22. Bernasib Sama

1.5K 31 0
                                    

Yi-feng dengan kecepatan yang tinggi keluar dari dalam gua. Di luar sangat terang sepertinya sekarang sudah tengah hari.

Dia melihat sekelilingnya, gunung masih ada, rumah batu masih berdiri dengan di sana. 

Bagaimana dengan tuan rumahnya? Dia menarik nafas panjang.

Dia merasa seperti baru keluar dari dalam kubur! hatinya sekarang terasa sepi, otaknya kosong, hanya kakinya yang bergerak berjalan meninggalkan tempat ini.

Dia berjalan ke kaki gunung, setibanya di kaki gunung dia baru teringat kalau di sudut rumah batu itu, masih ada benda-benda berharga seperti perhiasan dan batu hias. Benda-benda itu cukup menjadi bekal baginya untuk melakukan apa yang ingin dia lakukan.

Dia masih teringat Pencuri Selatan dan Perampok Utara masih menyimpan sebuah benda yang lebih berharga dibandingkan tumpukan perhiasan... alat bercahaya yang bisa berputar.

Dia ingin kembali ke dalam gua untuk mengambil kembali benda berharga itu, tapi di lubuk hatinya yang terdalam, ada kekuatan yang melarangnya melakukan hal ini.

Kematian Tangan Terampil dan Wajah Besi, rintihan murid-murid Zhong-nan-shan...semua begitu nyata melintas di otaknya. Karena itu tanpa memikirkan hal lain, dia segera berlari ke kaki gunung, hanya dengan cara seperti itu hatinya baru merasa tenang.

Walaupun kau mempunyai benda berharga tapi jika hatimu merasa tidak tenang, hidupmu pun tidak akan senang, apakah betul?...paling sedikit sebagian orang akan merasa seperti itu.

Awan putih terus berjalan, tadinya berada di bawah kakinya, sekarang berada di atas kepalanya, didepan ada belokan, dia harus melewati 2 gunung lagi baru bisa kembali ke tempat di mana dia masuk gunung tadi.

Karena itu langkah kakinya semakin cepat, dia ingin segera tiba di Zhong-nan-shan. Setelah melewati sebuah gunung, tiba-tiba dia mendengar ada helaan nafas. Suara itu berasal dari sisi hutan. Helaan nafas ini penuh dengan kemarahan karena perlakuan tidak adil dan juga seperti menyalahkan.

Di gunung sepi ini semua benar-benar terdengar sangat jelas. Hembusan angin dingin ini berhembus semakin jauh dan jauh...

Yi-feng berhenti dan berpikir, 'Mengapa orang yang terluka di dunia ini begitu banyak!'

Belum habis berpikir, dari dalam hutan terdengar lagi suara sedih. Dia seperti bicara sendiri. Yi-
feng tidak begitu jelas mendengar suara itu, tapi karena sejak kecil dia telah berlatih ilmu silat,
maka pendengarannya lebih tajam di-bandingkan orang biasa. Dia seperti mendengar,
"Sudahlah...selamat tinggal..."

Yi-feng merasa terkejut, "Apakah ada yang akan bunuh diri di hutan ini?" Tanpa pikir panjang lagi, dia berlari mencari suara itu.

Dugaannya tidak salah, di hutan itu benar-benar ada orang yang berusaha ingin bunuh diri, karena itu dia segera berlari ke sumber suara itu.

Saat memasuki hutan, di sebuah pohon besar tampak tergantung seseorang.

Dia segera berlari, dia tiba di tempat itu.

Tangan kanannya melambai, tali sebesar jari itu segera putus, tubuh yang tergantung segera jatuh ke tanah.

Tangan kanan Yi-feng mengibas lagi, dia memeluk tubuh yang terjatuh dan dengan pelan meletakkannya di bawah, dia mencoba nafas orang itu. Ternyata dia masih bernafas.

Maka dia segera mengurut 36 jalan darah orang itu. Orang itu menghembuskan nafas kemudian dia segera sadar. Sorot matanya yang lemah terus melihat Yi-feng.

Yi-feng tersenyum dan berkata: "Hidup lebih baik daripada mati, Sahabat! Kau masih muda mengapa ingin bunuh diri?"

Orang itu berbaju usang, wajahnya juga lesu, tapi dari wajah lesu itu tetap terlihat kalau dia sangat tampan dan berumur paling-paling 20 tahun lebih. Hal ini membuat Yi-feng jatuh iba kepadanya.

Sorot mata orang itu berputar dengan kaku, seperti ingin membuktikan kalau dia sudah tidak berniat hidup di dunia ini lagi, mengapa dia ditolong? Mendengar pertanyaan Yi-feng, dia hanya menarik nafas panjang.

"Mengapa kau menolongku? Hatiku sudah mati, hidup pun apa gunanya?" dia berkata lagi, "Jika seseorang tidak pernah tertimpa kesedihan dia tidak akan tahu bagaimana rasa sedihku ini."

Logatnya berasal dari Si-chuan. Kata-katanya sangat lancar, kalimatnya juga bagus.

Sangat cocok dengan penampilannya, tampak dia seperti orangyang terluka hatinya.

Yi-feng tersenyum dan berpikir, 'Mana mungkin kau bisa tahu kalau aku juga orang yang hatinya sedang sedih?'

Tapi dia tetap berkata:
"Sahabat, apa yang membuatmu sedih? Ceritakanlah, siapa tahu aku bisa membantumu." Nada bicaranya ramah, dia tidak melihat kalau pemuda ini adalah orang yang licik. Orang itu menarik nafas dan menceritakan kisahnya...

Ternyata dia berasal dari keluarga pelajar yang tinggal di kota Ping-shan di Propinsi Si-chuan, dia bernama Wen-hua. Dia bukan seorang pemuda yang sangat berbakat, tapi kalau belajar cepat bisa memahami, hanya saja nasibnya kurang baik. Dia jatuh miskin dan menjadi seorang pelajar yang tidak berguna. Setelah harta warisannya habis, dia tidak sanggup bertahan hidup lagi. Karena itu di membawa istri tercintanya dari Si-chuan menuju Yun-nan.

Di Wu-liang-shan, dia bekerja menjadi pemulung kayu bakar tapi bagi pelajar, hal ini menjadikan dirinya sangat menderita.

Karena istrinya tidak tahan lalu dia pun meninggalkan gunung, dia pergi mengikuti seorang pedagangyangbaru dikenalnya.

Wen-hua menceritakan riwayat hidupnya dengan singkat.

Ini adalah salah satu kehidupan orang kecil dan sering menemukan hal seperti ini, tapi saat Yi-feng mendengarnya, dia merasa-kannya dengan perasaan yang dalam.

Dia terpaku, hatinya bergejolak, bukankah riwayat hidupnya hampir sama? Ditinggalkan istri, ini membuatnya ikut merasa sedih.

Wen-hua menarik nafas:
"Kita baru bertemu, aku berterima kasih karena Tuan telah menolongku. Tapi Tuan menolong tubuhku, bukan menolong hatiku!"

"Hhhh! Uang memang sangat jahat tapi juga sangat dibutuhkan!"

Yi-feng terpikir pada perhiasan yang menumpuk di rumah batu itu. Karena itu dia tersenyum pada Wen-hua:
"Kita bisa bertemu di sini berarti kita memang berjodoh. Di gunung itu aku menyimpan
sebagian hartaku. Aku tidak memerlukannya tapi mungkin bisa sedikit membantumu " Dia
berkata lagi, "Jangan menolaknya, setelah mendapatkan harta itu jika kau masih ingin bunuh diri, aku tidak akan melarangmu lagi. Masih banyak perempuan di dunia ini, jika istrimu tega
meninggalkanmu, untuk apa kau ...."

Dia berhenti bicara, dia bisa menasehati orang lain, bagaimana dengan dia sendiri?

0-0-0  

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang