Di dalam kamar bernuansa hitam dan putih, Minhyun berbaring menatap langit-langit kamar nya. Niat nya untuk pergi ke kantor menjadi batal, pagi ini sesuatu yang tak diinginkan Minhyun terjadi lagi. Ayah nya kembali memaksa Minhyun untuk segera memiliki hubungan dengan seorang wanita.
Minhyun belum memikirkan hal itu secara matang, iya sedikit trauma dengan kepingan kisah masa lalu yang sampai saat ini sering membuat hati nya ngilu. Kalau dibayangkan, pria sebaik Minhyun pasti tak akan ada yang menyakiti, pria sebaik Minhyun tak ada yang menyelingkuhi. Tapi, kenyataan nya semua itu terjadi.
"Hyun." Suara lembut itu mengalihkan segala atensi Minhyun, hati kecil Minhyun melunak seketika. Kaki nya segera turun dari kasur dan melangkah menuju pintu.
"Kamu jangan marah sama ayah ya," Kedua tangan nya meraih pipi Minhyun. Nampak jelas dimata nya kalau ia tak mau Minhyun ada disituasi seperti ini.
"Iya mah." Minhyun memeluk sang mamah, sejenak Minhyun memejamkan mata, merasakan kehangatan di setiap pelukan yang selalu Minhyun rindukan.
"Kamu ga kerja sayang?"
Minhyun menjauhkan diri nya perlahan, ia menggeleng cepat di susul dengan senyum yang menandakan ia baik-baik saja.
"Kerjaan kantor sementara aku lempar ke Daniel, kebetulan dia baru masuk kerja kemarin." Minhyun melonggarkan dasi serta membuka satu kancing kemeja nya.
"Daniel? Daniel yang dulu temen SD kamu?" Wajah nya berubah menjadi antusias. Dalam benak nya, ia bersyukur Daniel kembali. Daniel sangat berjasa sekali selama Minhyun duduk di bangku sekolah dasar. Hanya Daniel yang mau berteman dengan Minhyun.
"Iya mah, eum Minhyun mau pergi boleh ya?" Pamit Minhyun hendak mencium punggung tangan sang mamah.
"Mau pergi kemana?" Tanya nya mengulang beberapa perkataan yang Minhyun ucapkan.
"Ga kemana-mana ma, cari angin aja."
"Kamu mah ada-ada aja hyun, kalau nyari angin yang kamu malah masuk angin."
Udahlah terserah Minhyun.
***
Minhyun mengelus keramik berwarna abu-abu dihadapan nya dengan halus. Setelah mencabuti rumput, menaburkan bunga, serta berdoa, Minhyun merasakan hati nya pedih begitu saja.
Ya, Minhyun sekarang berada di tempat pemakaman umum. Dimana papah nya terbaring damai.
Belum sempat ia membahagiakan sang papah, beliau sudah lebih dulu meninggalkan Minhyun selama-lamanya. Minhyun tersenyum sekilas, ia berdoa dalam hati semoga Tuhan menempatkan papah nya di tempat yang terindah.
Sekitar tigabelas tahun yang lalu, Minhyun dibelikan hadiah oleh sang papah. Tepat di hari ulang tahun Minhyun yang ke empat belas, dimana hadiah itu menjadi kado terbaik, dan juga kado terakhir baginya.
"Papah," Sekuat apapun Minhyun dihadapan orang lain, ia tak bisa menahan emosi nya jika sudah berada di pusara papah nya.
Minhyun bangkit dengan sisa tenaga nya, energi nya seperti terkuras habis. Minhyun kembali menjadi si pemurung yang sebenarnya.
Mobil yang di kendarai Minhyun melaju dengan kecepatan diatas rata-rata, sang pemilik mobil memasang wajah datar dibalik setir nya. Untung jalanan sedang sepi, resiko kecelakaan menjadi kecil bagi Minhyun.
Sekitar sepuluh menit, Minhyun memarkir mobil nya asal di depan restoran milik Guanlin. Minhyun harap anak itu ada disana, yang sibuk duduk manis di di meja kerja dengan ponsel yang menyala.
"Eh om Minhyun," Sapa Dafera begitu Minhyun membuka pintu restoran. Senyum manis juga tercetak dengan jelas di wajah nya, Minhyun yang tak enak hati membalas sapaan dan senyuman Dafera.
"Mau pesen apa om? Biar Daf catetin." Ujar Dafera bersiap mencatat apa yang akan Minhyun ucapkan. Minhyun sedikit menaikkan salah satu alisnya, yang dipegang Dafera bukan catatan yang biasa dibawa oleh para pekerja yang ada disini. Yang dipegang Dafera nampak seperti buku catatan pribadi.
"Saya pesen minum aja, Ice Vanilla Chococinno ." Ujar Minhyun menatap ke sekeliling area restoran. Pegawai yang lain memakai seragam seperti biasa, kecuali Dafera. Minhyun semakin bingung dibuat nya.
"Sebentar ya om, Daf ke dapur dulu." Dafera tersenyum, sebelum pergi ia sempat menundukkan kepala nya.
"Mas Ren, bikinin Ice Vanilla Chococinno satu ya!" Daf menghampiri meja yang berukuran besar disudut dapur. Disana terdapat Ren sebagai pembuat segala jenis minuman, dari yang baik sampai yanh tidak baik.
"Siap!"
Dafera tertawa kecil ketika Ren mengangkat tangan kanan nya tepat di sebelah kening. Seperti seorang pemimpin kepada pembina upacara.
"Tumben ada yang pesan minuman ini, biasanya jarang..." Ren mendongak sebentar ke wajah Dafera, lalu ia kembali fokus membuat minuman.
"Gatau deh, itu om nya Guanlin yang pesen."
Ren membulatkan matanya, dirasa ada hal aneh yang menimpa. Ia segara menyerahkan satu nampan dengan gelas berisi vanilla chococinno ke tangan Dafera.
"Bilang aja Guanlin lagi pergi ke kampus, udah sana balik ke meja nya. Kalau perlu Daf hibur dia!" Ren mengucapkan kalimat nya dengan cepat.
"Hah kenapa sih?" Heran Daf keheranan sendiri melihat tingkah Ren yang terburu-buru menuju ke arah toilet. Mungkin nahan boker.
Dafera tidak menghiraukan nya, ia segara menghantarkan pesanan Minhyun.
"Ini om, silakan." Dafera menaruh gelas berukuran besat itu ketas meja kayu.
"Terimakasih-- ah ya, Guanlin ada?" Tanya Minhyun. Dafera menoleh, ternyata yang diucapkan Ren ada benarnya. Kenapa bisa begitu? Ren bukan cenayang yang beralih profesi menjadi berista kan?
"Itu... Guanlin masih di kampus. Biasanya dia pulang pukul tiga." Jawab Dafera tersenyum, ia melirik jam hitam di pergelangan tangan nya. Masih pukul 02.11 wib.
"Oh."
"I-iya om." Dafera serasa mati kutu berdiri di hadapan Minhyun. Untuk menjawab 'iya' saja ia kesusahan.
"Ngapain kamu berdiri terus?"
"A- ini juga mau pergi om..."
"Duduk."
***
Hai 😂
Vomment ya yang rame^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar ⊹ Minhyun ft. Jihoon
Fanfiction[ Hiatus ] When 27th fall in love with 18th © loosesage