119. Berkelana Dengan Hati Sedih

1.4K 31 0
                                    

Mata Ruan-wei melotot dengan besar, dia berteriak sekuat tenaga:
"Siapa yang telah membunuh mereka? Siapa yang membunuh mereka "
Terlihat biksu Harimau dan Tuan Jian sedang beradu telapak kemudian ada yang datang lalu membunuh mereka. Orang yang membunuh mereka pasti orang yang mereka kenal, maka mereka tidak waspada sampai bisa terbunuh begitu saja!
Ruan-wei terus berteriak karena sedih, walaupun dia hanya bisa berteriak tapi suaranya bisa terdengar sampai beberapa kilometer. Jika di Jun-shan ada orang, mereka bisa mendengarnya.
Dia terus berteriak tapi di sekeliling tetap tidak ada suara, hanya ada beberapa ekor burung yang terbang karena terkejut, tidak terlihat ada jejak manusia. Mungkin pembunuhnya sudah pergi jauh!
Sampai terakhir suara Ruan-wei habis, dengan lemas dia duduk di panggung, matanya melihat kejauhan, apa yang dipikirkannya sekarang atau dia tidak memikirkan apa-apa? Hanya ingin duduk terpaku!
Dia sama sekali tidak menggerakan tubuh, dari jauh terlihat ada seorang perempuan berpakaian hitam. Perempuan itu sangat cantik walaupun memakai baju kasar tapi tidak bisa menutupi kecantikan wajahnya. Perempuan ini semakin mendekat, umurnya paling baru 16-17 tahun. Dia berhenti di depan Ruan-wei dan bertanya:
"Apa yang membuat Kakak begitu sedih?"
Tapi Ruan-wei seperti tidak mendengar pertanyaan gadis ini, kepalanya tetap ditundukkan seperti orang bodoh. Perempuan berpakaian hitam itu mengeluh:
"Hidup di dunia ini banyak yang tidak berkenan di hati, Kakak jangan sedih lagi, jika mengalami kesulitan siapa tahu aku bisa membantumu!"
Lama Ruan-wei tidak bicara, karena tidak diladeni maka perempuan itu menarik nafas dan merasa iba kepada Ruan-wei. Pelan-pelan dia pergi. Belum berjalan 3 langkah, tiba-tiba Ruan-wei berkata:
"Nona yang baik hati, apa yang bisa kau bantu?"
Perempuan itu sambil tertawa membalikkan tubuh dan berkata:
"Aku punya sedikit "
Begitu melihat wajah Ruan-wei, dia menjadi tercenung, tubuhnya seperti membeku. Setelah lama dia baru berteriak:
"Kau... kau... adalah... adalah Da-ge "
Ruan-wei terkejut dan bertanya: "Siapa... kau siapa?"
Dengan hati bergejolak perempuan berpakaian hitam itu menjawab: "Da-ge, aku adalah Yun-er! Apakah Da-ge sudah lupa padaku?"

Karena Ruan-wei masih terlalu sedih, dia masih tercenung melihat gadis itu, akhirnya dia baru mengenali kalau perempuan itu adalah adik keduanya, Ruan-yun yang dibawa pergi oleh Tangan Terampil Xu-bai.
Setelah mengenalinya, dengan senang dia berdiri, kedua tangannya terus memegang tangan Ruan-yun. Dengan suara gemetar dia berkata:
"Adik kedua... adik kedua... ternyata kau adik kedua... "
Kedua tangan Ruan-yun dipegang erat oleh Ruan-wei, entah mengapa Ruan-yun menjadi malu, wajahnya menjadi merah. Tadinya dia ingin melepaskan genggaman Ruan-wei tapi akhirnya dia hanya menundukkan kepala dan diam.
Ruan-wei tidak merasa sikap Ruan-yun yang canggung. Tadi sikapnya yang sedih tadi sudah menghilang, sambil tertawa dia bertanya:
"Da-ge benar-benar senang bisa bertemu denganmu. Beberapa tahun ini kau ada di mana? Apakah keadaanmu baik-baik saja?"

Ruan-yun pelan-pelan mengangkat kepalanya, dia menceritakan kejadian beberapa tahun ini dan apa yang dia lakukan. Semenjak dia dibawa oleh Tangan Terampil Xu-bai, mereka tinggal di gunung. Kecuali belajar ilmu silat, tidak ada kegiatan lain yang dia lakukan. Sekarang karena sudah berhasil maka dia diijinkan turun gunung. Kebetulan dia lewat Danau Dong-ting, dia ingin bermain di sini, tidak disangka dia bisa bertemu dengan salah satu dari keluarganya, itu benar-benar hal yang membahagiakan.

Begitu Ruan-yun selesai bercerita, Ruan-wei baru melepaskan genggamannya dan bertanya:
"Aku dengar Tangan Terampil Xu-bai masuk Zheng-yi-bang dan dia adalah orang yang dihormati di perkumpulan itu. Mengapa dia tidak membawa Adik tinggal di sana dan juga mengajarkan ilmu silat kepadamu?"
"Karena perjanjian antara Tetua Xu-bai dengan Zheng-yi-bang hanya 10 tahun. Dulu dia telah menolongku dari Shi-san Gongzi Tai-bao, tepat 10 tahun perjanjiannya selesai dengan Zheng-yi-bang, ketika dia sedang bermain menikmati pemandangan, dia bebas dari tanggung jawab apa pun. Secara kebetulan dia menolongku, dia melepaskan kehidupannya yang tenang dan terus mengajarkan aku ilmu silat." Ruan-wei memuji:
"Tetua Tangan Terampil Xu-bai adalah pesilat yang terkenal, adik kedua mendapat warisan ilmu silatnya, benar-benar berjodoh dengannya! Da-ge sangat senang!"
Ruan-yun menundukkan kepala dan berkata:
"Tapi sayang adik tidak berbakat, ilmu silat Tetua Xu paling-paling hanya berhasil aku kuasai sepersepuluhnya saja."
"Mengapa kau tidak menyebut Tetua Xu guru?" tanya Ruan-wei. Ruan-yun tertawa:
"Aku juga ingin memanggilnya guru tapi setelah tahu identitasku, dia berkata bahwa aku tidak boleh memanggilnya guru, harus memanggilnya tetua!"
"Mengapa sesudah tahu identitas Adik, dia tidak mau dipanggil guru? Apakah antara dia dan ayah ada sesuatu?"
"Aku... aku... tidak tahu apa sebabnya?"
Ruan-wei mengingat identitasnya sendiri, sampai sekarang dia belum tahu siapa ayah kandungnya. Kelihatannya dia dan adik keduanya ini bukan dari satu ayah, dan siapa ayahnya? Karena itu dia menarik nafas. Dengan penuh perhatian Ruan Yu bertanya:
"Bagaimana Da-ge melewati beberapa tahun ini? Mengapa... mengapa... kau seorang diri di sini dan bersedih?"
Dengan singkat Ruan-wei menceritakan kehidupannya selama beberapa tahun ini, sampai terakhir dia menunjuk mayat Tuan Jian dan biksu Harimau. Dengan sedih dia berkata:
"Mereka... mereka berdua adalah pesilat terkenal, tapi dalam satu hari mereka terbunuh di sini.
Kakak tidak percaya mereka sudah meninggal, siapa yang membunuh mereka? Siapa? Siapa "
Ruan-yun mendengar cerita Ruan-wei begitu banyak lika-liku selama beberapa tahun. Dalam hati dia sangat senang karena Da-ge nya bisa mendapatkan banyak ilmu yang aneh tapi dia juga tidak menyangka pesilat tangguh di Zhong-yuan dan satu lagi biksu dari India bisa secara bersamaan terbunuh di sini. Pantas Da-ge nya begitu sedih. Dia menghibur:
"Orang mati tidak akan bisa hidup kembali, Da-ge jangan terlalu sedih! Kita cari apakah ada tanda-tanda yang ditinggakan agar Da-ge bisa membalas dendam untuk Tetua Biksu Harimau."
Ruan-wei menggelengkan kepala:
"Aku sudah melihat dengan teliti, kecuali di punggung 2 tetua ada bekas telapak hitam yang membuat mereka meninggal, tanda yang lainnya sama sekali tidak terlihat!"
"Apakah bekas telapak tangan hitam ini milik seseorang atau sebuah ilmu yang jarang dikuasai?
"Telapak ini bernama telapak Wu-sha-zhang. Pembunuhnya seperti sudah mempunyai rencana membunuh Tuan Jian dan biksu Harimau, tapi biksu Harimau itu bisu dan tuli, dia sangat baik. seumur hidupnya dia tidak pernah melukai siapa pun. Mengapa ada orang yang ingin membunuhnya?"
Ruan-wei terus memegang kepalanya dan terus menarik nafas. Ruan-yun melihat dia begitu sedih lalu menasehati:
"Da-ge, jangan terlalu bersedih nanti Da-ge bisa sakit! Suatu hari semua masalah akan terungkap. Kita makamkan dulu 2 tetua ini!"
Setelah memakamkan 2 tetua, Ruan-wei dan Ruan-yun meninggalkan Jun-shan. Karena tidak ada hal yang harus mereka selesaikan maka mereka mengambil keputusan kembali ke rumah mereka di Hang-zhou.
Sepanjang jalan Ruan-wei tampak tidak bersemangat. Tubuhnya yang sudah kotor bertambah kotor. Jika bukan Ruan-yun yang mengajaknya berbicara, dia malas berbicara!

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang