105. Apa Itu Cinta?

888 25 0
                                    

Mengapa cinta menimbulkan benci?

Hari kedua. Ruan-wei bangun sangat siang. Di luar sangat ramai seperti ada pesta. Begitu keluar dari kamar, Ruan-wei bertemu dengan Ke-li-wu. 

Dengan senang Ke-li-wu menyapa, "Paman, apakah tidak ingin pergi menonton festival orang paling pemberani di Wu-ke-lun?" Ruan-wei tidak mengerti bahasa Tibet, maka dia hanya bisa menggelengkan kepala, dia tidak mengerti apa yang dimaksud Ke-li-wu.

Ke-li-wu yang naif dan lucu segera menuntun Ruan-wei:
"Paman, pergilah, jika Paman pergi, Bibi Lan pasti akan ikut. Jika Bibi Lan ke sana, pemuda-pemuda Wu-ke-lun akan merasa bangga."
Mendengar Ke-li-wu terus berbicara, Ruan-wei tidak mengerti, sekarang apa yang harus dia jawab? Mengangguk atau menggelengkan kepala? Terpaksa dengan tergagap-gagap dia bertanya:
"Kau... kau... kau mengatakan apa?"
Ke-li-wu tidak mengerti apa yang Ruan-wei katakan. Dia mengira Ruan-wei menolak. Dengan sungguh-sungguh dia meminta:
"Paman, mintalah pada Bibi Lan supaya besok baru pergi ke Kan-long-shan. Dia pasti akan pergi ke festival Wu-ke-lun karena setiap tahun dia mengikuti festival ini."

Ruan-wei tidak mengerti apa yang dikatakan Ke-li-wu, tapi dia melihat sikap Ke-li-wu sungguh-sungguh. Dalam hati dia hanya teringat pada nona Tibet itu yang bisa bahasa Han maka dia berkata:
"Panggil A-mina kemari."
Begitu mendengar kata A-mina, Ke-li-wu berkata:
"A-mina tidak enak tubuh dan tidak bisa bangun, lebih baik Paman sendiri yang mencari A-mina."
A-mina keluar. Dengan bahasa Tibet dia berkata:
"Ke-li-wu, jangan merepotkan dia! Dia tidak mengerti bahasa Tibet!"
"Dia itu siapa?" tanya Ke-li-wu aneh. Wajah A-mina memerah dan berkata: "Pergilah dulu ke festival itu, nanti aku akan menasehati Bibi Lan supaya pergi."
Dengan tidak mengerti Ke-li-wu bertanya: "Bukankah pagi tadi Kakak tidak bisa bangun?"
Kemarin malam karena kedinginan maka dia jatuh sakit. Tapi karena dia merindukan Ruan-wei walaupun sakit, dia tetap datang. Tapi dia terlihat lemas, dia membentak:
"Jangan cerewet! Pergilah!"

Dari kecil Ke-li-wu takut kepada kakaknya karena itu dia pergi sambil berlari dan masih sempat berteriak kepada kakaknya:
"Suruh paman mengajak Bibi Lan ke festival itu!"
"Apa yang dia katakan, aku tidak mengerti?" tanya Ruan-wei.
Dengan penuh cinta A-mina bertanya: "Apakah kau... kau.. akan pergi hari ini?"
"Aku tidak tahu."
"Baiklah, bicaralah kepada Bibi Lan supaya beberapa hari lagi baru berangkat ke Kan-long-shan, hanya dengan cara itu kau... tidak akan... meninggalkanku."
"Untuk apa pergi ke Kan-long-shan? Aku tidak mau ke sana, aku ingin melihatmu tertawa."
"Aku tidak akan tertawa. Kau selalu menyuruhku tertawa, jika aku mati karena tertawa, bagaimana?"
Tawa A-mina terlihat lebih manis lagi. Karena syaraf otak Ruan-wei tergetar, kedua tangannya memegang pundak A-mina dan ingin mencium pipinya. A-mina tertawa:
"Aku tidak mau dicium. Semalam kau menciumku, hampir membuatku sesak nafas...."
Ruan-wei sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan A-mina, dia hanya ingin mencium bibir yang membuatnya tidak bisa lupa pada seseorang.

A-mina takut ciuman Ruan-wei terlalu panas, takut membuatnya meleleh. Pelan-pelan dia masuk kamar untuk menghindar tapi Ruan-wei kehilangan akal sehat. Dia berlari mengejar. Kemarin malam karena masuk angin tubuh A-mina masih sakit. Karena terus bergerak juga terlalu senang, dia merasa pusing dan tidak sanggup berdiri.
A-mina tidak tertawa, Ruan-wei segera kembali pada sikap biasa. Dia memapah A-mina yang hampir jatuh dan bertanya cemas:
"Kenapa wajahmu begitu pucat? Ada apa?"
A-mina mengerutkan dahi:
"Kepalaku sakit... tolong papah aku ke Keng...."
Orang Tiongkok utara menamakan tempat tidur adalah Keng. A-mina belajar bahasa Han dengan logat Bei-jing maka dia menyebut tempat tidur Tibet yang empuk adalah Keng. Sebetulnya Keng terbuat dari bata dan semen seperti ranjang. Ruan-wei memapah A-mina ke tempat tidur yang empuk yang dilapisi dengan kulit binatang. Ruan-wei pelan-pelan melepaskan mantel tebal A-mina.
Dalam hati A-mina salah tafsir, dia mengira Ruan-wei ingin
Dia memegang sepasang tangan Ruan-wei kemudian diletakkan di depan dadanya tidak
membiarkan Ruan-wei terus membuka bajunya. Ruan-wei pelan-pelan melepaskan tangan itu.
Jantung A-mina mulai berdebar-debar
Tapi sebenarnya gerakan Ruan-wei bukan seperti yang diperkirakan A-mina, dia hanyai meletakkan sepasang tangannya di atas perut A mina kemudian menggosok-gosok perut itu.
A-mina mulai merasa perutnya menjadi hangat, ada aliran hangat masuk ke dalam tubuhnya, membuat tubuhnya merasa nyaman, hanya 20 menit, angin yang ada di dalam perut bisa dikeluarkan oleh Ruan-wei dengan tenaga dalamnya.
Kepala A-mina merasa tidak pusing lagi, malah lebih nyaman dari sebelumnya, tapi dia tetap memejamkan mata untuk merasakan aliran hangat yang terus bergerak-gerak.

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang