Laki-laki bercambang itu tertawa keras, kemudian dia ke belakang mengambil sepotong daging sapi asin yang kerasnya sudah seperti batu lalu duduk kembali ke tempat tadi untuk makan. Yi-feng mulai merangkai semua hal ini, dalam hati dia menebak-nebak, 'Kedua orang itu pasti sedang beradu ilmu silat.'
Tapi ada pertanyaan lagi dalam pikiran-nya, 'Mengapa mereka mengadu ilmu silat memilih di tempat seperti ini? Bila melihat keadaan di sini, sepertinya mereka telah berada di sini lebih dari setahun, apakah mereka selalu mengadu ilmu silat mereka di sini?'
Ketika sedang berpikir untuk menemukan jawabannya, laki-laki bercambang itu meloncat berdiri dan tertawa keras:
"Tidak disangka di tempat terpencil seperti ini, ada tamu yang datang berkunjung, sahabat yang ada di luar, silakan masuk!"
Suara tawanya bisa memecahkan batu. Suara yang keluar dari mulutnya seperti bunyi lonceng, sehingga menimbulkan gema di sekeliling gunung.
Yi-feng terkejut oleh ilmu silat laki-laki bercambang itu.
Dia berpikir, 'Aku tidak bersuara sama sekali, mengapa dia tahu aku ada di sini?'
Dia tidak sadar karena tegang nafasnya tadi menjadi berat. Awalnya kedua orang itu sedang berkonsentrasi pada satu masalah, maka mereka tidak mendengar nafas Yi-feng, sekarang setelah membeberkan jurus-jurus untuk memecahkan jurus lawan, laki-laki itu baru memperhatikan keadaan di sekelilingnya.
Laki-laki bercambang itu berkata lagi: "Tamu yang berada di luar jendela, jika Anda tidak masuk, empunya rumah akan keluar untuk mengundang Anda masuk."
Nada bicaranya berubah menjadi galak. Sesudah Yi-feng melihat sendiri kehebatan ilmu silatnya, dia sadar jika dia ingin melarikan diri, rasanya tidak mungkin dan dia tidak mempunyai alasan untuk melarikan diri dari sana. Apalagi dia seorang laki-laki sejati, walaupun dia mempunyai kesempatan kabur, dia tidak akan melakukannya. Maka dengan suara keras dia menjawab: "Tuan rumah mengundangku masuk, aku tidak akan menolaknya."
Setelah dilihat dengan teliti, Yi-feng baru tahu kalau rumah ini hanya memiliki jendela dan tidak mempunyai pintu.
Laki-laki bercambang itu tertawa keras: "Dulu ketika pak tua itu membangun rumah ini, dia lupa membuat pintu. Sahabat, masuklah melalui jendela."
Yi-feng yang sejak tadi mendengar dia selalu mengatakan dia adalah, pak tua, suaranya keras seperti lonceng, tubuhnya sehat dan lincah, entah dari mana dia mirip dengan orang tua?
Dalam kegelapan, Yi-feng hanya mengangkat bahu dan tertawa kecut. Kedua tangannya memegang jendela kemudian meluncur masuk ke dalam rumah seperti seekor ular yang menyusup. Setelah masuk, dia memberi hormat. Yi-feng sering berkelana di dunia persilatan, dia seorang terkenal, dan seorang di mana kalau dia bertemu dengan suatu masalah dia bisa bersikap tenang.
Ditambah lagi dengan postur tubuhnya yang tinggi, wajah yang tampan, gerakannya dengan alamiah memancarkan keluwesan dan bersikap santai.
Setelah memberi hormat, dia berkata: "Aku secara tidak sengaja telah memasuki tempat tinggi Tetua, harap Tetua memaafkan dan memberi hukuman kepadaku!"
Laki-laki bercambang itu melihat Yi-feng dari atas ke bawah, tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak:
"Di tempat terpencil seperti ini jarang ada yang datang berkunjung, sekarang kami kedatangan seorang tamu gagah dan tampan, sungguh membuatku senang!"
Dia berkata kepada biksu kurus yang sejak tadi tidak bergerak:
"Pak tua yang kesepian, jangan berpikir terus, lihatlah tamu kita yang tampan ini!"
Tiba-tiba pak tua kurus ini membuka matanya, sorot matanya seperti petir menyambar, membuat Yi-feng tidak kuat melihat sorot matanya. Dia tidak berani menatap sorot mata yang tajam seperti pisau. Wajah pak tua kurus itu tampak datar, dia hanya melihat Yi-feng sebentar, lantas berkata dengan dingin:
"Anak kecil, kau datang kemari ada tujuan apa?"
Dia segera memejamkan matanya kembali seperti layaknya seorang biksu tua, dia duduk bersila, apa yang terjadi di sekelilingnya seperti tidak ada hubungan dengannya.
Yi-feng merasa tidak suka, diam-diam dia berpikir, 'Mengapa pak tua ini seperti tidak berperasaan?'
Diam-diam dia lebih menyukai laki-laki bercambang itu. Dia memberi hormat kepada laki-laki
itu:
"Aku sudah mengganggu ketenangan kedua tetua, aku merasa tidak enak, aku "
Laki-laki bercambang itu melambaikan tangannya memotong kata-kata Yi-feng yang belum selesai dan tertawa:
"Tidak perlu merasa sungkan! Tidak perlu merasa sungkan! Pak tua dan aku sudah bertarung selama sepuluh tahun di sini, aku sudah bosan karena setiap hari hanya melihat wajahnya. Hari ini secara kebetulan kami kedatangan seorang pemuda tampan yang bisa menemaniku mengobrol, aku benar-benar merasa senang!"
Yi-feng menghembuskan nafas panjang:
"Jadi kedua orang ini sudah bertarung disini selama hampir 10 tahun," diam-diam dia berpikir, 'apa yang menyebabkan mereka jadi seperti itu?'
Dia melihat baju usang dan kotor yang dikenakan laki-laki itu, dalam hati dia berpikir lagi. 'Selama sepuluh tahun ini mereka pasti merasa kesepian. Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa menahan rasa sepi ini?'
Matanya berputar melihat ke tempat lain, melihat batu perhiasaan yang tampak berkilau, dia lebih tidak mengerti lagi dengan keadaan mereka!
Laki-laki bercambang itu mengangkat tangannya, memotong daging sapi yang kerasnya seperti batu. Daging itu seperti sebuah tahu saja di tangannya dan telah terpotong menjadi dua. Dia memberikan sepotong daging itu kepada Yi-feng.
"Anak muda, kau makan dulu daging ini kemudian istirahatlah, biar tua bangka itu terus berpikir."
Yi-feng tertawa, dia menerima sepotong daging dan menurunkan bungkusan kain yang dibawanya. Di dalam bungkusan ada daging ayam yang baru dibelinya tadi pagi, masih ada sebotol kecil arak untuk menahan rasa dingin yang menyergap.
Begitu melihat bawaannya, laki-laki bercambang itu tertawa terbahak-bahak. Yi-feng dengan cepat memberikan makanan itu kepada-nya. Tanpa sungkan-sungkan laki-laki bercambang itu langsung memakannya, hanya dalam waktu singkat makanan itu langsung ludes dimakannya. Arak yang dibawa Yi-feng pun habis sampai setetes pun tidak tersisa.
Pak tua kurus yang sepertinya selalu tidak peduli, tidak melihat, juga tidak mendengar, dia seperti sebuah patung batu hanya diam dan duduk bersila.
Yi-feng tahu kalau pak tua kurus itu sedang berpikir memecahkan jurus-jurus laki-laki bercambang itu dengan kemampuan ilmu silat yang telah dimilikinya selama puluhan tahun.
Melihat laki-laki bercambang makan dan minum sesukanya, Yi-feng berpikir, Tadi laki-laki ini
mengatakan kalau dia memecahkan jurus pak tua kurus ini bulan kemarin, apakah dia
memikirkannya selama sebulan '
Dia belum tahu kalau kedua orang ini terkadang malah menghabiskan waktu lebih panjang mencari jurus untuk memecahkan jurus-jurus lawan.
Laki-laki bercambang itu memegangi perutnya yang kenyang dan tertawa:
"Anak muda, kau datang ke gunung tinggi ini.untuk apa?"
Yi-feng segera menjawab:
"Aku senang mendaki gunung maka dari Jiang-nan sampai ke Yun-nan mendengar kalau gunung ini sangat terkenal, dan aku pun datang kemari."
Dari awal dia tahu kalau dia pasti akan mendapatkan pertanyaan seperti ini, maka dia sudah mempersiapkan jawabannya. Sekarang tanpa ragu dia segera menjawabnya. Hanya saja jawabannya tidak disusun dengan sempurna.
Laki-laki bercambang itu seperti percaya kata-katanya, dia mengangguk-angguk:
"Mendaki gunung adalah hal paling baik! Hal terbaik! Tubuh pun akan sehat!"
Dia tertawa lagi kemudian menundukan kepala untuk mencari potongan daging yang jatuh saat dia memakannya tadi. Kemudian dia pun memakannya.
Yi-feng melihat dia begitu rakus, dia ingin tertawa tapi dia tidak berani mengeluarkan suara. Laki-laki bercambang itu tiba-tiba tertawa: "Apakah kau bertanya-tanya mengapa kami bisa bertarung di sini sampai 10 tahun lamanya?"
"Betul, memang sempat terbersit dalam benakku, hanya saja aku tidak berani bertanya kepada
Tetua."
"Mengatakan padamu apa alasannya tidak apa-apa, yang terpenting... "
Dia berhenti bicara sebentar, berkata lagi: "Anak muda, apakah kau pernah mendengar kalau 30 tahun yang lalu, di dunia persilatan ada 2 orang, jika mereka melihat uang maka mereka akan tertawa? Yang satu kerjaannya mencuri, sedangkan yang satu lagi merampok. Cara mereka tidak sama tapi tujuannya sama. Walaupun uang ini berasal dari golongan hitam ataupun putih, asalkan itu adalah uang mereka pasti akan mengambilnya, saudara pun tidak terkecuali. Orang-orang dunia persilatan tidak ada yang sanggup mengalahkan mereka."
"Apa yang Tetua maksudkan adalah Pencuri Selatan dan Perampok Utara yang sangat terkenal itu? Tangan Terampil Xu-bai dan Wajah Besi Wan Tian-pin, kedua tetua itu yang Tetua maksudkan? Mereka berdua selalu membuat orang dunia persilatan merasa sakit kepala baik itu dari golongan hitam ataupun putih?"
Yi-feng melihat laki-laki bercambang itu, dalam hati dia berpikir, 'Apakah tetua ini adalah perampok utara?'
Laki-laki bercambang itu tertawa terbahak-bahak dan berkata lagi:
"Betul, Pencuri Selatan dan Perampok Utara adalah aku dan pak tua kurus itu. Satu di selatan, satu di utara, yang satu mencuri, yang satu merampok. Kami tidak pernah saling mengganggu,
tapi... "
Dari balik dadanya dia mengeluarkan sesuatu dan berkata lagi:
"Demi benda ini kami bertemu bukan hanya bertemu tapi kami juga berkelahi dan terus berkelahi hingga 10 tahun lamanya."
Yi-feng melihat benda yang dipegang oleh lelaki bercambang, benda itu berupa sebuah besi dengan panjang 30 centimeter. Walaupun besi itu mengeluarkan cahaya tapi tidak terlihat apa bagusnya besi itu.
Yi-feng merasa aneh, 'Pencuri Selatan Perampok Utara sudah lama terkenal, benda berharga yang mereka dapatkan selama ini sudah sangat banyak, mengapa demi sepotong besi hitam ini, mereka harus berkelahi hingga 10 tahun lamanya?'
Karena merasa aneh, dia melihat laki-laki bercambang itu. Terlihat perampok besar itu sedang memainkan potongan besi nya, dia seperti sangat menyayangi besi itu.
Dengan teliti Yi-feng melihat besi itu lagi, bentuknya sangat jelek tapi seperti barang antik, Jika ada yang mengatakan demi barang itu kedua pesilat bertarung untuk memperebutkannya, Yi-feng benar-benar tidak mengerti.
0-0-0
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu Long
Fiksi UmumDi dalam cerita THPH, ada tiga orang jago pedang yang mewarisi ilmu dari Chang Man-tian - salah satu tokoh dalam Pedang Sakti Langit Hijau, karya pertama Gu Long. Tapi isi kedua cinkeng itu tidak berkaitan satu sama lain, kecuali soal warisan ilmu t...