hai, ramein dong
akhir-akhir ini merasa gak
percaya diri gara-gara aku
sering mengulang kalimat yang sama TT.Selamat membaca ~ ❤
"Hati-hati ya, mas!" Dafera melambaikan tangan nya begitu mobil Minhyun keluar dari halaman. Pagi ini, Minhyun terlihat lebih diam, karena suasana canggung di meja makan semalam. Dafera meremas jari-jari nya, merasa bersalah dengan diri nya sendiri.
Dafera mentup pintu rumah nya dan kembali melakukan pekerjaan rumah, ia belum mencuci tumpukan piring kotor semalam.
Suara gaduh terdengar dari halaman belakang rumah, Dafera mengerutkan kening nya heran. Gadis itu menilik dari balik gorden sejenak sebelum akhirnya pergi membuka pintu untuk memeriksa ke halaman belakang.
"Bang Daniel, ngapain?!" Dafera menggeleng kan kepala nya, terkejut dengan apa yang ia lihat. Kolam ikan yang baru saja mereka bersihkan kemarin langsung menjadi kotor akibat ulah Daniel yang menjejakkan kaki nya di kolam.
"Tadi kucing abang ngelemparin mainan nya kesini," Jawab Daniel enteng. Tangan nya sibuk mencari keberadaan mainan milik Ori. Dafera menghela napas nya, ia ingin sekali marah, namun rasanya tak bisa.
Soal Daniel yang bisa masuk secara leluasa ke halaman rumah Dafera dan Minhyun karena memang Daniel yang meminta di buatkan pagar khusus untuk nya.
"Lagian gimana bisa mainan nya lewatin pager sih, bang?"
Daniel melebarkan senyum nya, tak lama tawa pelan tanpa dosa nya keluar begitu saja. Dafera memutar bola mata nya, ia tahu betul jika Daniel tertawa seperti itu, maka bisa dipastikan hal yang ia ucapkan sebelum nya adalah sebuah candaan atau kebohongan kecil untuk menutupi kecerobohan nya.
"I-itu, sebenernya abang yang ngelemparin mainan nya, hehe."
"Yaudah abang cari deh, Daf mau nyuci piring dulu." Dafera pergi meninggalkan Daniel, pria itu memandangi punggung Dafera kecewa.
"Gaada niatan bantuin gitu? Daf!"
"Enggak! Daf sibuk, bye!"
"Jahat!" Daniel cemberut mendengar teriakan adik nya yang berasal dari dapur. Ia terus mencari mainan milik kucing nya di dasar kolam ikan yang tertutup oleh beberapa daun dan juga pasir putih.
"Ori! Mainan lu ketemu nih!" Teriak Daniel memamerkan benda yang ia pegang tinggi, senyuman lebar tak henti menghias wajah tampan nya. Daniel segera pergi dari halaman rumah Dafera tanpa pamit.
***
Minhyun termangu, pandangan mata nya yang mengarah ke luar jendela nampak kosong. Masalah demi masalah mendatangi Minhyun dan untuk saat ini, Minhyun merasa tidak bisa mengendalikan semua nya. Minhyun memejamkan mata nya sejenak sebelum ia kembali memulai pekerjaan yang ia tunda.
Minhyun mencoba fokus, namun bayangan wajah Dafera terbayang dalam pikiran nya, permintaan Dafera juga terus menghantui.
Ini yang Minhyun tak suka, dari sebuah pernikahan yang akan berujung pada menjadi seorang ayah. Minhyun terlalu takut apabila di masa mendatang ia tak bisa mengurus bahkan mendidik anak nya. Lagipula Dafera masih muda, Minhyun merasa berdosa sudah membuat Dafera seperti ini.
Pasti gadis itu merasa sedikit terkekang akibat status nya sebagai seorang istri yang harus berbakti pada suami. Diluaran sana banyak sekali gadis seusia Dafera yang ingin menggapai mimpi nya, masih ingin bermain dengan teman sebaya. Minhyun menyadari nya.
Minhyun melirik ponsel nya, tangan nya terulur untuk mengambil nya. Sejenak, Minhyun memandangi ponsel nya yang menyala.
Minhyun ingin sekali menghubungi Dafera, menanyakan apa yang sedang dia lakukan dirumah, mengobrol seperti biasa, namun rasa canggung terus menghinggapi Minhyun."Permisi, pak. Sebentar lagi meeting."
***
"Serah aja serah, udah ah abang mau balik." Daniel memgemasi makanan yang ia ambil dari lemari kecil yang menggantung di dinding dapur Dafera. Pria itu tersenyum tanpa dosa, kemudian bangkit dari duduk nya.
"Ye giliran udah kenyang aja pulang," Sungut Dafera memutar kedua bola mata nya. Sejak Dafera pindah, Daniel terus menerus mengunjungi nya- sekedar untuk numpang sarapan karena Daniel malas bergelut dengan alat dapur.
Daniel menutup pintu belakang tanpa Dafera suruh, siulan dari mulut Daniel sudah tidak terdengar jelas di telinga Dafera, artinya Daniel sudah masuk ke dalam rumah dengan selamat tanpa tersandung batuan yang menghias taman belakang.
Dafera melanjutkan mengepel lantai, pekerjaan nya tertunda hampir tiga jam untuk menemani Daniel sarapan sembari mengobrol. Daniel terus bercerita tentang Minhyun, dan tentu saja Dafera menyukai topik yang dibicarakan Daniel pagi ini.
Ia jadi lebih tahu bagaimana sifat Minhyun, hal yang Minhyun suka dan tidak sukai, dan masih banyak lagi. Dafera cukup menyesal mengetahui kalau Minhyun tidak menyukai anak kecil.
"Mas pulang!" Atensi Dafera teralihkan, Dafera cepat-cepat menyelesaikan tugas nya. Tumben Minhyun pulang di jam makan siang.
"Kamu masing ngepel, sayang?" Minhyun menarik kursi meja makan, Dafera menoleh ke arah Minhyun dengan wajah datar nya.
"Eh mas, udah pulang? Kok tumben." Dafera pura-pura tidak mendengar kalimat Minhyun, padahal pipi nya terasa begitu panas.
"Iya, tadi jadwal nya cuma meeting. Mas males di kantor jadi nya pulang," Jawab Minhyun memperhatikan kegiatan Dafera, gadis itu merapikan alat pel, kemudian berlalu mencuci bersih tangan nya di bak cuci piring.
"Kamu jam segini baru selesai beres-beres rumah?" Tanya Minhyun heran. Setahu Minhyun rumah ini mudah untuk dibersihkan dan ditata barang-barang nya. Ia tidak salah bertanya kan? Kalau-kalau Dafera menjawab 'aku agak males beresin nya mas' toh Minhyun tidak keberatan.
"Tadi ada bang Daniel, mas. Ngajakin aku ngobrol hampir tiga jam, ya jadinya kerjaan aku ketunda." Dafera menarik kursi di hadapan Minhyun. Sementara pria itu mengangguk paham.
"Daniel ngobrolin apa selama itu? Jangan-jangan ngobrolin aku lagi," Tebak Minhyun. Kedua mata nya memicing curiga kearah Dafera.
"Enggak
enggak salah lagi sih, hehe." Dafera terkekeh geli. Ia tidak mungkin membohongi Minhyun, sementara Dafera tahu sendiri kalau di bohongi itu sakit nya seperti apa. Minhyun tidak marah, ia malah ikut terkekeh sejenak bersama Dafera.
"Kamu minta kuliah gara-gara disuruh ayah ya?"
Dafera terdiam ditempat, bagaimana Minhyun tahu persoalan ayah nya menyuruh Dafera untuk kuliah?
"Enggak mas, pas lulus SMA juga aku mau nya kuliah. Tapi, waktu itu bang Daniel ga ngirim aku uang untuk beberapa bulan. Lagian salah aku juga ga nelepon bang Daniel, padahal aku butuh dia."
"Kamu sih gengsian," Balas Minhyun pelan, sontak raut wajah Dafera berubah menjadi masam.
"Apasih mas, aku gak gengsian ya!" Dafera membela dirinya sendiri. Ia mengalihkan atensi nya, tidak ingin menatap Minhyun sama sekali karena terlalu sebal.
"Udah gengsi baperan lagi, duh istrinya Minhyun ya emang," Ledek Minhyun lagi, kali ini diiringi dengan kekehan gemas yang keluar dari mulut nya. Dafera marah pun tidak bisa karena pengaruh kekehan Minhyun ternyata mampu membuat mood nya membaik.
"Untung sayang," Gumam Dafera.
"Hm? Kamu ngomong apa, ulangi sekali lagi."
"Gak, ga ada siaran ulang." Ketus Dafera masih tak mau menatap Minhyun. Jangan sampai ketika bola mata nya beradu dengan kedua netra Minhyun ia malah tersenyum malu, bisa jatuh harga diri Dafera. Oke, mulai sekarang Dafera menyadari kalau dirinya gengsian.
"Makan siang di luar yuk, daf." Minhyun mengetuk ngetukan jari nya di meja tanda bosan.
"Kalau makan siang di luar panas, mas. Mending di resto," Ucap Dafera.
"Kamu siap-siap ya, aku mau mandi dulu." Minhyun tidak menanggapi ucapan Dafera sebelum nya. Ia segera beranjak menuju kamar untuk mandi karena merasa gerah.
***
sorry for typo
1133.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar ⊹ Minhyun ft. Jihoon
Fanfiction[ Hiatus ] When 27th fall in love with 18th © loosesage