79

139 26 4
                                    



Daniel menikmati Kopi yang ia buat, dua puluh menit yang lalu, Daniel baru saja menghantarkan Jaehwan ke bandara, Jaehwan tidak bisa berlama-lama karena ia banyak sekali meeting penting yang tidak dapat di tinggalkan. Sementara Daniel tetap disini selama hampir empat hari.

"Bang Daniel, udah pulang kok gak bilang sih?"

Daniel menolehkan kepala nya begitu suara sang adik terdengar di telinga. Di depan sana, ada Dafera yang sedang memeluk lengan Minhyun, mereka berdua menuju bar kecil di dekat dapur yang sekarang di tempati Daniel.

"Berduan mulu, dek." Daniel menggelengkan kepala nya sembari tersenyum. Senang rasanya bisa melihat Dafera bahagia bersama Minhyun.

Dafera hanya tersenyum. Minhyun mendudukkan Dafera di kursi dengan perlahan kaitan tangan bahkan tak ia lepaskan barang semenit saja. Maklum, sudah hampir delapan bulan tidak bertemu, kan?

"Besok abang mau pulang aja lah kalau gini, jadi kangen istri dirumah," Tutur Daniel setelah berhasil menyeruput habis Kopi hitam nya. Minhyun terkekeh puas, menertawai Daniel.

"Dulu lu bilang gue lebay banget gara-gara kangen sama istri, sekarang lu sendiri kena batu nya." Minhyun menaikkan salah satu bibir nya. Takdir itu memang tidak ada yang tahu, kadang memang bisa berbanding terbalik dengan apa yang kita inginkan. Dan sebenarnya Daniel tidak menginginkan ia terjebak disini, bersama Minhyun dan Dafera yang kasmaran.

Terlihat geli memang.

"Pulang yuk, kalian ga mau pulang gitu?" Kali ini Daniel menyemburkan napas bosan. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain makan, minum, tidur di rumah besar milik papa nya ini.

"Lu aja pulang sendiri. Gak kasian sama Dafera apa," Jawab Minhyun melayangkan tatapan tajam. Ia agak sungkan bila Daniel sudah seperti ini. Tapi, jujur saja Minhyun juga ingin pulang sekarang.

"Daf mau makan apa?" Tanya Minhyun memecah keheningan yang terjadi sekitar lima belas detik itu. Dafera melihat seisi dapur, kemudian menggelengkan kepala nya dengan malas.

"Buah aja tuh, hyun. Jangan makan mulu lah, makin melar kan badan adek gue. Gara-gara elu sih!" Daniel terus saja mencari kesalahan adik ipar yang notabene nya adalah teman sendiri.

"Lu kenapa sih, Niel. Kalau lagi kesel sama orang lain ya jangan nyolot nya ke gue dong," Ucap Minhyun to the point. Bisa dilihat dengan jelas kalau Daniel memang sedang menahan kekesalan.

"Aku kupasin Apel ya."

"Enggak mau, mas. Aku masih kenyang, aku minta kesini karena pengen duduk disini aja." Dafera menarik tangan Minhyun, bermaksud agar pria itu tidak mengambilkan ataupun melakukan hal untuk Dafera detik ini.

"Gue bingung," Cicit Daniel lagi. Kedua sejoli itu akhirnya menolah lagi ke arah Daniel yang sedang duduk di meja bar— meja penghalang antara ruang makan dan juga dapur.

"Kenapa sih, bang? Masalah kerjaan lagi?" Tanya Dafera. Ya, memang akhir-akhir ini Daniel sering membahas masalah pekerjaan bila sedang bertelepon ria dengan Dafera. Sejak Dafera pergi ke China, sampai saat ini, yang di fikirkan Daniel hanyalah kerja.

"Iya."

"Lagi bahas apa nih? Akur banget, tumben."

"Eh papa, udah pulang?"

"Pa."

Daniel hanya diam disaat Dafera dan Minhyun menyapa pria paruh baya yang sekarang sudah bergabung dengan mereka di ruang makan. Daniel sontak berpura-pura menyeruput Kopi nya— padahal gelas tersebut hanya berisi ampas Kopi.

"Iya, papa habis menyelesaikan beberapa surat perusahaan papa," Ujar beliau. Daniel menatap tidak minat tapi minat, jadi Daniel ogah-ogahan mendengar penuturan papa nya.

"Papa mau mewariskan perusahaan papa buat Minhyun."

"Loh pa, ga bisa gitu dong?!" Daniel rupanya terpancing. Bukan berarti dia ingin berkuasa di perusahaan papa nya kini, namun Daniel—apa dia tidak di anggap sebagai anak?

"Bagus, Dan. Akhirnya kamu protes.
Awal nya papa pikir begitu, tapi papa inget kamu. Anak cowok papa satu-satu nya, anak jagoan papa yang ga ada duanya.
Jadi papa pikir kamu yang akan meneruskan perusahaan papa." Beliau tersenyum sejenak sebelum akhirnya menyenderkan kepala nya pas kursi.

Daniel terdiam, mendengar papa nya mengatakan anak cowok papa satu-satu nya, anak jagoan papa nya. Daniel memang mendapatkan semua yang ia mau sejak kecil dari papa nya.

Disisi lain, Minhyun dan Dafera hanya menyimak obrolan dari kedua nya. Minhyun semula terkejut dengan keputusan mertua nya yang akan mewariskan perusahaan miliknya pada Minhyun, namun keterkejutan itu hilang diganti kelegaan.

"Kamu jadi CEO ya, dan. Nanti Minhyun jadi Direktur atau apalah itu, terserah kamu."

"Minhyun jadi OB aja gapapa pa, ga usah tinggi-tinggi jabatan nya." Daniel melirik Minhyun jahil, sesekali tertawa pelan.

"Bang Daniel?!" Dafera berteriak, menggebrak meja pelan karena tidak terima Minhyun di tetapkan sebagai OB di perusahaan papa nya.

Ini suatu kebetulan yang membuat Minhyun dan Daniel senang, keduanya merasa lega. Akhirnya bisa bekerja lagi setelah dua bulan Daniel berhenti bekerja, setelah delapan bulan Minhyun terkekang di penjara.

"Satu bulan lagi kalian akan resmi menjabat di perusahaan papa, be ready.
Sudah ya, papa tinggal dulu. Masih banyak urusan."

Beliau mendorong kursi nya, sejenak berhenti untuk mengacak rambut Dafera gemas. Minhyun melirik dari ekor mata nya, dimana-mana Dafera memang suka sekali di acak rambut nya.

"Lu jadi sekretaris gue aja, hyun."

"Abang...,"

"Biar lu ngerasain apa yang gue rasain pas lu lempar kerjaan lu buat gue."

"Bang...,"

"Untung kan lu lemparin kerjaan gara-gara mau ketemu Dafera adek gue, kalau enggak mah udah gue tolak kali.
Btw, ya dek! Minhyun dulu ngebet banget ketemu sama kamu,"

"Bisa diem gak mulut lu?" Ketus Minhyun ingin menghentikan aksi Daniel.

"Kalian berdua ya...." Dafera menghela napas, kemudian memijat pelilis nya yang terasa pening.

"Udah ya niel gak usah banyak omong, kasian kan Dafera." Minhyun mengelus puncak kepala Dafera, kemudian tak lama mencium kening dan pipi kiri Dafera lumayan lama dihadapan Daniel.

Daniel hanya berdeham.


***


maaf kalau ada typo:((




Sugar ⊹ Minhyun ft. JihoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang