74. Terlatih Menjadi Kuat

1.1K 30 0
                                    

Dia melihat Lu Nan-ren lalu melihat plakat San-xin-shen-jun, seperti sedang memikirkan sesuatu. Pelan-pelan dia berkata:
"Yi... Nan-ren, apa yang kau pikirkan?" Lu Nan-ren terpaku:
"Aku pikir, bisa mendapatkan guru seperti San-xin-shen-jun, sungguh sangat beruntung." Ling-lin mengedipkan mata:
"Aku beritahu padamu, aku juga punya seorang guru lagi, dia adalah Tuan Jian. Tadinya di Zhong-nan-shan aku sudah diangkat menjadi muridnya tapi setelah turun gunung, suatu malam tiba-tiba saja dia pergi, hanya meninggalkan sepucuk surat. Dia menyuruh Guru San-xin mengajariku dulu."
"Itu lebih baik!" kata Lu Nan-ren. Karena dia sedang memikirkan sesuatu maka dia menjawab dengan asal-asalan tapi Ling-lin sekarang sedang mengkhayal yang indah maka dia tidak merasakan ada yang janggal.
Begitu mata Lu Nan-ren melihat mayat di bawah, sikap bingungnyaa berubah. Sambil menarik nafas dia menyusun 4 mayat ini menjadi satu jajar. Di tubuh mereka masing-masing tertancap sebuah pisau melengkung berwarna kuning, ada yang menancap di tulang rusuk, di pinggang, semua menancap di nadi vital. Dia menarik nafas panjang:
"Ilmu silat Xiao-wu sungguh hebat, dalam waktu bersamaan dia bisa menyerang tepat
mengenai nadi vital keempat orang ini, caranya sungguh kejam aku tidak tahu kalau dia begitu
tega membunuh orangyang dekat dengannya!"
Dia menyimpan 4 buah pisau melengkung itu ke baju bagian dadanya.
"Bulan 5 Duan-yang... bulan 5 Duan-yang," diam-diam dia bersumpah pada bulan 5 Duan-yang, dia akan menancapkan 5 pisau ini ke tubuh Xiao-wu.
Di Xi-liang-shan bertambah 5 kuburan baru. Kelima kuburan itu digali oleh Lu Nan-ren dan Ling-lin dengan susah payah dan terburu-buru karena mereka mengkhawatirkan keadaan Sun-ming dan Xu-bai yang ada di gunung:
"Mengapa ibu tidak turun gunung, apakah yang telah terjadi sesuatu?"
Ling-lin berkata pada dirinya sendiri, dia merasa dia semakin dewasa karena dia telah melihat orang mati dan pernah menggali kuburan untuk mereka.
Bagaimana dengan Lu Nan-ren? Yang pasti dia merasa sedih dan terbeban, dalam waktu setengah hari sudah menguburkan banyak orang, dan mengerti arti hidup dan mati hanya dipisarfkan oleh satu garis saja. Yang paling membuatnya marah dan sedih adalah, 'Orang yang tidak pantas mati malah mati, orang yang pantas untuk mati malah tidak mati-mati.'
Angin terus meniup pepohonan. Dia berlutut di depan kuburan baru dan terus berdoa. Walaupun dia tidak percaya ada setan atau dewa di dunia ini tapi sekarang demi pahlawan-pahlawan ini dia pun berlutut dan berdoa. Dia berdoa berharap mereka naik surga.
Dia berlari ke gunung karena merasa kemarahan dan kesedihannya telah berlalu, dia merasa sekarang hatinya kosong. Banyak hal yang harus dia pikirkan tapi tidak ada satu pun yang bisa terpikir olehnya. Hal yang tidak perlu dipikir terus melayang-layang di dalam pikirannya.
Dia menoleh ke belakang, baru dia melihat ternyata Ling-lin yang terus berada di sisinya seperti sangat lelah. Melihat Lu Nan-ren sedang melihatnya,
Ling-lin tertawa:
"Kepandaianmu sangat baik, aku tahu kau sudah lama tidak beristirahat juga tidak makan tapi kau tidak juga merasa lelah. Aku... aku benar-benar merasa lelah."
Lu Nan-ren tersenyum dan berkata: "Kau mempunyai guru hebat, kelak kepandaianmu pasti lebih baik dibandingkan denganku." Tiba-tiba dia merasa, Ling-lin yang sudah lama belajar silat dari San-xin-shen-jun, mengapa ilmu silatnya tidak maju secepat dirinya? Sedang dia hanya belajar satu kali pada Tian-xing-mi-ji' tapi dia mengalami kemajuan sangat pesat.
Berarti buku 'Tian-xing-mi-ji' benar-benar sebuah buku sakti.
Dia berpikir lagi, "Di dalam bajuku tersimpan benda sakti jika diketahui oleh orang lain pasti akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Untung orang yang tahu tentang buku ini tidak banyak. Tuan Jian, San-xin-shen-jun, dan Nyonya Ling juga tidak tahu apakah aku berhasil mendapatkan benda ini atau tidak...tapi benda ini sebenarnya milik Tuan Jian, jika bertemu dengannya nanti aku harus mengembalikan padanya."
Kemudian dia berkata lagi: "Tapi Wan Tian-pin sudah tahu kalau buku ini ada di tanganku, mungkin karena banyak hal yang terjadi maka dia tidak sempat merebutnya. Jika sekarang aku kembali ke sana, dia pasti akan merebut buku ini. Sekarang dengan kepandaian yang kumiliki aku belum bisa mengalahkannya. Apa yang harus kulakukan?''
Langkah kakinya sedikit melambat tapi Ling-lin maju beberapa langkah. Dengan aneh dia bertanya:
"Ada apa?"
Lu Nan-ren tertawa dengan terpaksa: "Tiba-tiba aku teringat sesuatu... " "Apakah kau tidak ingin pergi bersamaku?" tanya Ling-lin sedikit terkejut.
Diam-diam Lu Nan-ren mengeluh: "Seorang laki-laki sejati ketika dia harus berjalan dia akan terus berjalan, ketika berhenti dia harus berhenti. Lu Nan-ren! Lu Nan-ren! Seumur hidup kau adalah seorang yang lincah juga lurus, tapi kurang keberanian, kau berpura-pura mati, sekarang kau sedang ditertawakan oleh Xiao-wu. Ketika seorang laki-laki sejati menang, dia harus menang, ketika kalah harus bisa menerima kekalahannya. Hidup dan mati adalah hal biasa, sekarang kau banyak berhutang budi. Jika bukan karena dirimu, Xiao Nan-pin tidak akan seperti itu. Kelak jika menghadapi suatu masalah kau masih bertindak seperti itu, kau benar-benar bukan seorang lelaki, bisa dikatakan kau bukan manusia."
Ling-lin melihat dia menundukkan kepala berpikir dan tidak menjawab pertanyaannya. Wajahnya terlihat penuh kesedihan, dia menarik nafas dan berkata:
"Jika kau tidak ingin berjalan bersama-ku "
Kata-katanya belum berhenti, Lu Nan-ren sudah menegakkan dadanya dan berkata: "Aku pasti akan menemanimu kesana, ada suatu tempat di mana aku ingin pergi ke sana." Ling-lin tertawa, pelan-pelan berkata:
"Itu lebih baik, aku takut " Dia merapikan rambutnya dan berlari ke depan. Melihat sosoknya
yang langsing, Yi-feng terlihat khawatir juga ada sedikit kegembiraan. Baru beberapa puluh meter Ling-lin berteriak: "Nan Ren, ayo cepat lari!"
Dia menenangkan diri kemudian ikut berlari. Lu Nan-ren adalah seorang yang sangat pintar dan sifatnya memang seperti itu. Sejak kecil dia tumbuh tanpa ada halangan apa pun. Ketika remaja namanya sangat baik. Berkeluarga atau usahanya sangat sukses. Lu Nan-ren tumbuh besar dalam lingkungan seperti itu maka membuatnya kurang kuat dan berani.
Setahun yang lalu istrinya mengkhianatinya, dia dikejar-kejar musuh, ini adalah kejadian pertama kali dalam hidupnya dia mengalami kesulitan. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Akhirnya setelah berpikir dan berencana, di kota Bao-ding, dia berpura-pura mati untuk menghindari kejaran Tian-zheng-jiao. Rencana ini dilakukannya untuk menyusun rencana balas dendam di kemudian hari. Dia menganggap hal ini adalah ide cemerlang tapi tidak ada keberanian.
Sampai hari ini bisa dikatakan dia sudah kenyang dengan cobaan yang dihadapi. Ada pepatah yang mengatakan jika giok tidak diasah maka tidak akan menjadi sebuah giok yang bagus. Siksaan yang berat, pukulan yang bertubi-tubi, membuat besi berkualitas bagus menjadi bajayangkuat.
Sekarang dia berubah dikarenakan dalam waktu sehari semalam dia menyaksikan hal yang terlalu kejam dan peristiwa ini terlalu dalam menusuk hingga kedalam hatinya. Ada pepatah mengatakan air Huang He bisa membeku menjadi es bukan hanya dalam waktu sehari di musim dingin. Dia berubah sedikit demi sedikit menjadi es.
Hidup dan mati dianggap santai, apalagi dia sangat jujur, untung dan rugi tidak dilihatnya. Menjadi orang tidak bertindak macam-macam tapi yang namanya 'tidak takut' bukan hal yang mudah!
Angin berhembus, sangat kencang. Ling-lin sedikit mengangkat bahunya dan mengomel: "Kita naik gunung berlawanan dengan arah angin, pantas aku begitu lelah." Lu Nan-ren tersenyum:
"Angin datang berlawanan pasti ada angin yang searah. Tidak ada angin berlawanan mana ada angin yang searah."
Ling-lin bengong. Dia merasa kedua kata ini sangat sederhana tapi begitu tepat. Pelan-pelan dia menarik nafas:
"Hal begitu sederhana mengapa sulit dimengerti?"
Dia melihat wajah Lu Nan-ren yang tampan dan bercahaya, sama sekali tidak tercermin rasa takut. Dia mulai mengerti laki-laki tampan dan kuat ini bisa menjadi sandaran bagi semua perempuan di dunia ini. Sandaran yang sangat nyaman, karena itu dia tersenyum.
Angin kencang tetap berhembus tapi Ling-lin tidak mengomel lagi:
"Walaupun ada angin kencang, matahari tetap menyinari tubuhku."
0-0-0  

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang