panjang, pelan-pelan berkata:
"Tidak disangka, Pendekar Lu tidak bisa bertemu dengan guruku! Sepertinya Pendekar Lu mati
pun tidak bisa menutup mata, musibah memang tidak bisa dihindari. Tadi pagi aku masih sempat
bertemu dengan Pendekar Lu, sekarang dia sudah "
Kata-katanya belum selesai, Ling-lin sudah meloncat bangun, mencengkram baju ibunya, dia menangis:
"Bu, kita yang akan ke... Nan-hu Yan-yu-lou!"
Sun-ming menarik nafas, dengan penuh kasih sayang dia menepuk-nepuk tangan putrinya, dia tidak ingin mengatakan kata-kata yang membuat putrinya kecewa, tapi dia tetap harus bicara, siapa pun walau ilmu silatnya tinggi kalau sudah terjatuh ke jurang yang dalam, harapan untuk hidup sangat tipis.
Karena itu dengan berat hati dia berkata: "Anak bodoh, kehidupan tidak seperti cerita atau legenda, tidak seindah dongeng. Kehidupan sangat kejam, kehidupan nyata lebih kejam, kalau kita selalu hidup dalam cerita dongeng yang tidak nyata, bagaimana dengan hidup ini?
"Kalau aku menemanimu ke Nan-hu Yan-yu-lou, itu hanya cerita dongeng saja. Orang yang sudah mati apakah bisa hidup kembali? Anak bodoh, apakah sampai sekarang kau belum mengerti?"
Zhong-jing dengan sepenuh hati mendengarkan ucapan Sun-ming, seumur hidupnya, belum pernah dia mendengar nasihat begitu lembut, lebih-lebih tidak terpikirkan olehnya di balik kata-kata lembut itu mengandung banyak makna dalam tentang kehidupan.
"Kehidupan sangat kejam... kenyataan lebih kejam lagi... mengapa kehidupan begitu kejam?
Membiarkanku "
Pikirannya belum habis, Ling-lin berteriak lagi:
"Dia pasti akan pergi ke sana, kalau benar dia sudah mati, rohnya yang akan ke sana. Aku tahu rohnya akan ke sana untuk membunuh Xiao-wu yang jahat!" Tubuh Sun-ming segera terasa dingin:
"Apa? Xiao-wu?"
Dia mengepal tangannya, sorot matanya yang lembut berubah menjadi ganas. Dengan pelan dia berdiri, lalu melihat Zhong-jing, sorot mata yang dibencinya, seperti sebuah pisau, dengan lurus menancap ke hati Zhong-jing.
Zhong-jing merasa dingin, rasa dingin memenuhi sekujur tubuhnya. Dia menundukkan kepala, sekata demi sekata dia menjelaskan: "Benar, guruku adalah ketua Tian-zheng-jiao,Xiao-wu!"
Setiap perkataan yang keluar dari mulut-nya, dia merasa sorot mata kejam dan benci seperti pisau makin dalam menusuk jantungnya. Dia mulai sadar, ibu dan putrinya ini mempunyai dendam dengan gurunya, dan dendam ini sangat dalam.
Dalam hati dia berteriak:
"Mengapa kehidupan begitu kejam? Mengapa membiarkanku bertemu dengannya?"
Sorot mata Sun-ming seperti ingin melihat isi hati terdalam pemuda ini, dengan mata tidak berkedip terus melihatnya.
Zhong-jing sama sekali tidak bergerak, sinar matahari terbenam mulai berkurang, awan-awan yang tadinya berwarna mulai berubah menjadi gelap. Kegelapan diam-diam memasuki hutan,
mengenai wajahnya yang pucat. Dalam kegelapan wajahnya bertambah pucat. Matanya yang abu di dalam kegelapan bertambah abu. Setelah lama.
Sun-ming baru berkata dengan pelan: "Aku tidak akan menyalahkanmu, menyalahkanmu... setiap hal yang dimiliki seseorang tidak ada hubungannya dengan orang lain, kau adalah murid Xiao-wu, tapi semua ini tidak ada hubungannya denganmu, kau... kau pergilah!"
Zhong-jing terlihat ragu, dia menarik nafas dan berkata:
"Dendam generasi lama tidak ada hubungannya dengan generasi sekarang, lapang dada seperti
Nyonya baru pertama kali kutemui. Dendam antara guru dan Nyonya bisa dibereskan dengan cara
apa? Di mana pun aku berada, aku akan terus berdoa, berdoa untuk kesehatan Nyonya, musibah
yang menimpa Pendekar Lu aku turut merasa sedih, aku harap Pendekar Lu yang berada di surga,
bisa mengerti isi hatiku, hanya sajahidupku sudah "
Perkataannya belum selesai, dia sudah menarik nafas panjang membalikkan tubuh dan pergi dari sana. Sinar matahari terbenam menyinari punggungunya membentuk bayangan panjang, sepertinya kesedihan hatinya begitu berat.
0-0-0  

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang