92. Biksu Tuli dan Bisu dari India

1.3K 28 0
                                    

Dibarengi suara bentakan, datang seorang perempuan berpakaian ungu dengan pedang terselipkan di punggung, di pinggangnya terselip secara berjajar pisau terbang berbentuk daun Yang Liu. Dua pisau terbang siap diarahkan ke jantung Li Ming-zheng, dia berteriak:
"Jika kau berani maju selangkah lagi, kau boleh merasai 'Zui-ming-dao' milikku!" (pisau pengejar arwah).
Zui-ming-dao, ketiga kata ini menggetarkan hati 3 Gongzi Tai-bao yang berada di sana. Sejak beberapa tahun lalu Zui-ming-dao sangat terkenal di dunia persilatan. Senjata rahasia ini milik 'Fei-long-jian ke' Pendekar Gongsun. Ruan-wei berteriak:
"Kakak Lan, jangan lepaskan mereka, mereka telah membunuh Pendekar Zhuang!" "Ternyata Nona Gongsun, apa demi marga Zhuang Nona akan bermusuhan dengan kami?" kata Li Ming-zheng.
Gongsun Lan berteriak kepada Ruan-wei: "Hayo kembali, mereka mempunyai niat tidak baik kepadamu!"
Li Ming-zheng tertawa terbahak-bahak: "Apakah Nona sendiri berniat baik kepadanya?" Hua Li-ji yang sejak tadi diam tiba-tiba berkata dengan dingin:
"Kami sudah memeriksa tubuh Chi-mei-da-xian, tidak disangka ada juga seorang gadis yang berani memeriksanya."
"Semua karena Tian-long-jian-jing'!" kata Ma-xin-jian. Alis Gongsun Lan berdiri, dia membentak:
"Diam!"
Li Ming-zheng malah tertawa terbahak-bahak dan menyindir:
"Kami 13 bersaudara membagi menjadi beberapa kelompok untuk mencari tuan kecil ini, tidak disangka kami kalah cepat dari Nona." Hua-li-ji menyambung:
"Bukan hanya terlambat, kita hampir tertipu pergi ke Tibet." Ma-xin-jian menambahkan:
"Jika kita terlambat, tuan kecil ini tidak bisa kita temukan lagi!" 

Gongsun Lan mengeluarkan pedangnya dan membentak: "Jika kalian sembarangan bicara lagi, aku akan melanggar aturan ayah dan akan membunuh kalian!"

Wajah Ruan-wei mulai memucat, dia berkata dengan pelan-pelan: "Biarkan mereka berkata yang sebenarnya." 

Dengan wajah marah Li Ming-zheng berkata: "Sebulan lalu Nona telah mengikuti kami, apakah di kira kami tidak tahu? Dulu di Tibet karena kami tidak hati-hati bicara membuat ayahmu tahu kalau kami mengetahui keberadaan 'Tian-long-jian-jing'. Seumur hidupnya 'Fei-long-jian ke' sangat menyukai pedang. Sekarang dia mengetahui keberadaan sebuah ilmu pedang, mana mungkin dia akan melepaskan kesempatan ini. Beberapa tahun ini dia selalu menyuruh Ba-gua-zhang Pak tua Fan untuk menguntit kami. Tidak disangka sekarang sudah digantikan oleh putrinya."

Segera Ma-xin-jian berkata:
"Jurus Pendekar Gongsun memang lihai, hampir-hampir Tian-long-jian-jing dibawa ke Tibet."
Kemarahan Gongsun Lan memuncak, dia jadi melupakan pesan ayahya. Pedang mengayun, menyerang Ma-xin-jian. 

Hua Li-ji dengan dingin berkata: "Kau menguntit kami selama sebulan, dari gerakanmu hari ini, kami sudah mengetahui maksudmu!"

Tangan kiri Gongsun Lan sudah memegang pisau terbang, dia menyerang Li Ming-zheng dan Hua Li-ji.
Karena dalam keadaan marah menyerang, maka sasarannya j adi tidak tepat, pisau terbang-nya bisa ditahan. Li Ming-zheng dan Hua Li-ji bersama-sama menyerang Gongsun Lan.
Ilmu Gongsun Lan sangat tinggi. Meski mereka bertiga bergabung pun masih tetap kalah darinya, tapi karena marah dan mereka terus menyindir membuat Gongsun Lan tidak bisa bersikap tenang.
Ratusan jurus sudah berlalu tapi tetap tidak ada yang kalah ataupun menang, mereka tidak sadar Ruan-wei tahu-tahu sudah menghilang.
Begitu melihat Ruan-wei sudah tidak ada di tempat, Gongsun Lan yang sejak tadi tidak tenang bertarung segera mengeluarkan jurus aneh.
Tiga Gongzi Tai-bao tidak mengenal jurus aneh ini maka mereka mundur dengan cepat. Kesempatan ini digunakan oleh Gongsun Lan untuk keluar dari kepungan tiga Gongzi Tai-bao, dan dengan cepat kembali ke kota. Sesampainya di penginapan, pelayan baru saja membuka mata dan masih mengantuk, dia membuka pintu. Dengan tergesa-gesa Gongsun Lan bertanya: "Apakah tadi ada yang pergi?"
Karena pelayan merasa kesal, maka dia pun mengomel:
"Hari sudah malam, masih bersikeras membawa kuda, benar-benar seperti orang gila!" Begitu melihat kamar Ruan-wei kosong, dan barang-barangnya sudah dibawa semua. Gongsun Lan bertanya lagi kepada pelayan: "Ke arah mana perginya tamu tadi?" Pelayan mengomel lagi:
"Aku masih mengantuk, mana tahu dia pergi ke mana?"
Gongsun Lan menghentakkan kakinya, dia berlari ke jalan untuk mencari sosok Ruan-wei, tapi bayangannya pun. sudah tidak tampak. Dengan sedih Gongsun Lan meneteskan air mata:
"Ruan-wei, kau salah paham kepadaku, kau sudah menafsirkan jelek kebaikanku "
Dari mulut tiga Gongzi Tai-bao, Ruan-wei mengetahui kalau Gongsun Lan ternyata juga mengincar Tian-long-jian-jing'. 'Pantas setelah pergi dari kediaman Fan Zhong-pin, dia segera mencariku, ternyata semua itu demi Tian-long-jian-jing!'
"Pantas di penginapan dia berpura-pura mengurusku dengan baik, ternyata semua itu hanya mencari simpatiku agar aku memberitahu kan keberadaan Tian-long-jian-jing!"
"Dia masih menginginkan aku pergi ke Tibet untuk belajar ilmu silat kepada ayahnya, ternyata ini hanya kedok saja. Setibanya aku sampai di Tibet, aku akan bujuk oleh ayahnya dan tanpa syarat aku memberikan 'Tian-long-jian-jing'!
Segera saja dalam benaknya terpikir, apa yang ada hubungannya dengan Gongsun Lan selalu dihubungkan dengan 'Tian-long-jian jing'! Ruan-wei merasa tertipu mentah-mentah, perasaannya berubah menjadi begini. Ketika seseorang berperasaan semakin dalam, begitu tahu semua itu hanya kebohongan, dia akan merasa sakit yang sangat dalam.
Hari baru terang, dengan bingung Ruan-wei melihat keadaan di sana. Ternyata tempat ini adalah gunung. Gunung itu bernama 'Jun-shan', yang berada di sebelah selatan kota tadi.
Ruan-wei menunggang kuda Zhong-jing, dia tidak melihat arah hanya memilih tempat yang sepi dan melarikan kudanya.
Dalam hatinya berpikir, 'Lebih baik aku naik ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindar bertemu dengan orang dan hal-hal yang memusingkanku,' dia terus berjalan.
Jalan di gunung berliku-liku. Begitu hari terang, Ruan-wei melihat gunung penuh dengan salju. Walaupun tenaga dalam Ruan-wei sangat tinggi tapi dia merasa dinginnya cuaca begitu menusuk tulang.
Kuda sudah tidak tahan udara dingin dan nafasnya mulai terengah-engah, keempat kakinya terus menendang. Karena takut kudanya kedinginan, Ruan-wei membawa kudanya berlari di puncak gunung.
Begitu kudanya berkeringat karena terus berlari, mereka sudah berada di puncak sebuah gunung. Ruan-wei turun dari kuda maksudnya adalah ingin mengeluarkan nafas yang sudah lama terpendam di dalam hati.
Puncak gunung sangat terjal. Dengan susah payah Ruan-wei mendakinya. Di puncak gunung ada lapangan dengan luas sekitar 20 meter persegi. Di tengah lapang duduk seorang lelaki, dia adalah Paman Zhong Zhong-jing yang menghilang selama 2 hari 2 malam.
Ruan-wei berlari dengan cepat dan memanggil:
"Paman!".
Begitu Zhong-jing menoleh dia melihat Ruan-wei, segera berteriak: "Saudara kecil, ternyata kau!"
Ternyata kemunculan Ruan-wei yang secara tiba-tiba membuatnya merasa aneh, tapi karena ada masalah penting, membuatnya tidak antusias melihat Ruan-wei.
Dengan aneh Ruan-wei melihat ke tengah lapangan, tampak ada seseorang, yang satu adalah seorang laki-laki setengah baya berpakaian pelajar, tulang pipinya tinggi, kedua matanya cekung, hidungnya mancung, berwajah pucat.
Yang di sisi lainnya ada seorang biksu berwajah hitam tapi wajahnya sangat ramah. Dia memakai baju usang dan tipis.
Telapak tangan yang sebelah berwarna putih dan sebelah lagi berwarna hitam saling menempel, kedua mata mereka terpejam dan mereka tidak bergerak.
Tiba-tiba Zhong-jing menarik nafas:
"Orang berpakaian putih adalah tetua yang selama ini kucari, yaitu Tuan Jian!"
Dengan aneh Ruan-wei bertanya:
"Mengapa... Tetua beradu telapak dengan biksu itu?"
"Ketika aku berada di rumah makan aku melihat sosok Tuan Jian maka aku pun tergesa-gesa mengejarnya tapi Tuan Jian berjalan seperti terbang. Ketika aku mengejarnya sampai di sini, mereka berdua sudah bertarung. Aku tidak berani mengganggu mereka maka aku pun hanya duduk di sini untuk melihat, ternyata mereka sudah dua hari dua malam bertarung."
Ruan-wei tidak tahu bahwa di dunia persilatan Tuan Jian adalah orang misterius. Dia memiliki wibawa yang sangat tinggi. Sekarang mendengar mereka bisa bertarung 2 hari berturut-turut, dia merasa terkejut.
Zhong-jing dengan nada cemas berkata:
"Sekarang mereka sudah berhenti bertarung, hanya beradu telapak. Ini adalah suatu pertarungan yang berbahaya dan menguras tenaga dalam. Mereka telah beradu telapak selama lima jam."
"Apakah Paman menemani mereka di sini selama dua hari dua malam?" Zhong-jing mengangguk:
"Karena mereka belum tampak kalah menangnya, aku jadi tidak bisa meninggalkan tempat ini."
Mendengar ini Ruan-wei mengambil kesempatan ini turun gunung. Dari pelana dia mengambil makanan dan membawanya lagi ke puncak gunung. Dia memberikan makanan itu kepada Zhong-
jing:
"Paman sudah dua hari tidak makan, sekarang makanlah sedikit!"
Di dalam bungkusan berisi ayam bakar, daging sapi, dan kol. Zhong-jing hanya melihat sekilas, dia berkata dengan pelan:
"Aku tidak selera makan, simpan saja dulu!" Selama dua hari ini Zhong-jing selalu mengkhawatirkan keadaan Tuan Jian, dia sudah lupa kalau perutnya lapar. Makanan ini dibungkus kembali dan diletakkan di pinggir.
Dengan diam Ruan-wei duduk di sisi Zhong-jing. pembawaan Tuan Jian ketika bertarung memancarkan kalau orang luar tidak diijinkan membantu. Zhong-jing yang punya niat membantu jadi tidak berani bergerak, kalau tidak, asalkan dia memukul biksu itu pelan-pelan, maka dia akan mati.
Ruan-wei sangat polos. Dalam hati berpikir, 'Jika bertarung harus dengan cara jujur," dia juga tidak berniat jahat, diam-diam menyerang dari belakang.
Dalam udara yang begitu dingin tidak ada orang yang mau naik ke gunung ini, maka di puncak gunung ini hanya ada mereka berempat yang duduk seperti patung. Kecuali suara angin yang berhembus tidak terdengar suara lainnya.
Sedetik demi sedetik berlalu, langit mulai gelap.
Tiba-tiba terdengar suara ledakan. Dua orang yang beradu telapak tergetar dan terbang. Terdengar Tuan Jian berteriak:
"Biksu bisu tuli, Long-hu (naga harimau) benar-benar hebat!"
Mereka bersama-sama terlempar ke atas, mereka juga bersama-sama turun ke bawah. Hasil akhir pertarungan ternyata sama kuat.
Zhong-jing dengan cepat berlari ke sisi Tuan Jian. Terlihat darah terus keluar dari sudut mulutnya. Darah membasahi tubuh dan wajahnya, walaupun kedua mata terbuka tapi tidak terlihat bersemangat.
Zhong-jing memeluk Tuan Jian. Dengan penuh air mata dia berteria:
"Paman Guru Jian! Paman Guru Jian!... "
Beberapa kali dia memanggil, mulut Tuan Jian terbuka, tapi dia tidak bisa menjawab. Zhong-jing segera berpesan kepada Ruan-wei:
"Aku akan menggendong Tuan Jian turun gunungdan menyembuhkan lukanya "
Biksu itu terus berbaring di bawah dan tidak bergerak, mungkin karena kulitnya hitam dan
bajunya sudah usang, tidak terlihat apakah dia muntah darah atau tidak. Tapi salju yang ada di bawahnya terlihat ada darah. Matanya memandang ke tempat jauh tapi pandangannya begitu kosong dan kesepian

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang