Hari berganti hari. Tanpa terasa 3 tahun sudah berlalu.
Suatu pagi, hujan salju turun terus. Pintu rumah Ba-gua-zhang Fan Zhong-pin pelan-pelan terbuka.
Pembantu tua yang rambutnya sudah memutih sedang menyapu seperti biasanya. Tanpa sengaja dia melihat ke depan. Di bawah pohon berdiri seorang pemuda berbaju putih, perawakannya tinggi dan besar.
Pembantu tua itu dengan terkejut menunjuk pemuda itu, "Kau... kau... apakah kau...." Dengan tersenyum pemuda itu mendekat:
"Aku adalah Ruan-wei yang sudah 3 tahun tidak bertemu dengan Paman." Pembantu itu terus mengangguk:
"Sudah 3 tahun kita tidak bertemu, Adik semakin tinggi, besar, juga tampan, hampir-hampir aku tidak mengenalimu."
"Apakah Tetua Fan ada di rumah?" Dengan cepat pak tua itu menjawab:
"Ada! Ada! Tuan selalu menyayangkan hal yang terjadi tiga tahun lalu karena orang seperti Adik jarang ada."
Sambil berkata demikian dia membawa Ruan-wei masuk ke pekarangan. Tiang yang terbuat dari batu masih berdiri dengan kokoh di sana, membuat Ruan-wei teringat masa lalunya. Dia tidak sengaja berhenti sebentar untuk melihat-nya. Pembantu tua itu menggelengkan kepala dan mengeluh:
"Anak muda, kenapa harus belajar ilmu silat, bukankah masih banyak hal yang bisa dipelajari?" Melihat Ruan-wei masih termenung dan tidak menjawab pertanyaannya, dia berpikir, 'Batu tiang itu begitu berat, siapa yang sanggup mencabutnya? Pemuda ini hanya mencari kesulitan!' Dia berkata kepada Ruan-wei:
"Tunggulah di sini, aku akan memanggil tuan besar kemari."
Setelah pembantu itu masuk, dalam hati Ruan-wei berkata, 'Ilmu apa yang kudapat selama tiga tahun ini?'
Dia mulai mencoba mengerahkan kepandaiannya. Dengan sebelah telapak tangannya dia menepuk kemudian mendorong lalu ditarik. Tiang batu itu seperti menempel di telapaknya dan mulai bergoyang.
Ruan-wei benar-benar senang, telapak kiri bagian belakang dipukulkan, tiang batu seperti berpegas dan tiba-tiba meloncat keluar. "Ilmu yang bagus!"
Ruan-wei sangat senang, tangan kirinya sekali lagi memukul, tiang batu itu turun dan masuk kembali ke tempat asal, sedikit pun tidak bergeser.
Ba-gua-zhang Fan Zhong-pin pelan-pelan mendekatinya. Dia terkejut: "Saudara kecil, tiga tahun kita tidak bertemu, ilmu silatmu maju pesat!" Ruan-wei memberi hormat:
"Tiga tahun aku tidak bertemu Tetua. Tetua masih begitu sehat dan bersemangat. Kali ini aku datang karena ada satu hal yang merepotkan Tetua."
Sejak tadi dia melihat ilmu silat Ruan-wei sangat aneh tapi dia tidak tahu dari mana asalusulnya ilmu silat itu? Melihat Ruan-wei tidak menyombongkan diri karena punya ilmu silat tinggi, dia benar-benar kagum. Dia segera menjawab:
"Saudara kecil, tidak perlu sungkan, katakanlah!"
Dari balik baju dadanya Ruan-wei mengeluarkan sebuah kotak persegi. Dari dalam kotak dia mengeluarkan sebuah ginseng berbentuk manusia.
Fan Zhong-pin segera berseru:
"Ah! Raja ginseng yang usianya sudah ribuan tahun!"
Dengan tenang Ruan-wei memberikannya kepada Fan Zhong-pin dan berkata:
"Tiga tahun yang lalu, aku menerima sebuah pil pemberian Nona Gongsun, dia telah menolongku. Aku dengar Tetua mengenal Nona Gongsun."
Fan Zhong-pin dengan cepat menggoyangkan tangannya menolak:
"Ini... ini., terlalu mewah... apalagi waktu Nona Gongsun menolongmu, dia tidak mengharapkan
sesuatu. Kalau kau begitu... artinya terlalu menghina "
Fan Zhong-pin mulai tidak senang: "Saudara kecil, jangan salah paham pada Nona Gongsun. Aku sangat mengetahui bagai-mana sifat Lan Er, dia tidak bermaksud apa-apa kepadamu. Jika dia mempunyai maksud tertentu, dia tidak akan menolongmu, lebih-lebih tidak akan berbuat baik kepadamu."
Ruan-wei memotong kata-katanya: "Tetua jangan membelanya lagi, tolong sampaikan kepada Nona Gongsun, aku sangat berterima kasih kepadanya. Hal lainnya aku tidak mau dengar!"
Lalu dia melempar ginseng itu kepada Fan Zhong-pin. Fan Zhong-pin dengan tergesa-gesa menyambutnya, kemudian dia mendengar, 'Aku pamit dulu!'
Baru berjalan beberapa langkah, Fan Zhong-pin membentak:
"Tunggu, jangan pergi dulu!"
Dia tergesa-gesa masuk ke dalam, ketika keluar dia membawa sebuah bungkusan yang dibungkus dengan kain ungu. Tanpa banyak bicara dia memberikannya kepada Ruan-wei. Bungkusan itu sangat berat, pasti di dalamnya berisi banyak barang.
Tanpa menunggu Ruan-wei bertanya, Fan Zhong-pin berkata:
"Aku mewakili dia menerima ginseng ini. Bungkusan ini adalah titipan Lan-er setelah mencarimu selama dua bulan. Dan berharap aku akan memberikan kepada Tuan!"
Fan Zhong-pin marah karena Ruan-wei tidak peduli, tapi Ruan-wei tidak mau menerima-nya. Fan Zhong-pin berkata lagi:
"Kau tidak perlu banyak bicara, barang ini adalah titipan Lan Er untukmu. Jika kau tidak mau, silakan kembalikan sendiri kepadanya. Jika kau tidak mau menerima sekarang, itu adalah penghinaan terhadapku!"
Melihat matanya melotot dan jenggotnya berdiri, Ruan-wei terpaksa menerima bungkusan ini dan berkata:
"Terima kasih, aku pamit sekarang!"
Karena Ruan-wei sangat sungkan, terpaksa Fan Zhong-pin menjawab: "Ya! Ya!..."
Tiba-tiba BRAK! Pintu pekarangan roboh ditendang seseorang. Salju tergetar dan jatuh berhamburan. Tiba-tiba muncul dua orang laki-laki dengan perawakan gagah juga tegap. Mereka berdiri di kiri dan kanan pintu.
Tidak lama kemudian masuk dengan perlahan seorang pak tua yang sangat jelek dan berpakaian merah. Dia membawa tongkat berkepala naga dengan panjang sekitar 3 meter. Begitu masuk pekarangan dia berhenti melangkah dan berdiri di sana. Wajah Fan Zhong-pin berubah dan dia tampak marah:
"Ke Lao-tou (Pak Tua Ke) sudah kukatakan kepadamu bahwa aku tidak tahu, untuk apa kau datang lagi? Apakah kau belum puas dengan pertarungan kita?"
Pak tua berpakaian merah itu sama sekali tidak meladeni perkataannya, matanya melotot, dia berdiri dan tidak bergerak. Fan Zhong-pin merasa aneh, masuk lagi sembilan orang gadis berpakaian kuning. Mereka masing-masing memegang alat musik berbeda yaitu kecapi, suling, dan lain-lain.
Kemudian masuklah sebuah tandu yang digotong oleh empat orang laki-laki berbadan tegap dan berpakaian sama dengan dua laki-laki yang datang lebih awal.
Tandu itu sangat mewah. Tandunya dilapis dengan wol hijau juga dipasang rumbai-rumbai. Pakaian keempat laki-laki yang menggotong tandu pun tampak mewah. Tandu berhenti di tengah-tengah pekarangan, sembilan gadis berpakaian kuning terbagi menjadi dua baris. Laki-laki berpakaian merah itu berteriak:
"Ketua Tian-du-jiao datang!" (perkumpulan racun langit).
Melihat keadaan ini, wajah Fan Zhong-pin yang tadinya pucat sekarang bertambah pucat lagi. Dengan suara bergetar dia berkat a:
"Saudara kecil, cepat pergi sekarang juga!"
Tirai tandu terbuka, orang yang ada di dalam tandu belum keluar tapi terdengar suara manja,: "Siapa yang ingin pergi!"
Mata Ruan-wei bercahaya karena gadis yang turun dari tandu mengenakan mantel putih, baju sutra putih, sepatu bot putih, dan berkulit putih seperti salju. Semuanya serba putih dan sangat mengejutkan orang, hanya rambutnya yang sepanjang bahu tampak hitam berkilau.
Sejak kecil Ruan-wei menyukai warna putih secara tidak sengaja dia melihat wajah putih yang sangat cantik. Dalam hati dia berpikir, 'Perempuan ini begitu cantik, mengapa Tetua Fan merasa takut kepadanya?'
Fan Zhong-pin mendekat. Dia berusaha tenang tapi suaranya gemetar:
"Adik kecil ini baru datang, harap kalian jangan menyulitkan dia!"
Perempuan berpakaian putih itu memutar bola matanya kemudian tertawa:
"Siapa bilang aku ingin membuat masalah dengan anak kecil ini? Pendekar Fan terlalu berlebihan."
Tapi kemudian dia berkata dengan dingin: "Orang yang terus melihatku, jika dia akan pergi dia harus meninggalkan kedua matanya yang sejak tadi terus melihatku."
Sesudah mendengar kata-kata tadi, wajah Ruan-wei menjadi merah, dia marah pada dirinya mengapa begitu ceroboh.
Fan Zhong-pin melihat Ruan-wei, dia segera berkata:
"Dia masih kecil, tidak tahu aturan, jika telah membuat Ketua tidak berkenan, aku mohon maaf!"
Perempuan berpakaian putih itu keluar dari tandu. Fan Zhong-pin tidak berani melihatnya. Dia tahu di dunia persilatan ada gosip yang mengatakan bahwa ketua Tian-du-jiao sangat cantik seperti bunga tapi dia tidak senang bila dilihat oleh laki-laki. Diam-diam dia menyalahkan Ruan-wei mengapa begitu ceroboh.
Tiba-tiba Fan Zhong-pin membalikkan tubuh menghadap Ruan-wei. Dengan dingin dia berkata:
"Sekarang Tuan boleh pergi!"
Sebenarnya Ruan-wei tahu Fan Zhong-pin sedang membelanya. Dia sangat takut orang Tian-du-jiao akan membunuh Ruan-wei. Dan sebenarnya Ruan-wei ingin tinggal lebih lama untuk membantunya tapi melihat Fan Zhong-pin tampak begitu dingin, sepertinya takut kalau dia akan menghalangi maka Ruan-wei pun marah, dia membalikkan tubuh dan berjalan keluar.
Baru saja dia berjalan melewati ketua Tian-du-jiao, laki-laki tua berpakaian merah itu menghadang Ruan-wei. Kedua matanya dengan sombong melihatnya:
"Apakah kau tidak mendengar kata-kata ketua kami? Jika ingin pergi kau harus meninggalkan kedua matamu."
Dalam hati Ruan-wei berpikir, mana ada aturan seperti ini, hanya melihat sebentar, matanya harus dicungkil. Mungkin perempuan ini telah banyak mencungkil mata orang. Ruan-wei jadi marah karenanya. Dia menyerang dada pak tua berpakaian merah itu.
Pak tua berpakaian merah itu tertawa sinis, dia menyambut dengan telapak tangannya.
"Jangan bertarung!" teriak Fan Zhong-pin
Tapi Ruan-wei tidak mendengar. Pak tua berpakaian merah itu tertawa lebih sinis lagi. Tapi begitu telapaknya beradu dengan telapak Ruan-wei, dia merasa telapak lawannya seperti tidak bertulang dan tenaganya sama sekali tidak bisa keluar. Belum sempat berteriak, dia sudah tergetar dan mundur beberapa langkah kemudian jatuh terduduk.
Melihat keadaan ini, perempuan berpakaian putih itu sangat terkejut.
Fan Zhong-pin juga tidak menyangka kalau Ruan-wei mempunyai kepandaian begitu tinggi. Dia bisa mengalahkan orang berkepandaian setingkat dengannya. Dia adalah 'Hua-da-jun'. Tapi dia tahu kalau telapak Hua-da-jun beracun maka dia memandang Ruan-wei dengan khawatir.
Ruan-wei merasa telapaknya perih. Begitu dilihat ternyata telapak sudah ada lima lubang kecil berwarna hitam. Lubang itu meneteskan darah hitam. Tangan Ruan-wei mulai kaku, dia benar-benar terkejut. Dia segera mengatur nafas, membuat racun tidak menyebar ke tempat lain.
Perempuan berpakaian putih itu berkata dengan dingin:
"Hai, anak kecil! Kau boleh pergi sekarang!" Dia tahu Ruan-wei tidak akan hidup lebih lama maka dia tidak melarang Ruan-wei pergi. Dia malah mengharapkan Ruan-wei cepat pergi dari sana.
Tapi Ruan-wei malah diam tidak beranjak dari sana. Dia berdiri diam, pelan-pelan dia berusaha mengeluarkan racun dari telapak tangannya.
Pak tua berpakaian merah itu berdiri, dia segera berjalan ke arah perempuan berpakaian putih
itu.
Perempuan berpakaian putih itu sambil tertawa berkata:
"Pendekar Fan, sudah dua kali aku menyuruh orang mengundangmu datang ke Yun Nan, meng-apakau selalu menolak undanganku?"
Ternyata ketua Tian-du-jiao dalam waktu dekat telah diganti dengan ketua yang cantik. Dia membuat markas pusatnya di Yun-nan. Dia juga membunuh para pendekar Yun-nan. Kematian mereka sangat mengenaskan maka orang dunia persilatan menganggap kalau Yun-nan adalah tempat yang mengerikan.
Fan Zhong-pin takut juga marah, dia terus melangkah mundur. Tubuh ketua Tian-du-jiao Gu Ling-ji penuh dengan racun. Di dunia persilatan tidak ada orang yang berani mendekatinya, maka orang-orang menyebutnya She Xie Hua (ular kalajengking bunga).
Fan Zhong-pin marah dan meraung: "Jangan mendekat, aku akan marah!" Perempuan berpakaian putih itu tertawa: "Ke Si-jun sudah 2 kali bertarung dengan Pendekar Fan tapi dia tidak bisa mengalahkanmu, apakah kau takut aku akan meracunimu?"
"Jangan mendekat, aku beritahu kepada kalian, aku benar-benar tidak tahu dimana obat penawar 'Shi-gu-sheng-shui' (air suci penghancur tulang)? Walaupun Ketua sendiri yang datang, aku tetap tidak bisa memberitahukan soal itu."
She-xie-hua Qu Ling-ji mengerutkan alis, dengan wajah dingin dia berkata:
"Apakah kau benar-benar tidak tahu?"
"Aku benar-benar tidak tahu," jawab Fan Zhong-pin.
"Tiga tahun yang lalu, ada seorang perempuan terkena Shi-gu-sheng-shui, bukankah kau sendiri yang menolongnya?"
Fan Zhong-pin tampak sedikit ragu akhir-nya dia menjawab:
"Betul!"
Gu Ling-ji tertawa dingin:
"Seratus tahun yang lalu, Wu-du-zhen-jun membuat Shi-gu-sheng-shui, kecuali dia yang bisa membuat obat penawarnya, belum pernah aku mendengar ada orang bisa menawarkan racun ini."
Gu Ling-ji berjalan ke depan, Fan Zhong-pin terus mundur ke sisi tiang batu.
Gu Ling-ji berhenti. Dia melambaikan tangannya, sembilan gadis berpakaian kuning segera datang kemudian berpencar.
Gu Ling-ji berkata lagi:
"Ilmu silat perempuan itu sangat tinggi. Walaupun dia berusaha membuat racunnya tidak menyebar tapi jika tidak ada obat penawarnya, dia tidak akan bisa sembuh total."
Dengan mata indahnya Gu Ling-ji melihat wajah Fan Zhong-pin. Dengan suara manja dia berkata:
"Benar-benar aneh, orang yang hampir mati di awal tahun ini masih ditemukan oleh Ke Qing-long di perbatasan Tibet."
Wajah Fan Zhong-pin berubah tapi Gu Ling-ji pura-pura tidak melihatnya:
"Perkumpulan kami terus mencari tahu, ternyata perempuan yang terkena racun ini, pernah datang ke rumah Pendekar Fan dan menginap beberapa hari di sini."
Tawa Gu Ling-ji berhenti, dengan serius dia berkata, "Shi-gu-sheng-shui adalah racun yang paling ganas tapi sayang tidak ada obat penawar-nya maka perkumpulan kami jarang memakainya. Sesudah tahu ada obat penawarnya maka kami tidak akan melepaskan kesempatan
ini."
Gu Ling-ji maju lagi. Di belakang tiang batu adalah rumah tinggal. Fan Zhong-pin tidak bisa mundur lagi, dia berputar ke belakang tiang batu kemudian maju ke pintu pekarangan tapi dia sudah dikepung oleh sembilan gadis berpakaian kuning.
Tubuh Gu Ling-ji mulai mengeluarkan aura membunuh:
"Jauh-jauh aku datang dari Yun-nan, aku harus berhasil mendapatkan obat itu. Hei marga Fan, apakah kau masih tetap tidak akan mengatakannya?"
"Aku memang tidak tahu. Sampai mati pun aku tetap tidak tahu."
Kedua tangan Gu Ling-ji melambai. Dengan penuh aura membunuh dia berkata lagi:
"Aku tidak perlu membunuhmu, tapi aku akan membuatmu hidup tidak bisa, mati pun tidak
bisa!"
Tiba-tiba seruling ditiup, gadis-gadis lain mulai memainkan alat musik mereka. Awalnya suara seruling sangat enak didengar tapi lama kelamaan sembilan macam suara alat musik bercampur menjadi nada yang tidak enak didengar. Membuat darah di dalam dada terus bergejolak dan perasaan pun jadi tidak enak.
Gu Ling-ji berhadapan dengan Fan Zhong-pin tiba-tiba dia mengeluarkan sebuah kecapi yang berbentuk aneh.
Dia memeluk kecapi itu kemudian memainkan dengan lima jari tangan kirinya. Suara aneh keluar dan melejit di antara sembilan suara tadi, membuat gendang telinga terus berdenging.
Begitu mendengar suara musik berbunyi, Fan Zhong-pin duduk bersila untuk mengatur nafas, tujuannya untuk menahan suara ini. Tenaga dalamnya kuat tapi begitu mendengar sembilan macam suara yang keluar dari sembilan macam alat musik, dadanya terasa tidak enak. Begitu mendengar suara kecapi Gu Ling-ji, dia segera meloncat berdiri dan meraung, membuat udara yang tidak enak di dalam dadanya dikeluarkan.
Begitu dia berdiri, dua kepalan tangannya dengan sekuat tenaga memukul lututnya kemudian dengan cepat dia duduk bersila dan mengatur nafas.
Jurus pertama Gu Ling-ji tidak mendapatkan hasil. Dalam hati Gu Ling-ji berpikir, 'Aku ingin melihat kau bisa bertahan berapa lama?" kelima jarinya terus memainkan kecapi.
Ruan-wei yang berdiri di pinggir begitu mendengar suara musik berbunyi, dia menggunakan ilmu yoga yang dilatihnya selama 3 tahun. Ilmu yoga ini sangat aneh, dalam keadaan berdiri atau berjalan tetap masih bisa dilatih dan dipakai, tidak seperti ilmu silat Zhong-yuan harus duduk bersila atau melakukan Da-zuo.
Awalnya dia tidak begitu merasa aneh walaupun musik ini keluar dari sembilan jenis alat musik tapi begitu Gu Ling-ji memainkan kecapi, hatinya merasa tidak enak. Dia menoleh ke sekeliling, pak tua berpakaian merah dan enam laki-laki gagah tampak menutup telinga mereka, mata mereka pun dipejamkan dan kepala ditundukkan. Mereka duduk bersila. Hanya wajah Fan Zhong-pin terlihat sangat sulit bertahan. Dia tahu jika Gu Ling-ji terus memetik kecapi, dia juga tidak akan bisa bertahan lagi.
Ketika dia menerima bungkusan dari Fan Zhong-pin, dia merasa di dalamnya ada senjata berbentuk panjang. Sekarang dia membuka bungkusan itu, dia meraba sebilah pedang yang diukir dengan gambar ikan hiu berwarna hitam.
Wajah Gu Ling-ji terlihat tawa yang aneh. Suara seruling keluar dari jari-jarinya. Baru beberapa memainkan irama, Fan Zhong-pin sudah tidak tahan. Dia meloncat dan menarik baju bagian dadanya, sampai-sampai murid Tian-du-jiao yang menutup telinga pun mulai tidak tahan. Tapi...tiba-tiba ada suara seperti guntur, tangan Gu Ling-ji berhenti memainkan kecapi dan Ruan-wei masuk ke dalam lingkaran sembilan gadis berpakaian kuning.
Ruan-wei berdiri dengan diam. Tangan kirinya membawa pedang dan diturunkan, dia mengatur nafas kemudian berkata:
"Jika kau tidak menghentikan musiknya, jangan salahkan kalau aku bertindak tidak sopan!"
Setiap kata yang terucap suaranya sangat kuat, kesembilan gadis itu tergetar dan berhenti. Mereka sampai lupa meniup atau memetik. Dalam hati Gu Ling-ji mengetahui kemampuan ilmu silat Ruan-wei sangat tinggi. Dia sama sekali tidak merasa terganggu dengan bunyi alat musik yang mereka mainkan, semua itu karena tenaga dalam Ruan-wei sangat tinggi. Ruan-wei sekarang berdiri sambil tangan kirinya memegang pedang. Dalam hati Gu Ling-ji berpikir: "Tangan kanannya sudah terluka, dia memegang pedang dengan tangan kiri untuk bertarung, dia pasti tidak akan bisa mengeluarkan kepandaian yang sesungguhnya." Karena itu dia sama sekali tidak menghiraukan kata-kata Ruan-wei. Tangannya melambai lagi, dan kesembilan orang gadis itu mulai memainkan musik lagi.
Ternyata dugaan Gu Ling-ji salah, karena selama tiga tahun Ruan-wei berlatih ilmu pedang Tian-long-shi-san-jian, dalam ilmu pedang itu malah terdapat ketentuan harus menggunakan tangan kiri memegang dan memakai pedangnya.
Melihat Gu Ling-ji sama sekali tidak meladeni perkataannya, Ruan-wei membentak:
"Lihat ilmu pedang orang kecil ini!"
Tangan kiri memegang pedang, Ruan-wei memutar tubuhnya, kemudian mengikuti ayunan pedang naik ke atas. Di sekeliling hanya terlihat cahaya pedang berkilau. Sembilan gadis itu merasa semua pedang menusuk ke arah mereka tapi sosok orangyang memakai pedang tidak terlihat.
Terdengar suara TANG, TANG, TANG... Suara TANG belum selesai, dia sudah menghenti-kan ayunan pedangnya dengan tenang.
Lalu terdengan Gadis-gadis itu berteriak, karena alat musik mereka telah ditebas oleh pedang Ruan-wei dan semua terbelah menjadi dua.
Gu Ling-ji tidak marah, dia malah tertawa, dengan santai dia berkata, "Fei-long-jian yang hebat, memotong besi seperti membabat tanah. Anak kecil, apakah kau adalah murid Fei-long-jian ke?"
Semua alat-alat musik gadis-gadis itu terbuat dari giok, ilmu silat mereka memang hebat tapi mana mungkin bisa menahan serangan Tian-long-shi-san-jian yang mana ilmu pedangnya satu orang bisa melawan banyak musuh. Hanya dengan satu jurus 'Jin-tong-bai-fu' (anak emas menyembah Budha), Ruan-wei berhasil memotong alat-alat musik mereka. Dalam hati dia benar-benar merasa pedang ini sangat berguna.
Setelah tertawa dengan santai, kecapi yang ada di tangannya segera dimainkan lagi oleh Gu Ling-ji.
Ruan-wei melihat tawa Gu Ling-ji, tawanya penuh dengan godaan cabul. Tangannya mulai memetik senar kecapi. Iramanya penuh kelembutan dan membuat hati orang serasa terbang.
Setelah alat musik gadis-gadis itu patah, Fan Zhong-pin mulai sadar kembali, karena dia membelakangi Gu Ling-ji maka dia tidak melihat tawa Gu Ling-ji yang penuh dengan godaan. Apalagi dia sudah tua, nafsu birahinya sudah turun maka lagu yang dimainkan oleh Gu Ling-ji tidak mengganggu pikirannya. Tapi Ruan-wei masih muda, dia tertarik oleh suara kecapi ini, apalagi dia tidak mengatur nafasnya, maka dia pun mulai tergoda.
Melihat situasi ini, Fan Zhong-pin terkejut dan berteriak:
"Saudara kecil, hati-hati!"
Karena Ruan-wei masih berada di tahap tergoda awal, maka dia segera tersadar. Pedang membabat kecapi Gu Ling-ji.
Gerakan Ruan-wei sangat cepat, gerakan Gu Ling-ji lebih cepat lagi. Tubuhnya bergerak lincah seperti seekor ular.
Tadi Ruan-wei tidak melancarkan jurus Tian-long Jian Fa. Dia berpikir, 'Ketua Tian-du-jiao sangat aneh, jika bertarung lama dengannya aku pasti akan terkena tipuannya. Tapi jika tidak membabat, maka mereka tidak akan mengaku kalah."
Tangan kiri segera diangkat sejajar dengan alis. Posisinya terlihat sangat aneh. Melihat dengan irama kecapinya dia tidak bisa menggoda Ruan-wei, Gu Ling-ji mulai tahu ilmu pedang Ruan-wei tidak boleh dibuat mainan. Segera dari balik mantelnya dia mencabut sebilah pedang ular lemas sepanjang tiga perempat meter. Pedangnya berkilau mengeluarkan cahaya hitam.
Ruan-wei tertawa terbahak-bahak, dia seperti biksu Budha Mi Le menunjuk ke langit barat. Pedang diangkat seperti memancarkan pelangi. Pedang ini tidak menyerang Gu Ling-ji melainkan menetis tiang batu.
Jurus ini bernama 'Xiao-fu-zhi tian' (Budha tertawa menunjuk langit). Adalah jurus pembukaan ilmu Tian-long-shi-san-jian. Terlihat kilauan pedang berkelebat, begitu semua mata melihat jelas, jurus pedang ini telah selesai di mainkan oleh Ruan-wei.
Dengan tangan kiri memegang pedang, dia berhadapan dengan Gu Ling-ji:
"Jika kalian belum mau pergi juga, jangan salahkan aku!"
Gu Ling-ji menurunkan mantelnya, wajah yang cantik tampak jelas sekarang. Sebelum dia mengatakan sesuatu tapi tiba-tiba ada angin kencang membawa salju besar berhembus ke arah mereka, tubuh, rambut, dan wajah Gu Ling-ji jadi penuh dengan salju.
Kemudian terdengar suara KRAAK ternyata tiang batu itu telah roboh terputus menjadi
dua, putus dengan miring tapi rata.
Gu Ling-ji sangat terkejut, dia sama sekali tidak menyangka tebasan Ruan-wei tadi memotong tiang batu itu. Jika bukan karena angin kencang berhembus, tidak ada yang tahu kalau tiang batu itu sudah terpotong sejak tadi. terbayang betapa ilmu pedang ini begitu sakti dan hebat. Gu Ling-ji segera menarik kembali pedang ularnya. Kedua tangannya sedikit melayang, dan anak buahnya segera mundur. Dia tersenyum:
"Ilmu pedang Tuan lebih hebat dibandingkan dengan guru Tuan!"
Ruan-wei sedikit tertegun, tapi dia segera menjawab:
"Aku bukan murid Fei-long-jian ke, hal ini perlu kau ketahui supaya jelas."
Kemudian Gu Ling-ji berkata lagi:
"Kalau kau tidak disukai oleh Pendekar Gongsun. Bagaimana dia bisa memberikan pedang sakti Fei Long yang dulu pernah membuat-nya terkenal."
Ruan-wei meraba pedang ini. Dalam hati berpikir, 'Jika aku mempunyai pedang ini, berarti ilmu pedang Tian-long benar-benar tidak akan terkalahkan.'
Gu Ling-ji bertanya lagi:
"Apa hubungan tuan dengan Pendekar Gongsun? Sampai pedangnya pun diberikan kepada
tuan."
"Hal ini tidak perlu kau pikirkan, yang penting kau mau pergi atau tidak!" Gu Ling-ji segera menarik tawanya, dengan wajah dingin dia berkata: "Aku tidak ingin melihat tuan, aku hanya merasa aneh saja, ketika kecil dulu aku pernah ikut ayahku dan pernah bertemu satu kali dengan Fei-long-jian ke. Aku tidak mempunyai maksud apa-
apa!"
Kemudian dia tertawa lagi:
"Jika kau ingin bentrok dengan perkumpulan kami, kami akan mengalah. Tapi jika Fan Zhong-pin masih ada di dunia ini, kami tidak akan melepaskannya, kecuali dia memberitahukan pada kami di mana obat penawar 'Shi-gu-sheng-shui'."
Gu Ling-ji menepuk tangannya, empat orang laki-laki datang menghampirinya meng-gotong tandu. Dia naik ke dalam tandu. Ketika menurunkan tirai, dia masih sempat menoleh melihat tangan kanan Ruan-wei kemudian dia bertepuk tangan lagi. sembilan gadis berpakaian kuning berjalan ke depan tandu.
'Hua-du-jun' Ke Qing-long baru berjalan dua langkah, Ruan-wei sudah membentak:
"Tunggu dulu!"
Begitu 'Hua-du-jun' membalikkan badan, pedang Ruan-wei datang menghampirinya. Ke Qing-long terkejut dan mundur. Begitu tangannya dibuka dia melihat jarum-jarum beracun yang terselip di jarinya sudah tidak ada. Dia diam dan terus mengikuti tandu dari belakang dan pergi
dengan tergesa-gesa. Ujung pedang Ruan-wei masih tergantung sebuah cincin berwarna sama dengan kulit manusia. Dia menyesali kecercbohan-nya sendiri tadi hingga terkena tipuannya. Tapi juga memberi pelajaran padanya agar kelak jangan ceroboh lagi.
Dengan penuh perhatian Fan Zhong-pin bertanya:
"Apakah tanganmu tidak sakit?"
Ruan-wei merasa kaku di telapaknya sudah hilang. Lubang akibat serangan jarum tadi mengeluarkan darah. Dia dengan tenang berkata: "Tidak apa-apa, sekarang aku pamit!" Fan Zhong-pin menarik nafas panjang:
"Jika kau mau pergi, aku juga tidak bisa tinggal lebih lama di sini. Aku harus bersembunyi dulu, kekejaman Tian-du-jiao benar-benar membuat siapa pun takut!"
Ruan-wei mengangguk. Dia menganggap perkumpulan racun ini sering muncul tidak terduga.
Fan Zhong-pin berkata lagi, "Apakah kau tahu tiga tahun yang lalu, siapa perempuan yang terkena Shi-gu-sheng-shui?"
Ruan-wei menggelengkan kepala, Fan Zhong-pin menyambung:
"Dia Gongsun Lan!"
Ruan-wei terkejut dan berteriak. Fan Zhong-pin bercerita:
"Lima tahun yang lalu nama Tian-du-jiao masih belum begitu terkenal seperti sekarang di dunia persilatan. Suatu hari tiba-tiba rumahku didatangi seseorang yang sangat terkenal." Dari wajah Fan Zhong-pin tampak kalau dia sangat mengagumi orang ini: "Awalnya dengan ramah dia mengobrol denganku kemudian dia mengeluarkan sebuah botol kecil dan memberitahu kepadaku kalau isi botol kecil itu adalah obat penawar Shi-gu-sheng-shui. Aku merasa aneh mengapa dia memberikan obat penawar itu kepadaku. Dia menceritakan bahwa Tian-du-jiao di Yun-nan telah membunuh semua pendekar yang ada di sana dan mendirikan markas pusatnya di sana. Yang pasti mereka menggunakan racun yang sangat ganas jika tidak mereka tidak akan dengan mudah membunuh pendekar-pendekar di sana. Setelah orang ini mencari tahu dan ternyata racun yang mereka gunakan bernama Shi-gu-sheng-shui milik Wu Du Zhen Jun yang sudah ada sejak 500 tahun yang lalu. Sangat sulit membasmi perkumpulan ini. Tapi Shi-gu-sheng-shui adalah racun air yang paling lihai, jika tidak waspada racun air ini akan membahayakan dunia persilatan karena itu penawar Shi-gu-sheng-shui yang disimpannya sejak lama dibagikan kemudian disimpan di lima tempat berbeda. Agar bila ada yang terkena racun ini bisa segera bisa tertolong. Kebaikan hatinya benar-benar membuat orang terharu. Salah satu tempat penyimpannya adalah di sini. Aku tidak menyangka orang yang begitu terkenal masih ingat pada keselamatanku." Dengan aneh Ruan-wei bertanya: "Siapa dia? Tetua terus-menerus memuji nya."
Fan Zhong-pin dengan senang menjawab: "Dia adalah ketua Zheng-yi-bang dan dulu dijuluki Tie-ji-wen-hou, Lu Nan-ren!"
Siapa yang tidak tahu nama Lu Nan-ren di dunia persilatan? Siapa yang tidak hormat padanya?
Ruan-wei diam-diam berpikir, 'Bagaimana dengan ayah kandungku dia seperti apa? Jika dia gagah seperti ketua Zheng-yi-bang, walaupun dia telah bersalah kepada ibu, aku tetap akan menghormatinya.'
Ruan-wei tidak tahu siapa ayahnya, tapi di dalam hati dia mempunyai perkiraan kalau ayahnya bersalah kepada ibunya, sehingga membuat ibunya menikah lagi dengan Ruan Da-cheng.
Fan Zhong-pin menarik nafas, berkata lagi: "Tiga tahun yang lalu demi mencarimu, Lan Er mencari sampai ke Yun-nan dan Gui-zhou, tanpa sengaja dia telah membuat Tian-du-jiao marah. Tapi karena ilmu silatnya tinggi, bisa dikatakan setingkat dengan ayahnya, maka orang-orang Tian-du-jiao tidak bisa mengalahkannya begitu saja. Akhirnya mereka menggunakan racun Shi-gu-sheng-shui yang tidak berbau dan tidak berwarna untuk meracuninya. Sambil menahan racun tidak menyebar Lan-er berhasil kabur dari kejaran musuh. Dengan bersusah payah baru bisa lari kemari. Untung Tuhan berbaik hati, di sini ada obat penawarnya dan aku pun menolongnya, kalau tidak mungkin dia akan mati."
Kemudian Fan Zhong-pin menarik nafas dan berkata lagi:
"Setelah beristirahat selama beberapa hari, dia meninggalkan bungkusan ini dan menyuruhku memberikan padamu. Dia mengatakan bahwa dia sudah pergi ke mana-mana untuk mencarimu tapi tidak berhasil menemukanmu. Banyak kata-kata yang harus disampaikannya kepadamu. Ketika dia akan pergi, aku lihat dia sangat sedih. Dia berkata lagi bahwa kau pasti akan datang lagi ke rumahku. Jika datang, dia menyuruhku menyampaikan kepadamu pergilah ke Tibet. Dia menunggumu di sana. Banyak kesalah-pahaman yang harus dia jelaskan kepadamu."
"Untuk apa menjelaskan lagi? Dia menyuruhku ke Tibet pasti ada niat tidak baik!" Ruan-wei marah.
Fan Zhong-pin juga marah: "Jangan jadi orang tidak berperasaan! Lan Er bukan orang yang berniat jahat, dia selalu jujur kepada siapa pun!"
"Aku tidak mau membicarakan masalah ini lagi. Aku pamit dulu!" Ruan-wei mengerutkan alisnya.
Sebenarnya Fan Zhong-pin ingin mengikuti Ruan-wei pergi ke perbatasan Tibet, menghindari musuh yang mencarinya tapi melihat Ruan-wei sama sekali tidak berniat pergi ke sana maka dengan kecewa dia berkata:
"Pergilah! Hitung-hitung Lan-er salah menilai orang, sampai-sampai Fei-long-jian miliknya pun diberikan kepadamu!"
Ruan-wei membuka bungkusan berwarna ungu itu. Fan Zhong-pin tahu apa yang akan dilakukan Ruan-wei. Dia segera membentak:
"Jika kau ingin mengembalikan pedangnya, silakan kembalikan sendiri kepada orangnya. Jika kau mengembalikannya kepadaku, jangan salahkan kalau aku kurang sopan kepadamu!"
Terpaksa Ruan-wei membawa bungkusan itu lagi. Fan Zhong-pin berpesan lagi:
"Bukan karena aku cerewet, tapi jangan sebarkan tentang obat penawar Shi-gu-sheng-shui! Jika ketahuan oleh Tian-du-jiao maka akan membuat dunia persilatan bertambah kacau."
"Aku bukan orang yang banyak bicara." Sesudah itu dia pun berlalu begitu saja. Dalam hati Fan Zhong-pin berpikir, 'Di dunia persilatan satu generasi baru pasti akan mengganti generasi sebelumnya. Aku sudah tua, benar-benar sudah tidak berguna lagi.'
Setelah dia menyelesaikan urusan di rumah. Hari kedua dia meninggalkan rumah untuk menghindari kejaran Tian-du-jiao.
Setelah musim dingin berlalu, musim semi pun tiba. Demi mencari Zhong-jing, untuk memberitahukan pertarungan yang terjadi antara Tuan Jian dan biksu harimau bisu dan tuli, sebagai penentuan siapa yang menang dan siapa yang kalah dia pun pergi berkelana. Waktu yang tersisa tinggal dua tahun kurang, maka Ruan-wei terus mencari Zhong-jing dan sekarang dia sedang berjalan menuju Jin-ling. Perjalanan harus ditempuh selama setengah bulan. Dalam terpaan angin dan hujan akhirnya dia sampai di Jin-ling. Sekarang sudah musim semi tapi karena kelelahan dia terserang penyakit dan terbaring di sebuah penginapan besar.
Sakit Ruan-wei sangat parah dan dia tidak bisa keluar untuk mencari Zhong-jing. Setiap hari dia hanya berbaring di ranjang, tubuhnya panas, dan hanya ingin makan makanan dingin.
Untung dia masih punya banyak uang, pelayan pun sangat rajin dan sering membelikan buah pir yang dingin serta makanan lainnya. Kadang dia membelikan es batu yang besar lalu dipecahkan supaya bisa dimakan Ruan-wei.
Walaupun musim dingin sudah berlalu tapi udara masih terasa sangat dingin. Ruan-wei masih tetap ingin makan makanan dingin, benar-benar aneh. Tapi Ruan-wei harus makan, jika tidak makan makanan dingin, tubuhnya akan terasa panas tidak tertahankan.
Suatu sore, lampu di kamar menyala hanya sebesar kacang dan pelayan belum datang mengantarkan es untuknya, karena panas Ruanwei tidak tahan, akhirnya dia merintih, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ruan-wei tergesa-gesa duduk. Dari luar masuk seorang pak tua bungkuk dengan berpakaian seperti seorang kasir. Dia membawa sepiring makanan yang ditutup dengan kain basah.
Ruan-wei membuka bibirnya yang kering dan pecah-pecah. Dia melihat makanan dingin yang tersimpan di atas piring dan mulutnya mengeluarkan suara meminta. Pak tua bungkuk itu menaruh piring di atas meja dan mendekati Ruan-wei. Dia bertanya:
"Apakah kau merasa tidak enak badan?" Ruan-wei hanya menginginkan benda yang ada di dalam piring itu. Mendengar pertanyaan pak tua itu, diam-diam dia berpikir, 'Benar-benar kurang ajar, jika tidak sakit untuk apa aku terus merintih?'
Tapi dia adalah seorang terpelajar. Dia menahan rasa panas seperti dibakar di bagian dadanya. Pelan-pelan mengangguk tapi dia terus menatap ke arah piring. Pak tua itu terus menggelengkan kepalanya:
"Dengan cara seperti itu hanya bisa bertahan untuk 'sementara supaya tidak haus tapi akan merusak tubuh."
Benda yang ditutup dengan kain basah karena panas maka meneteskan air. Dalam hati Ruan-wei berpikir, 'Benda yang ada di dalam piring pasti buah yang dingin." Maka tenggorokan terus berbunyi KRRUUUK, KRRUUUK tapi pak tua itu seperti sengaja tidak mau memberikan makanan itu kepadanya.
Ruan-wei menahan amarahnya. Dengan lemah dia berkata: "Pak tua, apakah Anda adalah orang penginapan ini?" Pak tua bungkuk itu mengangguk dan menjawab:
"Aku adalah kasir penginapan ini, biasanya aku jarang mengurusi hal-hal yang tidak ada hubungannya denganku, tapi aku melihat pelayan selalu membelikan buah-buahan dingin untukmu maka aku merasa aneh dan aku pun datang ke sini untuk melihatmu."
Karena Ruan-wei marah, dia berkata: "Apakah Anda bisa memberikan barang yang dititipkan itu kepadaku, pak tua?"
Pak tua bungkuk itu seperti tidak mendengar perkataan Ruan-wei. Dia melihat piring itu kemudian pelan-pelan berkata:
"Apakah kau terkena racun?" Walaupun tubuh Ruan-wei panas seperti terbakar api tapi dia berusaha menahan emosinya dan mengangguk:
"Betul! Betul! Tolong berikan piring itu kepadaku!"
"Kau benar-benar terkena racun?" Ruan-wei ingin bangun sendiri untuk mengambil makanan yang ada di dalam piring tapi dia tidak bertenaga karena itu dia sengaja tidak mau melihat benda di dalam piring dan menjawab apa yang ingin diketahui oleh pak tua itu.
Dia menahan rasa sakitnya dan menjawab: "Setengah bulan yang lalu aku terkena serangan Tian-du-jiao tapi aku sudah membaik. sekarang aku hanya ingin makan makanan yang dingin saja."
Pak tua berteriak, "Hua-du! Hua-du!" (racun bunga). Wajahnya penuh dengan keanehan. "Betul, orang yang melukaiku bernama Hua-du-jun!"
Hua-du-jun Ke Qing-long berlatih racun Tao-hua. Orang yang terkena racunnya jika dalam waktu tiga hari tidak mendapatkan obat penawarnya maka tubuhnya akan membusuk sampai mati. Ilmu yoga yang dikuasai Ruan-wei merupakan tenaga dalam tingkat tinggi. Dia bisa menahan bermacam-macam racun tapi hanya sementara waktu beredarnya racun beberapa kali lipat supaya tidak mati. Sebenarnya tubuh Ruan-wei sudah harus berbau busuk, karena ilmu yoga nya maka racun masih berkumpul di dalam tubuh tapi tidak sampai menyebar.
Sebetulnya waktu itu belum semua racun dikeluarkan, sebagian racun mengikuti aliran darah di dalam tubuh. Racun mengendap di dalam darah, tidak mengeluarkan reaksinya.
Pak tua bungkuk itu menarik nafas: "Orang yang bisa membuat racun Tao Hua menjadikan racun itu untuk melukai orang, memang dia harus dinamakan 'Hua-zhong-du-jun'!" (tuan racun didalam bunga). Dia berkata lagi, 'Jika itu adalah racun bunga, mengapa tubuhmu tidak membusuk?'
"Aku tidak tahu. Tuan, tolong berikan piring itu kepadaku!"
Pak tua itu membuka tutup piring, di dalam berisi dua pir yang dingin yang sudah dikupas. Ruan-wei segera mengambil, dalam sekejap buah pir itu habis dimakan, sampai bijinya pun tidak disisakan.
Pak tua bungkuk itu mengambil kembali piring dengan tangannya yang kurus. Dia terus menggelengkan kepala:
"Kalau terus menerus seperti ini, itu bukan cara yang baik!"
Setelah makan pir dingin, untuk sementara Ruan-wei bisa menahan rasa panas di dalam jantungnya dan berhenti memberontak karena kepanasan. Dia merasa lelah dan mengantuk akhirnya dia tertidur dengan nyenyak.
Pak tua bungkuk itu duduk sendirian di dalam kamar. Dia mengerutkan alisnya kemudian pelan-pelan berdiri dan berjalan ke tempat penyimpanan barang-barang Ruan-wei.
Bungkusan Ruan-wei sangat sederhana, satu bungkusan berwarna ungu dan satu bungkusan lagi berwarna putih. Bungkusan pertama yang dibuka oleh pak tua itu adalah bungkusan ungu. Di dalam bungkusan itu ada sebilah pedang yang terukir ikan hiu hitam dan sehelai sapu tangan pembungkus emas. Sapu tangan tersebut tersulam beberapa kuntum Lan-hua (anggrek).
Wajah pak tua itu segera tersenyum sepertinya dia mengenang masa mudanya. Pasangan kekasih sering saling memberikan benda yang bermakna cinta. Dia mencabut pedang itu dan melihatnya. Pedang itu dalam cahaya redup memantulkan kilauan dingin. Dia memuji: "Pedang
bagus!"
Pegangan pedang terukir seekor naga terbang. Pak tua bungkuk itu segera berkata: "Ternyata dia adalah murid Gongsun Qiu-jian, pantas tenaga dalamnya sangat kuat dan dia
bisa menahan racun bunga selama setengah bulan, benar-benar hebat! Hebat!"
Pelan-pelan pak tua itu membungkus kembali barang-barang ke dalam kain ungu. Walaupun
ada pedang sakti yang tidak ternilai dan sebongkah emas tapi dia sama sekali tidak tertarik untuk
mengambil.
Dia memejamkan mata berpikir, sepertinya dia sedang mengambil keputusan yang sulit ditentukan. Akhirnya dia berkata: "Aku ingin tahu tentang dirinya."
Karena itu dia pun segera membuka bungkusan berwarna putih. Isinya adalah pakaian sehari-hari, tanpa sengaja dia melihat ada bungkusan yang dibungkus oleh kertas. Di dalam ada beberapa helai kertas dan buku. Dalam hati pak tua berpikir, 'Ternyata dia seorang pelajar!'
Tapi masih ada bungkusan kecil yang dibungkus dengan kain sutra putih. Dalam hati dia berpikir, 'Barang apa ini? Mengapa disimpan begitu terselubung?'
Demi mengetahui diri Ruan-wei dan memecahkan banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati, terpaksa pak tua itu harus melanggar etika yang berlaku. Tampak kain sutra itu ada tulisan: langit yang luas, rumput seperti gelombang, bayangan ibu sangat jauh, putramu sangat merindukanmu.
Hanya beberapa kata tapi sudah memperlihatkan perasaan hati yang begitu rindu kepada ibunya. Kerinduan ini membuat pak tua ini menarik nafas panjang tapi juga diam-diam memuji.
Dia membuka bungkusan kain putih itu, ada dua buah tusuk konde yang terbuat dari giok. Warna gioknya hijau tua, berbentuk burung phoenic.
Melihat tusuk konde ini, pak tua itu merasa sangat kenal dengan benda ini. Begitu dilihat dengan teliti lagi, setiap tusuk konde terdapat ukiran huruf Nan-pin.
Pak tua itu gemetaran, air mata segera membasahi wajahnya. Dia terus berkata:
"Pin Er! Pin Er!" Suaranya seperti sedang menangis, dia benar-benar sedih. Pelan-pelan dia berjalan ke depan ranjang, Ruan-wei masih tertidur pulas.
Tangannya yang kurus mengelus kepala Ruan-wei dan tidak berhenti bicara:
"Cucu yang baik! Cucu yang baik! Kakek pasti akan mengobati racunmu, pasti akan mengobati
racunmu "
Ternyata pak tua bungkuk dan kecil ini adalah ayah Xiao-xiang-fei-zi Xiao Nan-pin, yang bernama Xiao San-ye. 18 tahun yang lalu tersebar berita bahwa Xiao San-ye sudah meninggal. Penyebab kematiannya tidak ada yang tahu dengan jelas tapi sama sekali tidak disangka sekarang dia berada di kota Jin-ling dan menjadi seorang kasir di sebuah penginapan.
Ilmu meringankan tubuh, senjata rahasia, dan ilmu ketrampilan mengubah wajah adalah keahliannya nomor satu di dunia persilatan. Sedangkan kemampuan ilmu silatnya, setingkat dengan Tuan Jian, Fei-long-jian ke, dan San-xin-shen-jun. Semua senjata rahasia, baik yang beracun maupun tidak jika sudah berada di tangan Xiao San-ye akan menjadi tidak berguna. Cincin Hua-du-jun untuk menyimpan jarum beracun termasuk salah satu senjata rahasia. Setelah mengetahui asal usul racun ini, bagiXiao San-ye semua ini tidak masalah.
Tiga hari kemudian Ruan-wei baru sadar. Begitu sadar dia melihat ke sekeliling, dia baru tahu kalau dia sekarang berada di sebuah rumah bagus bukan di penginapan usang. Di luar terlihat ada taman bunga, ditanami banyak pohon Mei-hua. Setiap pohon Mei-hua penuh dengan Mei-hua berwarna merah membuat taman bunga itu menjadi penuh kehidupan.
Dengan santai Ruan-wei menarik nafas, dia merasa tubuhnya sudah tidak ada perasaan tidak enak, rubuhnya juga sudah tidak bengkak lagi. Diam-diam dia berpikir:
"Aneh, mengapa penyakitku mendadak sembuh?"
Dia tidak tahu, dalam tiga hari ini pak tua bungkuk itu telah menghabiskan banyak tenaga dan obat, baru berhasil menyembuhkannya.
Dia membalikkan tubuh dan berdiri, tapi dia terjatuh lagi, ternyata dia masih belum bisa berjalan.
"Jangan tergesa-gesa, kau harus istirahat selama beberapa bulan, baru akan sembuh total. Apakah kau merasa lebih baikan?" tanya pak tua.
Dalam hati Ruan-wei berpikir, penyakitnya pasti telah disembuhkan oleh pak tua ini, maka dia segera berkata:
"Terima kasih Tuan sudah menolongku. Aku masih kecil dan tidak berpengalaman, jika bukan karena Tuan aku pasti sudah mati di tangan Hua-du-jun!"
Pak tua bungkuk itu tertawa melihat Ruan-wei. Dia benar-benar menyukainya tapi dia tidak akan menanyakan marganya, dia juga tidak akan memberitahukan identitas dirinya, lebih-lebih dia tidak akan memberitahukan Ruan-wei tentang kematian"Xiao Nan Pin.
"Istirahatlah!" dia hanya berkata itu saja
Setelah itu setiap hari pak tua itu pasti beberapa kali menengoknya, kadang-kadang Ruan-wei menanyakan namanya tapi dia selalu berkata:
"Umurku cocok untuk menjadi kakekmu, panggil saja aku Kakek Xiao."
Karena Ruan-wei sangat berterima kasih kepadanya, dia tidak banyak berpikir. Setiap hari dia selalu memanggilnya Kakek Xiao. Mereka banyak bercerita tentang dunia persilatan.
Ruan-wei sangat sedikit mengetahui tentang dunia persilatan, sekarang mendengar cerita Kakek Xiao, dia sangat tertarik, apalagi cerita tentang ilmu silat. Kakek Xiao tambah semangat menceritakan tentang ilmu senjata rahasia, ilmu meringankan tubuh, dan ilmu keterampilan tangan.
Ruan-wei sangat pintar, dia cepat menangkap maka dalam waktu dua bulan dia telah mendapatkan banyak pengetahuan tentang ketiga ilmu ini.
0-0-0
KAMU SEDANG MEMBACA
Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu Long
Fiction généraleDi dalam cerita THPH, ada tiga orang jago pedang yang mewarisi ilmu dari Chang Man-tian - salah satu tokoh dalam Pedang Sakti Langit Hijau, karya pertama Gu Long. Tapi isi kedua cinkeng itu tidak berkaitan satu sama lain, kecuali soal warisan ilmu t...