118. Keadaan Jadi Menyedihkan

1K 28 0
                                    

Ruan-wei meninggalkan tempat Zheng-yi-bang dan terus berlari sampai ratusan kilometer baru berhenti. Bai-ti-ma yang membawa mereka berlari tidak terlihat lelah, benar-benar seekor kuda hebat. Ketika kudanya berlari lambat, tiba-tiba Wen-yi berkata:
"Da-ge, aku ingin pulang sebentar!"
"Apa? Kau ingin meninggalkan aku lagi?"
"Siapa bilang aku ingin meninggalkanmu?"
"Kau ingin pulang, berarti kau ingin meninggalkan aku."
Wen-yi tertawa terbahak-bahak:
"Kau benar-benar Da-ge yang bodoh! Kau boleh ikut aku pulang, bukankah kita tidak akan berpisah?"
"Apakah orangtuamu akan menyambutku dengan baik?"
Wen-yi ragu sebentar:
"Aku tidak tahu apakah mereka akan menyambut baik kedatangan Da-ge, karena aku putri kandung mereka tapi mereka tidak menyayangiku, apalagi kau?"
"Kalau begitu... aku tidak perlu ke sana "

Wen-yi cemberut, dia pura-pura marah:
"Jika Da-ge tidak ikut, aku juga tidak ingin pulang!"
Ruan-wei dengan cepat menggoyangkan tangan:
"Mana boleh begitu! Kau sudah meninggalkan rumah 1 tahun lebih, kalau tidak pulang, itu artinya tidak menghormati orang tua, pulanglah sebentar!"
"Kalau begitu, kakak akan menemaniku pulang bukan?" kata Wen-yi tertawa
Ruan-wei tahu sifat Wen-yi yang keras kepala. Kalau tidak setuju, dia benar-benar tidak akan pulang, apalagi dia sendiri enggan berpisah dengan Wen-yi, terpaksa dia berkata:
"Baiklah, Da-ge akan menemani pulang!"
Karena senang, Wen-yi meloncat-loncat seperti anak kecil, dia hampir terbanting dari kuda. Ruan-wei pura-pura marah sambil tertawa:
"Sudah dewasa masih seperti anak-anak, kau benar-benar tidak tahu malu!"
"Di sisi Da-ge aku ingin menjadi anak kecil yang polos " Wen-yi tertawa.
Kata-kata Wen-yi mengandung makna yang dalam. Ruan-wei memeluk Wen-yi dengan erat dan
menganggap dia adalah anak kecil yang lucu

Dalam waktu satu bulan, mereka sudah tiba di Guang-xi. Sejak dulu Ruan-wei ingin menikmati pemandangan Guang-xi, sekarang sepanjang jalan mereka bisa menikmatinya. Hati Ruan-wei benar-benar senang tapi begitu teringat pada Kakek Xiao San-ye, hatinya sedih lagi.
Hari ini mereka tiba di Liu Zou. Liu-zhou adalah tempat yang pemandangannya sangat indah di Guang-xi, apalagi di sisinya ada kekasih yang menemani sambil menikmati pemandangan alam yang indah, Ruan-wei juga merasa bahagia yang tidak bisa diungkapkan.
Sesampainya di Liu-zhou, mereka masuk ke sebuah penginapan. Ketika ingin tidur, Wen-yi berkata:
"Besok aku akan membawamu ke suatu tempat yang sangat aneh, sesampainya di sana Da-ge
pasti akan terkagum-kagum "
Setelah itu Wen-yi tertawa lembut dan pergi. Dengan penuh kebahagiaan Ruan-wei berbaring di atas ranjang, dia melihat langit-langit kamar, tiba-tiba dia teringat sebuah kalimat, segera wajahnya berubah dan dia duduk kembali.
Terlihat dia berbicara sendiri:
"Kalau terlalu senang akan terjadi kesedihan, apakah aku akan "
Mengingat cerita Kakek Xiao San-ye, tempat, keadaan semua cocok dengan ceritanya. Bulu kuduknya meremang, dia duduk termenung.

Hari kedua pagi, Ruan-wei berubah total, Wen-yi tidak merasakannya, dia masih tertawa dan berkata:
"Da-ge, mari kita pergi!"
Mereka berdua tetap menunggang seekor kuda, setelah keluar dari kota Liu-zhou, sekitar 10 kilometer lebih di depan ada batu-batu aneh. Pemadangan itu seperti sekuntum bunga teratai hijau, setiap helai bunga tertutup oleh awan yang tipis, benar-benar seperti tempat tinggal dewa dewi.
Wen-yi menunjuk pemandangan batu dan berkata:
"Gunung ini disebut Gunung Qing-lian (teratai hijau). Setelah masuk ke sana kau akan tahu keunikan gunung ini. Di dunia ini jarang ada yang berani melewatinya."
Ruan-wei teringat musuh kakek Xiao San-ye tinggal di gunung ini. Suaranya mulai gemetar berkata:
"Apakah... rumahmu... rumahmu...berada di sana?"
Dia berharap Wen-yi menjawab bukan tapi Wen-yi malah tertawa berkata:
"Kenapa Da-ge bisa tahu?"
Segera wajah Ruan-wei berubah. Wen-yi segera merasa aneh dan berkata: "Da-ge! Da-ge! Apa yang terjadi padamu...." Kemudian pelan-pelan' meraba dahi Ruan-wei dan berkata: "Apakah kau sakit?"
Ruan-wei berusaha menahan hatinya yang sedih dan berpikir, jika ingin membalaskan dendam kakek jangan emosi dulu jika bukan Wen-yi yang membawanya masuk, tidak mudah masuk ke lembah sana.'
Dia tertawa dengan terpaksa:
"Tidak... tidak ada apa-apa... hanya sedikit tidak enak tubuh." Wen-yi tertawa:
"Tidak apa-apa, setelah sampai di rumahku, aku akan memberi obat buatan ayah. Aku jamin kau akan segera sembuh!"
Kemudian dia terus bercerita tentang keahlian ayahnya. Harus diketahui Lembah Selatan Wen Tian-zhi adalah orang yang sangat berbakat, semua dikuasai dengan baik, pantas Wen-yi terus memuji ayahnya!
Ruan-wei dengan sedih melihat Wen-yi, dalam hati dia menarik nafas:
'"Mengapa kau adalah putri musuh kakekku? Mengapa? Mengapa...

Terbang Harum Pedang Hujan (Piao Xiang Jian Yu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang