maaf banyak typo, ga edit lgi
Minhyun melirik dirinya di cermin besar yang tersimpan dalam ruangan bernuansa layak nya negeri dongeng, balutan tuksedo berwarna hitam begitu pas ditubuh nya. Minhyun menghembuskan napas nya, kembali berusaha berdamai dengan degup jantung yang minta dikeluarkan dari tempat nya.
"Ayah dateng dihari pernikahan kamu, hyun."
"Hyun! Kamu tau gak? Aku yang ajak ayah pulang. Abis resepsi traktir aku pokoknya!"
Ucapan sang mamah kemarin, serta ucapan Lucy semalam melalui telepon terus terngiang dalam telinga nya Minhyun. Hanya ada satu kemungkinan dari sang ayah, penerimaan yang akan dilanjutkan dengan syarat atau pembatalan yang berujung memalukan keluarga besar. Opsi yang kedua rasanya tidak akan mungkin dilakukan, tapi apa sih tidak bisa ayah Minhyun lakukan?
"Hyun, mamah tadi liat Daf sekilas. Cantiiik banget."
Minhyun tersenyum lebar begitu telinga nya mendengar penuturan sang mamah yang kelewat melebih-lebih kan kecantikan Dafera. Minhyun juga sudah tahu kalau Dafera cantik, tidak diragukan lagi.
"Siap nerima konsekuensi nya kan?"
Senyum diwajah Minhyun sedikit sirna, dada nya naik turun untuk beberapa detik. Minhyun mengangangguk pasrah, doa yang kali ini ia panjatkan hanyalah berharap acara nya berjalan dengan lancar.
***
Jihoon masuk tanpa izin kedalam kamar Woojin, ia mendekati ranjang Woojin yang berantakan. Jihoon menggelengkan kepala nya melihat Woojin yang masih tertidur pulas di atas kasur.
"Hadeuh masih suka gini ya bang dari smp," Ungkap Jihoon seraya berdecak karena heran. Terbayang dalam kepala nya untuk mengusik tidur nyenyak Woojin, namun saat netra nya menangkap dua buah surat undangan—Jihoon menjadi penasaran.
Tangan Jihoon meraih surat undangan diatas nakas tersebut, Jihoon memperhatikan nya dengan seksama. Nama yang tertawa di surat undangan tersebut adalah atas nama Woojin dan juga dirinya.
"Ederra Minhyun dan Dafera Joviana," Gumam Jihoon begitu membuka surat undangan berinisial M&D di depan nya. Jihoon otomatis menggelengkan kepala nya berkali-kali, rasa terkejut dan tidak percaya bercampur menjadi satu.
Jihoon melirik Woojin sekilas. Tidak ada waktu untuk membangunkan Woojin, Jihoon harus segara pergi menemui Dafera. Ia tidak ingin Dafera nya direbut oleh pria lain, tunggu, apa pantas Jihoon menggunakan kalimat Dafera direbut—rasanya tidak.
Pikiran Jihoon kalut, benar-benar kalut. Ia ingin cepat-cepat ke hotel dimana Dafera melangsungkan acara pernikahan nya. Jantung nya serasa ditusuk paku, sakit. Jihoon tidak bisa mengatakan dirinya baik-baik saja sekarang.
Jihoon semakin menancapkan gas motor nya, tidak peduli beberapa orang meneriaki nya karena hampir menabrak, bahkan menerobos lampu merah. Yang ada dalam otak nya adalah Dafera, Dafera dan Dafera.
Woojin, orang itu keterlaluan. Kenapa tidak memberitahu kalau mereka mendapat surat undangan dari Dafera. Woojin jelas tahu bagaimana perasaan Jihoon terhadap Dafera, apa mungkin Woojin lupa? Tega.
Jihoon menghela napas. Jalanan di depan rumah Minhyun yang begitu ramai akan mobil dan juga motor yang sedang mengantri masuk ke dalam halaman untuk sekedar memarkir mobil dan motor. Jihoon terpaksa menepikan motor nya, ia nekat berlari ke rumah Minhyun.
Anggaplah Jihoon jahat, pikiran nya sekarang sedang mencari cara menggagalkan rencana pernikahan Dafera dan juga Minhyun. Jihoon berjalan, membelah manusia yang berdiri menyaksikan Dafera yang kini tengah dikecup oleh Minhyun. Terlambat.
Jihoon terpaku ditempat, diiringi dada nya yang terasa sesak. Detik itu juga Jihoon ingin mengumpat kasar, ingin membanting seluruh vas bunga bahkan guci-guci yang menghias ruangan. Bola mata nya dipenuhi amarah dan juga kecemburuan.
Jihoon maju selangkah, namun tarikan yang mencengkeram lengan kirinya membatalkan niat nya. Jihoon menoleh, mendapati Woojin dengan tatapan tajam. Dengan sekali tarik, Woojin menyeret Jihoon keluar dari rumah Minhyun.
"Lepas!" Murka Jihoon. Ia terus mengupayakan diri agar bisa kembali ke sana, membawa kabur Dafera.
"Jangan bodoh Jihoon Nelson! Gue tau apa yang ada di dalam otak lu!" Woojin membentak Jihoon setelah mereka mencapai halaman yang cukup sepi dari orang-orang. Jihoon menggeleng tidak percaya melihat Woojin.
"Abang tega ya ga bilang dari seminggu yang lalu, pasti undangan itu udah ada sejak seminggu yang lalu kan?!."
"Gue ga bodoh, kalau gue kasih undangan itu ke lu sejak seminggu yang lalu. Lu pasti ngajakin dia pergi kan?" Woojin memiringkan senyum nya. Ia sudah menebak sifat pengacau Jihoon sejak dulu.
"Pulang! Jangan ganggu kebahagiaan orang lain. Lu punya kebahagiaan sendiri meskipun bukan sama dia," Lanjut Woojin menarik lengan Jihoon lagi. Jihoon terus diam, berusaha mencerna ucapan Woojin dengan baik.
***
Acara resepsi sudah berjalan satu jam yang lalu, Dafera tak henti nya melempar senyum pada tamu yang datang, sama hal nya dengan Minhyun yang tak dapat menyembunyikan kebahagiaan. Meskipun terselip rasa khawatir tentang ayah nya.
"Mas itu..." Dafera bergumam, lirikan mata nya tertuju pada gadis tinggi dengan gaun selutut berwarna hijau muda yang akan naik ke pelaminan. Minhyun otomatis mengerutkan kening.
"Hei hyun! Selamat ya," Ucap nya disertai dengan senyuman manis. Ia menjabat tangan Minhyun untuk beberapa detik, Minhyun tersenyum sekilas masih dalam mode terheran.
"Hai Dafe?" Sapa nya canggung, ia mencium pipi Dafera bergantian. Respon Dafera tak jauh berbeda dengan gadis dihadapan nya. Dafe?
"Aku mau minta maaf buat acara makan malam yang ngebuat kamu sama Minhyun jadi kaya orang bertengkar. Aku ga maksud, maaf.
Oh iya, kamu liat gak tamparan ayah mertua kamu, sakit loh. Tapi gapapa, anggap aja ini balasan buat aku karena udah sinisin kamu waktu itu..."Dafera melihat pipi kiri Lucy, benar, terlihat agak membiru meski telah ditutupi make up. Yang benar ia ditampar oleh ayah mertua nya?
"Kamu ditampar ayah?" Tanya Minhyun yang mendengarkan dengan seksama ucapan Lucy. Gadis itu hanya mengangangguk kan kepala nya lemas.
"Cerita nya nanti lagi aja deh, antri tuh gara-gara aku. Inget nya hyun, traktir aku makan yang banyak pokoknya! Dafe nanti ikut ya?" Lucy melirik sekilas Minhyun, kemudian ia kembali memfokuskan pandangan nya kearah Dafera yang begitu cantik. Pantas Minhyun jatuh cinta.
"Happy wedding ya kalian berdua, langgeng sampe ajal memisahkan kalian. Fotonya nanti aja deh, aku ga enak sama tamu lain. Pergi dulu ya, bye!" Lucy melebarkan senyum nya, ia melambaikan tangan, melirik Dafera dan Minhyun bergantian.
Kedua nya tidak memusingkan hal tersebut, karena sekarang antrian tamu lebih memusingkan mereka berdua. Minhyun menghela napas. Ia sama sekali tidak lelah, namun melihat Dafera yang nampak kegerahan serta kelelahan membuat hati nya diterpa kekhawatiran.
"Kamu mau istirahat aja?" Bisik Minhyun tepat disamping telinga Dafera.
"Engga, mas." Tolak Dafera lembut. Ia masih sibuk menjabat tangan tamu yang datang. Sekarang Minhyun menyesal telah menyerahkan bagian undangan kepada mamah nya, jelas saja semua teman beliau serta rekan kerja ayah di undang, untung Minhyun tidak mengundang karyawan di kantor nya.
"Kalau kamu mau istirahat gapapa, biar aku sendiri yang disini," Lanjut Minhyun lagi. Dafera tetap menggeleng
"Engga, mas. Nanti kamu dikira ga ada pasangan nya, terus ada yang ngaku-ngaku istri kamu. Aku gamau," Jawab Dafera sembari mengerucutkan bibir nya. Minhyun bengong ditempat, Dafera kenapa lucu sekali sih?
***
Gimana, gimana?? Hehe
Bumi
01-04-19 11.34 PM
Published : 02-04-19 6.35 AM
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar ⊹ Minhyun ft. Jihoon
Fanfiction[ Hiatus ] When 27th fall in love with 18th © loosesage