Qian-yi melihatnya sebentar, Tapi dia tidak menganggapnya. Kesombongannya membuat pendekar-pendekar menjadi ramai membicarakannya.
Wajah Huang Zhen-guo memucat, dia menyerang dari belakang. Orang yang bernama Qian-yi itu sama sekali tidak bernama di dunia persilatan, dia tidak bergerak. Pukulan Huan Zhen-guo tepat mengenai tubuhnya.
Para pendekar melihat kepalan Wan-sheng-dao mengenai tubuh pemuda itu, tapi baru saja kepalannya mengenai baju orang itu, Huang Zhen-guo malah seperti kesurupan, dia melayang di udara kemudian terjatuh ke bawah.
Pendekar-pendekar di sana menjadi ramai.
Ada yang berteriak:
"Jurus 'Zhan-yi-shi-ba-shi' (Baju rendam 18 jurus)!!"
Ternyata pemuda tidak bernama ini menggunakan jurus 'Zhan-yi-shi-ba-shi'. Jurus ini adalah
ilmu silat tingkat tinggi, pendekar-pendekar di sana merasa aneh.
Yi-feng diam-diam mengagumi ilmu silat pemuda itu. Dia merasa aneh: "Mengapa pemuda ini belum pernah terdengar sekalipun muncul di dunia persilatan?" Wajah Ba-gua-shen-zhang tampak berubah, pelan-pelan dia melihat pemuda itu dan berkata: "Sahabat yang masih muda ini ternyata mempunyai ilmu silat begitu tinggi, siapa gurumu?
Apakah beliau adalah Guru Wu-dang?"
Qian-yi tersenyum tapi senyumnya masih terlihat penuh dengan kesombongan, dia menjawab: "Aku datang dari Qing-hai, guruku pernah menyebutkan nama Tetua Fan. Aku kira Pendekar
Fan tentu masih ingat guruku?"
Wajah Ba-gua-shen-zhang berubah, dia segera memberi hormat:
"Ternyata Pendekar Muda Qian datang dari gunung Bu-ke-ma-yin, gurumu adalah orang yang berilmu tinggi. Dulu aku pernah bertemu dengannya. Sekarang Pendekar Muda Qian mulai berkelana di dunia persilatan, ini sangat baik, baik sekali!"
Pendekar-pendekar di sana terkejut melihat ilmu silat pemuda itu, sekarang melihat Ba-gua-shen-zhang yang selalu menyombong-kan diri pun begitu menaruh hormat kepada pemuda itu, mereka jadi bertanya-tanya.
Pemuda yang bernama Qian-yi itu tersenyum, dengan sombong dia berkata:
"Tetua Fan, apakah aku akan terlihat memalukan jika menjadi wasit pertarungan ini?"
Segera Ba-gua-shen-zhang tertawa:
"Pendekar Qian adalah murid kesayangan salah satu tetua dunia persilatan, nama tetua ini adalah 'Pak Tua Tanpa Nama', kalian yang sering berkelana di dunia persilatan pasti pernah mendengar nama 'Pak tua tanpa nama' dari Qing-hai!"
Begitu mendengar nama 'Pak Tua Tanpa Nama', para pendekar di sana menjadi ramai lagi.
Wan-sheng-dao Huang Zhen-guo, ketika mendengar 4 kata ini, segera melarikan diri dari pintu pinggir.
Ketika mendengar nama ini, Yi-feng ikut terkejut, dia terus melihat pemuda yang bernama Qian-yi ini.
Ternyata kabar dunia persilatan yang menyebar bahwa di Qing-hai tepatnya di Gunung Bu-ke-ma-yin tinggal seseorang berilmu silat tinggi. Selama puluhan tahun orang dunia persilatan mengetahui tentang keberadaan orang aneh ini, ilmunya sudah sangat sakti, tapi tidak seorang pun yang pernah bertemu dengan orang ini. Semua orang hanya tahu dia disebut 'Pak Tua Tanpa Nama'.
Qian-yi adalah murid orang aneh ini, maka Ba-gua-shen-zhang pun sangat menghormatinya. Qian-yi berdiri dengan sombong melihat ke sekeliling ruangan. Ba-gua-shen-zhang berjalan ke meja sembahyang, memberi hormat kepada biksu Zhong-nan-pai yang ada di belakang meja sembahyang.
"Sekarang para pendekar telah memilih 3 orang untuk menjadi wasit pertarungan, pertarungan bisa segera dimulai."
Yi-feng melihat biksu setengah baya itu sedang bicara dengan 2 biksu lainnya dengan suara kecil. Umur kedua biksu itu sudah tua, sambil mendengar perkataan biksu itu, mata mereka mencari-cari.
Yi-feng berpikir, 'Apakah mereka sedang mencariku?'
Salah satu biksu berambut putih berjalan ke arahnya, dia menyapa semua orang kemudian berkata:
"Ketua perkumpulan kami yaitu Biksu Miao-ling karena sakit lalu meninggal. Karena beliau meninggal secara tiba-tiba maka kedudukan ketua ini tidak sempat diwariskan olehnya kepada yang berhak menyandang gelar ketua. Maksud kami adalah di antara ratusan murid Zhong-nan-pai yang berilmu silat tinggi bertarung untuk memperoleh kedudukan ketua Zhong-nan-pai generasi keenam. Kami berharap para pendekar akan mendukung kami."
"3 orang yang telah kalian pilih adalah orang-orang ternama dari dunia persilatan. Mereka akan menjadi saksi dalam rapat ini. aku mewakili semua murid Zhong-nan-pai berterima kasih kepada
kalian."
Kedua alisnya berkerut, wajahnya sedih dan khawatir, dia berkata:
"Di antara murid-murid Zhong-nan-pai, yang kuketahui yang ikut pemilihan ketua hanya ada 7 orang. Ketujuh orang ini adalah orang-orang terkuat tapi aku berharap orang-orang ini bisa menjadi penanggung jawab yang handal. Sekarang aku persilakan ketujuh murid Zhong-nan-pai ini keluar dan memberi salam kepada para pendekar."
Tiba-tiba Ba-gua-shen-zhang tertawa:
"Biksu Miao-fa, apakah Anda tidak berniat mengikuti pemilihan ini?" Biksu berambut putih itu tertawa:
"Aku sudah tua, tulang dan ototku sudah mengendur, mana bisa aku seperti Tuan Fan yang begitu bersemangat?" Fan Chong-pin tertawa:
"Aku tahu kalau Guru seperti seekor burung bangau, sangat bebas! Kalau begitu, kita persilakan saja ketujuh guru ini untuk keluar. Aku yakin semua orang di sini pasti ingin melihat calon ketua Zhong-nan-pai yang baru."
Pendekar-pendekar setuju dengan usul Fan Chong-pin.
Guru Miao-fa tersenyum, dia berputar ke belakang. Ketujuh biksu Zhong-nan-pai yang mengenakan baju biru keluar. Ketujuh orang ini ada yang kurus, tinggi, pendek, tua, muda, tidak ada yang sama, persamaan mereka adalah sama-sama terlihat bersemangat, langkah mereka pun mantap. Mata mereka bersinar, mereka terlihat seperti pesilat tangguh.
Setelah ketujuh biksu itu keluar, telapak tangan mereka tampak menempel menjadi satu, mereka memberi hormat. Para pendekar berdiri, balas memberi hormat kepada ketujuh biksu itu.
Yang perlu diketahui di antara ketujuh biksu itu, salah satunya akan menjadi ketua Zhong-nan-pai generasi berikutnya. Karena itu pula para pendekar di sana tidak ada yang berani bersikap kurang ajar.
Yi-feng masih berdiri di belakang, dia terus memperhatikan ketujuh biksu itu. Dia mempunyai firasat tidak enak, rapat akbar ini diadakan pasti ada alasan tertentu. Hanya saja apa alasannya masih belum terlihat jelas.
Aula itu sangat luas, kecuali di sana tampak para pendekar yang duduk mengelilingi aula, di tengah ada ruang kosong dengan luas 10 m. Sekarang tampak seorang biksu dengan usia sekitar 30 tahun berdiri di tengah aula, kedua tanganya dikatupkan, lalu memberi hormat. Dia berlutut dan memberi hormat kepada para leluhur.
"Murid generasi keenam dari Zhong-nan-pai, Xuan-hua, berharap paman guru dan kakak seperguruan mau memberikan petunjuk."
Kemudian dia pun memasang kuda-kuda, baju biksu panjangnya diselipkan ke tali pinggangnya. Kedua matanya terbuka dengan lebar, sepertinya ilmu silatnya cukup tinggi.
Setelah Xuan-hua berdiri, para tamu langsung mengetahui ilmu silatnya paling sedikit telah berusia 20 tahun. Diam-diam banyak yang berpikir, 'Murid-murid Zhong-nan-pai ternyata ada juga yang berilmu silat tinggi.'
Salah satu biksu berdiri dan berjalan keluar, dia memberi hormat kepada para tamu dan juga kepada patung dewa. Kemudian dia menyelipkan baju biksunya ke tali pinggang, dia memberi hormat kepada Xuan-hua, dan kedua tangannya dikatupkan menjadi satu.
"Xuan-ji berharap kakak seperguruan sudi memberikan petunjuk."
Dia berdiri dengan diam, dengan penuh konsentrasi dia siap menghadapi Xuan-hua.
Biksu Xuan-hua membentak, kemudian tangan kirinya dilayangkan, tangan kanannya menepis, kakinya maju dia bergerak mendekati Xuan-ji. Tiba-tiba kedua tangannya terjulur keluar dan menyerang, yang satu ke arah wajah, sedangkan yang satu lagi ke perut bagian bawah.
Kaki Xuan-ji bergeser, tubuhnya berputar membentuk lingkaran, kemudian tangan kanannya menyerang.
Dalam ruangan dengan luas 10 m, tampak dipenuhi dengan bayangan telapak tangan, tubuh mereka bergerak secepat kilat. Ilmu yang mereka pakai adalah ilmu dari perkumpulan mereka. Selain terlihat ringan tapi kemantapannya tidak hilang. Dalam kemantapannya terasa seperti awan yang berjalan dihembus angin atau seperti air yang mengalir. Setiap jurus terus bersambung dan selalu berubah.
Saat jurus telapak tangan digunakan, para pemdekar baru mengetahui ternyata ilmu telapak tangan Zhong-nan-pai begitu sempurna dan bagus.
Sewaktu para pendekar sedang asyik menyaksikan semua jurus kedua biksu itu, tiba-tiba bayangan mereka terpisah, Biksu Xuan-ji telah berdiri di tempat jauh dan berkata:
"Jurus kakak seperguruan sangat bagus, aku mengaku kalah!"
Dia mengatupkan kedua tangannya, lalu dengan pelan kembali ke tempatnya.
Ba-gua-shen-zhang tertawa tergelak-gelak: "Ini adalah pertarungan antara pesilat tangguh, dan ini yang baru disebut sebagai orang yang berilmu silat tinggi!"
Dia melihat ke sekeliling, sambil tertawa dia berkata lagi:
"Tadi Guru Xuan-ji hanya kalah 1/2 jurus, tapi dia sudah mengaku kalah, ini sikap yang sangat baik, harap semua bisa belajar dengan semangat Guru Xuan-ji ini!"
Kemudian dia mengacungkan ibu jarinya, dan tertawa, para pendekar sangat kagum, ada sebagian tamu yang belum melihat jelas apa yang dilakukan Biksu Xuan-ji, tapi semua ikut mengacungkan ibu jarinya.
Yang perlu kita ketahui, ini adalah pertarungan untuk mendapatkan posisi sebagai seorang ketua, tapi Biksu Xuan-ji menganggap menang atau kalah adalah hal biasa, kebesaran hatinya begitu luas, tidak semua orang bisa melakukannya.
Tidak lama kemudian, ada dua orang biksu yang kalah lagi. Dia tetap berdiri di tengah aula, dan dia adalah Biksu Xuan-hua. Dalam dua kali pertarungan sejak awal mereka bertarung hingga batas yang ditentukan, yang kalah dengan rela hati mundur dari arena, tidak ada yang mencari gara-gara.
Yi-feng diam-diam memuji tindakan murid-murid Zhong-nan-pai. Dia pun kagum kepada Biksu Xuan-hua yang dalam tiga kali pertarungan masih tampak tenang dan berdiri dengan santai.
Tiba-tiba Mei-hua-jian, Du Chang-qin mendekati Fan Chong-pin lalu bicara dengan pelan. Terlihat Fan Chong-pin mengangguk-angguk seperti setuju dengan perkataan Du Chang-qin.
0oo0
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu Long
Fiction généraleDi dalam cerita THPH, ada tiga orang jago pedang yang mewarisi ilmu dari Chang Man-tian - salah satu tokoh dalam Pedang Sakti Langit Hijau, karya pertama Gu Long. Tapi isi kedua cinkeng itu tidak berkaitan satu sama lain, kecuali soal warisan ilmu t...