Matahari seperti ikut merasa sedih karena kejadian kemarin malam, pagi ini dia muncul lebih pagi.
Cahaya matahari membuka kegelapan malam juga mengeringkan embun yang berada di atas daun...
Matahari dengan semangat muncul di pegunungan hijau ini.
Jalan penuh dengan batu dan pasir, karena sinar matahari ini membuat jalan menjadi terang dan berwarna kuning. Di pagi hari di musim semi bagi manusia benar-benar indah.
Tiba-tiba...di jalan gunung yang penuh dengan cahaya, angin menghantarkan lagu indah. Suara yang merdu dan lembut tidak jelas apa yang dinyanyikannya. Sepertinya ada seorang gadis remaja yang sedang bernyanyi.
Nyanyian itu semakin dekat, diiringi nyanyian ini dari sebuah jalan gunung muncul seorang gadis remaja dengan umur berkisar 13-14 tahun. Sambil merapikan rambutnya yang tertiup angin, dia mengambil sehelai rumput. Seperti seekor burung nuri, dengan santai dia bernyanyi dengan gembira.
Di dunia ini banyak terdapat lukisan. Apakah pernah melihat lukisan gunung dan kolam ini. Di dunia ini banyak terdapat puisi-puisi. Apakah puisi ini pernah melukiskan keindahan alam ini
Keindahan alam tidak bisa dilukiskan
Ah! Di dunia ini ada berapa puisi? Aku tidak tahu, aku juga tidak tahu di dunia ini ada berapa yang memuji. Memuji keindahan pagi hari di gunung di awal musim semi. Tapi aku tahu pujian dari dulu sampai sekarang tidak ada yang secantik dan seindah nyanyian gadis ini.
Lagu ini terdengar begitu alami, seperti angin berhembus dan air mengalir, juga seperti bahasa serangga di malam hari... dengan lagu alami memuji keindahan alam, bukankah lagu ini bisa menggerakan hati setiap orang?
Di dunia ini ada berapa banyak lukisan, aku tidak tahu, aku tidak tahu di dunia ini ada berapa banyak orang yang bisa melukis? Walaupun ada yang bisa melukiskan kedua matanya yang indah, tapi tidak bisa melukiskan cahaya yang memancar dari matanya. Walaupun ada orang bisa melukiskan tawanya yang manis tapi tidak bisa melukiskan manisnya tawa ini. Walaupun ada orang yang bisa melukiskan keindahan tubuhnya, tapi tidak ada yang bisa melukiskan tubuhnya yang dipenuhi semangat muda.
Dengan ringan dan gembira, dia turun dari gunung. Bajunya berwarna merah muda, berada di pegunungan yang hijau ini, benar-benar seperti awan di sore hari yang berjalan di langit yang biru dan luas. Kesedihan dan ketidak beruntungan pergi karena kedatangannya.
Nyanyian sudah usai.
Matanya yang berkilau melihat setiap benda yang ada di alam yang tertiup angin. Langkahnya tetap ringan, rambutnya melambai-lambai. Tapi...
Di pagi dan di tempat yang begitu indah, bumi yang hijau, mengapa terdengar ada yang menarik nafas begitu sedih?
Dia berhenti melangkah dan mendengarnya. Suara helaan nafas itu berasal dari jalan gunung itu. Dari sebuah hutan kecil dan dari sebuah pondok yang beratap merah, sepertinya di sana tidak hanya ada satu orang.
Dia mengerutkan alis tapi tawa di sudut mulutnya tidak hilang. Dia hanya terlihat ragu sebentar, lalu mulai berjalan ke arah pondok itu.
Terdengar suara PAK seperti 2 kepalan tangan beradu juga seperti ada yang sedang menarik meja.
Kemudian ada seorang pak tua berjalan pelan-pelan berkata:
"Lao Er, apakah kau tidak merasa aneh mengapa sampai sekarang dia belum datang. Hhhh..." Dia menarik nafas lagi:
"Adik ketiga selalu bersifat egois, dia tidak mau tahu apakah kita mencemaskannya atau tidak? Lao Er, apakah kau dengar dengan jelas kalau adik ketiga akan bertemu kita di tempat ini?"
Yang satu lagi sambil menarik nafas pelan-pelan berkata:
"Kakak tertua, adik ketiga pasti akan datang! Dia...Hhhh!"
Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu tapi tertutup oleh helaan nafas.
Suara pertama yang terdengar berasal dari seorang pak tua, dengan berat dia berkata:
"Dia akan datang... akan datang. Semoga dia akan datang. Hhhh... adik ketiga, apakah kau tahu kalau kakak tertuamu ini tidak akan membencimu. Adik ketiga, apakah kau tidak mengerti perasaanku?" Suara tua yang penuh perasaan dan sedih ini terdengar hingga jauh. Suara ini masuk ke telinga gadis ini. Dia mengedip-ngedipkan mata kemudian naik ke atas gunung.
Pondok di gunung itu tidak terlalu besar, ada sebuah meja yang terbuat dari batu, 4 kursi terbuat dari batu, di atas kursi duduk 2 orang setengah baya. Dagu mereka ditumbuhi sedikit janggut. Mereka menundukkan kepala dan duduk dengan diam di kursi sepertinya mereka merasa sangat khawatir dan tampak sangat lelah.
Pagar pondok berwarna hijau. Seseorang yang sama terlihat khawatir dan lelah, bersandar ke pagar pondok. Dia melihat ke tempat jauh sepertinya sedang menunggu seseorang.
Gadis itu datang ke tempat mereka. Begitu pandangan mereka beradu, hati gadis itu bergetar karena sorot mata keempat orang itu sangat tajam. Walaupun khawatir juga lelah tapi sorot mata mereka tetap tidak berkurang tajamnya.
Dia mengedipkan matanya dan mendekat. Mulut sudah menyunggingkan tawa manis dan dengan senang dia berkata kepada keempat laki-laki yang tidak dikenalnya.
"Cuaca hari ini sangat baik, apakah benar?" Keempat orang itu terpaku dan saling bertukar pandangan. Karena mereka tahu di antara mereka tidak ada seorang pun yang mengenal gadis ini. Mereka melihat ke belakang, di sekeliling sana kosong. Kecuali mereka tidak ada orang lain.
Mereka tahu kalau gadis itu sedang bicara dengan mereka tapi mereka tidak mengenalinya juga tidak tahu alasan apa dia mengajak bicara kepada mereka. Empat pasang mata seperti kilat melihat gadis itu. terlihat senyumnya begitu manis, tatapan matanya begitu baik, juga membuat siapa pun tidak tega menolak pertanya-annya.
Pak tua yang penuh dengan rasa khawatir itu memaksakan diri untuk tersenyum kemudian mengangguk:
"Betul, gadis kecil, cuaca hari ini sangat bagus."
Mata gadis itu tidak berkedip menatap pak tua itu, melihat pak tua itu tertawa, dia tertawa lebih manis lagi. Dengan senang dia bertepuk tangan dan tertawa: "Baik, baik sekali! Tadinya aku mengira Anda tidak bisa tertawa!"
Pak tua itu batuk dan menoleh kepada ketiga orang lainnya, terlihat di mata mereka juga ada tawa, hanya saja mereka menahannya supaya tidak tertawa keluar.
Seumur hidup dia selalu sangat serius, semua orang menganggapnya sebagai kakak atau ayah yang disiplin keras, tidak ada yang pernah berkata seperti itu di depannya. Sekarang dia melihat tawa manis gadis itu, hati yang dipenuhi dengan rasa kekhawatiran mulai terasa hangat. Dengan lembut dia berkata:
"Gadis kecil, kau mau ke mana? Hutan ini sagnat lebat, apakah kau tidak takut tersesat?"
Ketiga orang itu dengan aneh saling bertukar pandang karena selama ini mereka belum pernah melihat kakak tertua mereka berkata seperti itu. Apalagi berkata pada seorang gadis kecil yang berumur 15-16 tahun. Tapi mereka tidak berani mengungkapkan perasaan aneh ini. Terlihat gadis itu mengedipkan matanya yang indah dan terang, sambil tertawa dia menjawab:
"Aku tidak akan tersesat, aku datang bersama ibu dan paman. Aku datang kemari hanya berharap, Anda jangan terus menarik nafas.
Lihatlah langit begitu biru, pohon begitu hijau, musim dingin baru berlalu. Sekarang musim semi begitu indah, apa yang tidak bisa diselesaikan di dunia ini? Paman, untuk apa kau terus menarik nafas?"
Suaranya terdengar manja dan lembut, tawanya yang manis, dan kata-katanya yang lembut dalam menasehati, membuat keempat orang yang ada di pondok yang sedang berada dalam keadaan cemas dengan cepat berganti menjadi senyum.
Karena itu dengan puas dia mengangguk dan tertawa:
"Aku akan pergi sekarang! Aku harus menemani ibu mencari seseorang, aku berharap orang yang kalian tunggu akan segera datang." Kemudian dengan tersenyum dia melambaikan tangan, seperti seekor kupu-kupu sekali lagi dengan ringan dia berjalan ke arah gunung.
0-0-0
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu Long
Fiksi UmumDi dalam cerita THPH, ada tiga orang jago pedang yang mewarisi ilmu dari Chang Man-tian - salah satu tokoh dalam Pedang Sakti Langit Hijau, karya pertama Gu Long. Tapi isi kedua cinkeng itu tidak berkaitan satu sama lain, kecuali soal warisan ilmu t...