Daniel mengetuk pintu kamar adik nya, hampir pukul tujuh, Dafera sama sekali belum keluar menunjukkan batang hidung nya. Daniel sudah menghidangkan sepiring nasi goreng spesial yang ia buat untuk Daf.
"Daf, sayang. Keluar dong, sarapan sini. Kamu ga kerja apa?" Daniel masih berdiri di depan pintu kamar Daf, daun telinga nya sengaja ditempelkan ke pintu. Di dalam sana sama sekali tak ada suara, membuat perasaan Daniel membuncah.
"Daf..." Panggil Daniel lagi, kali ini suara nya memelan, diiringi raut wajah yang berubah. Daniel menarik gagang pintu, ternyata pintu nya tidak di kunci, menampilkan Dafera yang sedang meringkuk memeluk guling kesayangan nya.
"Kamu kenapa sayang?" Daniel bergerak, menaikkan satu kaki nya dan duduk dengan tenang di samping tubuh Dafera. Tangan nya terulur mengecek dahi Dafera.
"Perut Daf sakit, bang..." Dafera menyeka buliran air yang jatuh dari sudut mata nya.
"Lagi dapet ya?" Dafera hanya mengangangguk lemas, kedua tangan nya masih memegangi perut nya yang terasa begitu sakit.
"Bentar, abang ambil kantong air anget sama sarapan. Kamu makan ya?" Daniel berucap lembut, ia menarik sudut bibir nya keatas. Jujur Daniel kasihan melihat kondisi Daf seperti ini.
Setelah terhitung sepuluh menit, Daniel kembali dengan membawa sepiring nasi goreng dan juga kantong berisikan air hangat. Untung air galon masih tersisa, kalau tidak mungkin Daniel kewalahan jika harus memasak air terlebih dahulu.
"Awas dulu tangan nya, kompres dulu biar agak mendingan sakit nya." Daniel menyingkirkan kedua tangan Dafera dengan perlahan, selanjutnya Daniel menaruh kantong berisi air hangat diatas perut Dafera yang terlapisi kain dress yang lumayan tebal.
"Udah, jangan nangis dong." Daniel mendekatlan wajah nya ke wajah Dafera, Daniel menghapus air mata Dafera dengan ujung ibu jarinya.
"Makan dulu ya," Lanjut Daniel lagi. Dafera sekilas menggeleng kan kepala, bukan satu hal yang mudah untuk membujuk Dafera agar mau menghabisi makanan nya saat sudah seperti ini.
"Dikit aja ya sayang. Ntar kalau kamu ga sarapan makin sakit." Daniel tersenyum manis, berusaha meluluhkan hati adik nya.
"Disuapin..." Ujar Dafera manja, Daniel meneyetujui permintaan Dafera. Ia segera membantu Dafera bersandar pada kepala tempat tidur.
"Ini abang buatin spesial buat kamu. Harus diabisin pokoknya, kalau engga abang mau ngambek sama adek." Daniel pura-pura memasang raut wajah merajuk. Lucu. Sementara tangan nya terulur menyodorkan sesendok nasi goreng ke mulut Dafera.
Dafera menikmati nasi goreng yang dibuat Daniel, meski kunyahan nya pelan, Daniel dengan sabar menunggu. Sudah lama Daf menginginkan Daniel selalu di samping nya, dulu saat Daf ditinggal kerja oleh Daniel, pasti ia selalu di temani oleh Jihoon. Itupun kalau Jihoon tidak ada kegiatan ekstrakurikuler. Dan sekarang, Daniel sudah kembali ke rumah, perasaan Daf menjadi sangat lega.
"Yeay abis!" Daniel bersorak, ia menaruh piring tersebut diatas nakas. Sejenak ia menghela napas, ia lupa mengambilkan air untuk Dafera.
"Makasih bang, maaf ya ngerepotin." Ungkap Daf merasa tidak enak hati.
"Aduh kenapa sih? Ngerepotin gimana? Abang bersyukur bisa kaya gini sama kamu Daf.
Maaf ya, dulu abang egois karena ninggalin Daf sendirian disini. Maaf sekali lagi."***
Sekitar pukul dua, Daf masih terlelap dengan nyenyak nya. Seperti sedang bermimpi indah dan tak ingin dibangunkan sama sekali. Ia juga tetap pada posisi meringkuk, terlihat seperti bayi yang menggemaskan.
Jihoon memandangi wajah Dafera secara seksama, ingin rasanya Jihoon mencubit pipi Dafera. Keduanya memang sangat dekat dari kecil, tak ada perubahan yang menonjol dari sikap Dafera kepada orang-orang disekitar nya.
"Jih-jihoon?" Mata Daf terbuka secara perlahan, ia berusaha mengontrol cahaya yang masuk ke dalam matanya. Daf tidak mungkin bermimpi, karena memang benar di hadapan nya ini adalah Jihoon, sahabat nya yang durhaka.
"Hai Daf, maaf ya gue jarang kesini. Gue sibuk terus juga capek banget kalau abis pulang ospek, gila sih gue kaya mau pingsan aja kalau sore." Barusan Jihoon mencurahkan isi hatinya, Daf yang awal nya akan marah pun mengurungkan niat nya. Daf mencoba bangun, ia meraih tangan Jihoon agar cowok itu membantu nya duduk.
"Pantes hoon. Pipi nya ilang gitu ih, terus juga ini? Kantung mata? Ya ampun!" Daf mengomentari, raut wajah nya berubah menjadi khawatir. Jihoon justru terkekeh menanggapi nya.
"Pola makan nya di jaga dong hoon, jangan banyak pikiran. Terus juga kan biasanya olahraga sama mas Woojin," Lanjut Daf seperti mengomeli anak nya.
"Aduh iya. Muka nya jangan galak-galak, gue jadi takut." Jihoon mengakhiri kalimat nya dengan kekehan manis. Daf mengembuskan napas nya sejenak.
"Eh gue bawain bubur ayam buat lu. Makan ya? Gue tau lu belum makan," Jihoon menarik plastik yang sebelum nya ia taruh di nakas. Dengan baik hati Daniel membawakan mangkuk dan juga sendok, Daniel memasuki kamar sebelum Daf terbangun.
"Lu juga ikut makan ya," Ungkap Daf menyunggingkan sedikit senyum nya. Jihoon menggeleng samar, ia sibuk menuangkan bubur ke dalam mangkuk.
"Gue udah makan Daf," Jelas Jihoon mulai menyodorkan sesendok bubur dengan sedikit kuah yang membasahi.
"Bohong ya?" Tatapan kedua manik mata Daf berubah menjadi menyelidik. Jihoon menggeleng singkat.
"Beneran udah, tapi bukan bubur. Tenang aja ga usah khawatir gitu sama cogan." Jihoon menaikkan kedua alis nya bersamaan, ini adalah Jihoon yang sangat sangat percaya diri.
"Alah pede banget sih lu." Daf menepuk bahu Jihoon pelan, di susul dengan keduanya yang tertawa renyah.
"Btw, makasih ya hoon udah nyempetin dateng ke sini," Ungkap Daf di sela-sela memakan bubur nya. Entah mengapa Jihoon yang saat ada di depan nya kini berpenampilan keren, dengan jiwa yang sedikit dingin. Hal tersebut sedikit memgundang pertanyaan dalam benak Dafera.
"Iya sama-sama Daf. Masa lu sakit ga gue jengukin, ntar lu makin sakit gara-gara kangen sama gue." Jihoon tersenyum lagi, kali ini dia sedikit menundukkan kepala, Jihoon tidak bisa menghindari rasa malu nya.
"Tuh kan ih sok banget lu mah." Protes Daf seperti semakin sebal dengan perkataan Jihoon. Dia masih sama seperti yang dulu.
"Eh eh kaya ada yang beda dari lu, tapi apa ya. Ih gue dari tadi perhatiin ga ketemu-ketemu." Daf mengetukkan jari telunjuk nya di dagu.
"Apadeh?" Jihoon malah balik bertanya, ia memandangi tubuh nya sendiri. Tidak ada yang aneh selain gaya baju nya yang lebih baru.
"Lu jadi cuek ke orang-orang baru ya?" Tebak Daf menunjuk Jihoon, raut wajah Daf seperti puas telag menebak keanehan Jihoon.
"Iya, kok lu tau sih?" Kini Jihoon balik bertanya. Padahal dia berusaha biasa-biasa saja di hadapan Daf. Tapi, ternyata gerak-gerik nya mudah di ketahui oleh Daf.
"Tau, muka lu kaku banget. Terus juga mau ketawa aja tadi nunduk." Daf memutar bola mata kesal, seharusnya Jihoon tidak melakukan hal tersebut. Itu jelas di luar perkiraan Daf, Jihoon adalah tipe orang yang terbuka, tapi kali ini...
"Gue cuma mau membatasi pertemanan. Gue cuek karena pengen ngebuat orang yang ngejar-ngejar gue menjauh. Gue ga suka sama mereka." Jihoon kembali menyuapkan satu sendok bubur ke dalam mulut Daf, itu suapan yang terakhir.
"Jangan gitu hoon yaelah, punya banyak temen tuh asik. Jangan kaya gue deh ya. Emang niat lu cuek buat apa selain itu?"
"Buat jaga hati lu, Daf."
***
Hai:)
Kasih review dong part ini gimana hehehe
Makasih ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar ⊹ Minhyun ft. Jihoon
Fanfiction[ Hiatus ] When 27th fall in love with 18th © loosesage