Dafera menyimpan sepatu nya di tempat biasa, rak sepatu di ujung tangga, yang menyimpan sepatu koleksi miliknya dan juga milik Daniel.
Dafera baru saja pulang dari restoran Guanlin, kalau ia tak kembali bekerja, bisa saja Dafera di pecat.Namun, diluar dugaan semua pegawai yang ada di restoran malah menyambut Dafera hangat. Mereka bahkan mengucapkan kata maaf karena tidak bisa menjenguk ketika ia sakit. Mora bercerita kalau Guanlin telah memberitahu semua pegawai bahwa Dafera yang akan menggantikan nya.
Suara pintu tertutup membuyarkan lamunan Dafera, ia melihat tubuh tegap Daniel yang berbalut kemeja putih serta celana bahan yang sedikit kusut.
"Daf, abang sekarang dipindah kerja ke kantor nya bang Minhyun." Daniel tersenyum senang, ia bernapas lega akhirnya bisa mendapatkan kerja di sini. Daniel tidak perlu meninggalkan Dafera sendirian, Daniel tidak perlu mengkhawatirkan Dafera lagi secara berlebihan.
"Wah beneran? Selamat ya bang. Berarti ga perlu berangkat lagi keluar negeri?" Tak dapat dipungkiri, Dafera bahagia ketika mendengar hal tersebut.
"Iya sayang. Makasih ya, engga abang kan mau jagain Daf." Kekeh Daniel menarik kepala Dafera ke dalam pelukan nya.
"Makasih ya bang udah mau disini sama Daf.
Maaf kalau semua ini malah bikin abang sedih karena pisah sam--""Shut! Jangan bilang lagi. Gapapa ini semua udah kewajiban abang." Daniel mengusap puncak kepala Dafera gemas, ia juga sesekali memainkan anak rambut Dafera yang terurai ke depan.
"Udah bang, engap nih." Daf menarik dirinya, berusaha melepaskan pelukan Daniel.
"Sana mandi, masa mukanya berubah jadi kucel gini." Daniel menyentuh pipi adiknya, sekali gerakan juga pipi itu berhasil Daniel cubit dengan keras.
"Abaaaang! Sakit!" Daniel mengambil langkah seribu, aksi kejar-kejaran di sore hari tak bisa terlakkan begitu saja.
"Aduh Daf udah, abang capek!" Daniel berhenti membungkukkan badan, berusaha mengatur napas nya normal.
Lagipula Dafera juga merasa lelah, ia pergi ke kamar nya. Melakukan rutinitas yang bisa dibilang membosankan.
Dafera melihat jam di dinding, tanpa permisi ucapan Mingyu terngiang di telinga nya dengan jelas. 'Ngga usah merasa bangga deh, cih sok cantik.' Kalimat itu mampu membuat Dafera membeku untuk beberapa saat, sama seperti saat Mingyu mengucapkan tepat di samping telinga nya.
Dafera sudah menerima banyak omongan tak enak, dari teman bahkan tetangga nya sewaktu ia masih tinggal bersama kedua orang tua. Tapi, baru kali ini Dafera merasa begitu sakit, kalimat itu di ucapkan pria sebaik Mingyu. Pria yang bahkan sudah ia anggap sebagai saudara sendiri saat baru pertama kali bertemu, mampu membuat dunia nya rapuh.
Sekali tarikan napas, Dafera menghentikan pemikiran-pemikiran buruk itu. Ia segera berlalu menuju ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Lagipula tak ada gunanya ia memikirkan nya terlalu lama, itu hanya akan membuat kondisinya memburuk.
***
Lampu yang menyala disetiap sudut jalanan kota, serta lampu cafe yang berkalap-kelip indah ikut menghias malam. Malam ini ternyata lebih terang, malam minggu jelas tak boleh temaram.
Dafera tengah duduk menanti seseorang yang sedang memesankan nya sebuah hot chocolate di cafe yang tak jauh dari bangku taman. Tanpa di duga malam ini, Jihoon mengajak nya pergi keluar rumah. Jika dihitung, hampir dua bulan semenjak mereka sibuk mengurusi Ujian Nasional, mereka jarang keluar malam.
"Ini." Jihoon datang dengan dua cup chocolate, kepulan asap sedikit keluar ketika angin malam bertiup pelan. Jihoon menyodorkan salah satu cup tersebut pada Dafera, dengan senang hati Dafera menerima nya.
"Makasih ya, hoon. Tau aja kalau gue lagi pengen coklat pas sore tadi," Ucap Daf tersenyum manis ketika cup itu berhasil di genggam erat oleh nya. Coklat nya hanya hangat, tidak panas seperti biasanya.
"Iya sama-sama. Tadi sore gue kepikiran coklat panas, jadi inget pas kita kejebak hujan malah mampir disitu sampe hampir larut malam." Jihoon memamerkan gigi putihnya, ia tersenyum meskipun hanya sekilas.
Itu kisah mereka saat ada di kelas sepuluh, hari ini gerimis, mereka berdua berpikir kalau mereka akan sampai di rumah masing-masing sebelum hujan. Namun dugaan mereka ternyata salah, Jihoon dan Dafera sama-sama terjebak di dalam hujan.
"Masih inget aja ya hoon," Lirih Dafera menatap langit malam.
Keduanya saling diam, hanya ada suara klakson-klakson dari kendaraan yang berlalu lalang. Mereka diam bukan karena canggung, tapi berusaha menemukan kepingan-kepingan kenangan.
"Hoon, soal lusa kemarin lu cuma bercanda kan?" Dafera memberanikan diri bertanya sembari menatap intens manik mata Jihoon yang berwarna coklat terang.
"Enggak tau Daf, tapi kenyataan nya kemarin lusa gue ga bercanda. Tapi kalau lu nganggep nya bercandaan, gue mau ketawa dulu." Jihoon mengulum senyum.
"Hah kenapa?"
"Abisanya candaan gue tuh lucu, kenapa gue bisa ngomong kaya gitu ya? Lu tau kan Jihoon yang dulu ga pernah menyinggung soal kata cinta atau pun suka." Jihoon benar-benar tertawa diakhir kalimat nya.
Dafera terdiam sejenak,
"Mungkin Jihoon suka Daf karena selama ini Daf selalu ada buat Jihoon, kan secara ga langsung Jihoon nyaman sama Daf."
Jihoon mengangguk cepat, ia hanya tersenyum tipis sebagai bentuk respon untuk Daf.
"Jihoon ga marah?" Nada bicara Daf sedikit menurun, tak seperti biasanya.
"Kalau marah ya engga mungkin gue masih disini Daf. Lagian ngapain gue marah sama lu?" Jihoon menggelengkan kepala, di susul putaran bola mata dan helaan napas nya.
"Ya kirain."
"Gue harap kita sama-sama bahagia, meskipun ga bisa bersatu. Lu mau jadi temen gue aja, gue merasa beruntung banget."
Belum nemu konflik greget nya ya,
sabar aja, nanti juga ada 😂Kasih vomment ne chingu 😉😉
Thankyouu ❤🍑
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar ⊹ Minhyun ft. Jihoon
Fanfiction[ Hiatus ] When 27th fall in love with 18th © loosesage