85. Pembicaraan di Jendela

759 24 0
                                    

Setelah barisan itu menjauh, Sun-ming masih tetap berdiri dengan termenung. Dia hanya mendengar bisikan dan suara terkejut. Dia juga melihat beberapa orang laki-laki berbaju hitam yang tadinya berada di jalan sekarang diam-diam mengikuti barisan itu.

Dia sedikit ragu-ragu tapi dia melihat di seberang jalan ada 2 orang laki-laki berbaju hitam dengan pandangan galak melihatnya. Diam-diam dia kembali ke penginapan tapi sebenarnya dia ingin mengikuti barisan tadi. Pengalaman hidupnya memberitahu kalau keinginannya ini harus diabaikan. Dia sendiri tahu kalau dia sendiri masih banyak yang harus dikerjakan. Orang seperti dia masih banyak pekerjaan, tidak perlu mengurusi hal . yang tidak ada hubungannya dengan dia walaupun hal ini terasa sangat aneh.

Kotak masih ada di atas meja. Sun-ming membaca surat yang ditempel di sudut kotak: "Kekuasaan yang memaksa pasti kalah, kebenaran pasti akan menang... "

Dari sudut mulutnya muncul senyum kecil, putrinya masih tampak duduk termenung di dekat jendela.

Dia melihat sepasang pemuda-pemudi yang tampak bersedih, senyumannya segera hilang. Banyak kata-kata yang tersimpan di dalam hati. Dia tidak tahu apakah dia harus mengatakannnya atau tidak.

Tapi begitu melihat pemuda itu, dia telah mengambil sebuah keputusan:

"Aku harus memberi tahu hal ini kepada-nya, mungkin kegembiraan ini akan mengurangi
hatinya yang takut dan bersedih."

Melihat pemuda itu dia ingin dengan kekuatannya menyalakan kembali kembang hati yang telah padam di dalam jiwa pemuda ini. Satu hari telah berlalu lagi. Malam sudah tiba.

Di kota Jia-xing tiba-tiba ada bayangan seperti asap mengikuti hembusan angin. Dia datang seperti angin, begitu lincah, ringan, dia meluncur dari satu atap ke atap lain, tidak ada yang bisa melihatnya dengan jelas.

Langit bulan 5, bintang-bintang masih berkilauan, dia berhenti di sebuah atap rumah besar

kemudian dia menarik nafas. Dalam helaan nafasnya terdengar ada kesedihan dan rasa cemas tapi juga bahagia dan gembira seperti seorang pelancong yang berjalan di padang pasir akhirnya tiba di tujuan. Pandangan matanya seperti kilat berputar dan dia melihat arah dan posisinya berada.
Tanpa ragu lagi dia berlari ke penginapan di mana Sun-ming dan putrinya menginap
Penginapan sangat sepi, hanya di bagian barat terlihat lampu di sebuah kamar masih menyala dengan redup. Sorot matanya memancarkan cahaya kegembiraaan. Sekali bergerak, dia bisa mencapai beberapa meter. Dia sudah masuk di ruangan depan yang ada di kamar itu. Tiba-tiba dari jendela terdengar helaan nafas sedih dan lesu.
Helaan nafas ini membuat orang yang herilmu meringankan tubuh tinggi ini seperti terkena hipnotis, tiba-tiba berhenti melangkah dan berdiri di depan jendela.
Terdengar dari jendela suara helaan nafas l.igi. Suara yang pelan, rendah, dan nada penuh kasih sayang keluar dari mulut seorang perempuan dewasa. Dengan penuh kasih sayang perempuan itu berkata:
"Ling-er, tidurlah dulu, ada hal penting yang ingin kubicarakan dengan Kakak Jing."
"Aku tidak mau tidur, tidak mau, mau bicara apa sampai aku tidak boleh mendengar-nya?"
Suaranya lembut walaupun tidak terlalu keras tapi terdengar keras di malam yang begitu sepi maka setiap perkataan dengan jelas terdengar di telinga orang yang berdiri di depan jendela.
Pelan-pelan kakinya bergeser, terdengar suara penuh nada kasih sayang berkata lagi:
"Sebenarnya sudah lama aku ingin menyampaikan hal ini padanya tapi... tapi... Ling-er, apa isi
hati ibu, kukira kau pasti sudah tahu. Kematian Nan-ren pasti sangat membuatmu sedih, aku pun demikian tapi kau masih muda, jalanmu ke depan masih panjang. Kau... kau... kau "
Kata-katanya berhenti, bayangan di luar tampak gemetar.
Apakah karena terlalu sedih atau malam ' terlalu dingin atau ada alasan yang lain yang menyebabkan orang itu bergetar?
Tiba-tiba dari dalam jendela terdengar lagi helaan nafas panjang:
"Bu, sekarang aku baru tahu apa yang disebut kesedihan... kesedihan ini akan menemaniku seumur hidup. Aku merasa ini sudah cukup karena bersamaan datangnya kesedihan masih tersisa kenangan manis, bukankah ini sangat indah? Bu, tenanglah, lebih baik ibu tidur dulu!"
Suaranya yang sedih seperti lagu indah dan masuk ke telinga bayangan orang itu.
Matanya yang terang seperti ada air mata, telapak tangannya dikepal, pelan-pelan diangkat dan siap mengetuk jendela.
Terdengar dari dalam ada yang berkata lagi: "Ling-er, kau benar, sebagian orang tidak mempunyai apa-apa lagi di dunia ini, sampai-sampai kenangan pun tidak ada, yang ada hanya kesedihan dan kegelapan."
Dari kertas jendela terlihat bayangan seseorangyang cantik. Bayangan ini mengangguk.
Suara yang penuh kasih berkata lagi: "Demi cinta, Jing-er telah berkorban, aku tidak perlu panjang lebar menjelaskannya, kau pun pasti sudah tahu. Sedalam apa cintanya padamu, kau
mengetahuinya lebih jelas diban-dingkan diriku. Seumur hidupnya selalu susah dan
kesepian, sekarang dia tidak memiliki apa pun termasuk ilmu silat, hanya ada tubuh yang cacat.
Hati yang telah mati, kesedihannya tidak terbendung lagi "
"Ibu, untuk apa kau mengatakan semua ini kepadaku?"
Suara lembut berubah menjadi tegas: "Ling-er, aku tidak ingin kau bicara sekejam itu. Kalian sama-sama mempunyai masa depan yang cerah. Demi kita dia rela mengobankan semua kebahagiaannya. Apakah kita tidak bisa membalas budinya? Ayahmu... sewaktu beliau masih hidup bukankah beliau sering mengatakan padamu, orang yang tidak tahu balas dendam adalah orang pengecut, orang yang tidak tahu balas budi, lebih rendah dari anjing dan babi. Apakah kau sudah melupakan kata-kata ini?"
Bayangan di dalam jendela tampak menundukkan kepala...
Demikian juga bayangan di luar jendela tampak menundukkan kepala. Angin berhembus, bumi begitu gelap.
Suara itu kembali berkata lagi:
"Pergilah ke kamar, suruh Jing-er kemari. Hhhh... anak itu sudah beberapa jam hanya duduk diam di sana, sama sekali tidak bergerak.. "
Bayangan di dalam kamar dengan perlahan berdiri dan berjalan dengan pelan, dia menoleh dan bertanya:
"Ibu, kau menyuruhku melakukan sesuatu, aku mengerti maksud ibu, tapi aku harus pergi ke
Xi-liang-shan dulu untuk melihat mayatnya, lalu menguburkannya "
Belum selesai perkataannya, dia berlari keluar kamar, dari dalam terdengar helaan nafas berat, di luar jendela terdengar helaan nafas tanpa suara. Lama hanya diam, di dalam kertas jendela terlihat ada bayangan seseorang yang hitam dan kurus, dan garis wajah bayangan orang ini sangat jelas dan kuat.
Pelan-pelan dia duduk tapi sepatah kata pun tidak ada yang keluar dari mulutnya, sepertinya dia tidak sudi dengan bahasa apa pun menyampaikan apa yang sedang dia pikirkan di dalam hatinya.
Dia hanya diam dan diam.
Kemudian terdengar suara lembut berkata:
"Jing-er, walaupun kau tidak mau bicara, tapi dari pandangan matamu aku bisa melihat kalau kau sedang mendengarkan apa yang akan kukatakan."
Tidak ada jawaban, sampai gerakan menggelengkan kepala atau mengangguk tidak ada. Suara lembut itu berkata lagi:
"Aku ingin memberitahu sesuatu padamu, cintamu kepada Ling-er bukan hanya Ling-er yang tahu, aku pun sudah tahu, dan kami merasa berterima kasih karenanya, karena di dunia ini tidak ada hal yang lebih indah daripada cintamu."
Dia berhenti bicara seperti sedang menantikan ekspresi pemuda itu. Kemudian terdengar suara helaan nafas lagi.
"Demi cintamu... cukup untuk membuat gadis mana pun di dunia ini akan membalas cintamu, kau... kau istirahatlah, sembuhkan lukamu, setelah lukamu sembuh, aku, aku... akan menikahkan Ling-er padamu, saat menyembuhkan lukamu, kau tidak perlu cemas lagi, apakah kau mengerti?"
Bayangan di luar jendela tampak gemetar... karena dia mendengar kabar yang mengejutkan.
Bayangan di luar kendela terkejut...demi apakah dia melakukan semua ini?
Dia dengan pelan membalikkan tubuh, tubuhnya tadi bergerak lincah, sekarang tampak berat, dia berusaha agar suaranya tidak keluar. Tapi beban di dalam hatinya sudah tidak terbendung.
Pembicaraan di dalam kamar masih berlanjut.
Bayangan di luar jendela sudah tidak ingin mendengar kelanjutan pembicaraan itu lagi, dia membalikkan tubuh dan tubuhnya yang panjang meloncat tinggi. Dia berlari seperti orang gila. Langit malam di bulan 5, bintang masih berkilauan, tapi manusia yang ada di kolong langit... suara helaan nafas, tidak ada kebahagiaan dan kegembiraan.
Bayangan itu menghela nafas seperti hembusan angin malam, menghilang dalam kegelapan.
0-0-0

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang