maaf typo, dll.
"Lho ini siapa? Kok saya baru tau ada dia disini sih."
Salah satu dari ibu-ibu yang mengerubungi gerobak tukang sayur keliling itu berceletoh ketika melihat Dafera yang masih di balut rapi piama mendatangi mereka.
Dafera tersenyum canggung, selanjutnya menanyakan sayur bayam kepada sang penjual.
"Neng ini penghuni baru toh?" Tanya tadi, penampilan nya terlihat berlebihan karena mengenakan gelang, serta cincin di ketiga jemari nya mengharuskan pikiran Dafera mencap ibu di hadapan nya ini suka menyindir dan sebagai nya.
"Udah lama jeng, kamu aja belum liat," Sahut bu rt yang kebetulan sudah tinggal lama disini serta mengenal Dafera lebih dulu. Ibu itu mengangguk, kemudian menatap Dafera dari atas sampai bawah.
"Kamu, kok keluar rumah pake piama sih? Diliat mata lelaki yang jelalatan apa engga malu yo?" Tanya nya lagi, Dafera melirik sejenak, cukup dongkol dengan semua pertanyaan yang dilemparkan untuk nya. Memang nya kenapa sih? Suka-suka dia lah. Lagipula tidak ada lelaki kurang ajar di sekitar sini, Dafera hampir memgenal semua penghuni perumahan ini meski jarang melihat dan menyapa mereka setiap hari nya.
"Ibu, jangan gitu dong," Sahut ibu yang lain, kasihan melihat Dafera yang dinilai negatif.
"Yaudah ya ibu-ibu saya pergi dulu." Dafera tersenyum, mengambil uang kembalian lebih dulu sebelum akhirnya berlalu.
Dafera rupa nya harus membiasakan diri dengan ibu yang satu itu, cerewet, dan nampak nya suka menebar komentar jelek. Bukan apa-apa, Dafera sudah lumayan hafal dengan ciri-ciri ibu gosip, lagi pula Dafera juga baru melihat sosok nya di perumahan ini. Mungkin dia yang penghuni baru disini.
"Pagi-pagi muka nya ditekuk aja, yang."
Dafera menghela napas pelan saat Minhyun menyambut nya di depan rumah, Dafera masuk ke dalam rumah di ikuti Minhyun. Ia lalu menceritakan apa yang terjadi pagi ini, pagi ini dan pagi selanjutnya akan menjadi pagi yang menyebalkan. Kalau saja stok bayam di super market kemarin tidak habis, mana mau Dafera pergi keluar ke tukang sayur.
"Yaudah lah ga usah kamu tanggepin, masa cemberut gitu gara-gara orang luar. Yang bikin kamu kesel jangan di bawa kerumah ya," Ujar Minhyun mengelus puncak kepala Dafera, ia bermaksud memberi kode agar istri nya itu selalu tersenyum bila sedang dirumah, tidak boleh marah ataupun kesal akibat masalah sepele dari luar rumah, yang boleh jadi membuat Minhyun tidak betah.
"Iya, maaf ya." Dafera melebarkan senyum nya, ia berbalik menghadap Minhyun yang sekarang berada di belakang tubuh nya. Tanpa aba-aba, Minhyun mencium bibir Dafera kilat. Hal tersebut sudah biasa Minhyun lakukan, sejujurnya ia ingin lebih lama, namun Minhyun tidak mau mengambil risiko ia akan terkena serangan jantung.
Lain hal nya dengan Minhyun, Dafera malah menundukkan kepala, membiarkan anak rambut terurai menutupu pipi merah nya. Jantung nya dipaksa terpompa lebih cepat, pagi ini Dafera kacau akibat Minhyun. Tolong salah kan saja Minhyun kalau setelah ini sayur yang ia buat akan menjadi rasa nano-nano.
Dafera berdeham, ia kembali memotongi bawang merah serta bumbu-bumbu lain yang aka masuk dalam panci. Minhyun pamit pergi kembali ke kamar untuk memandikan Lian.
Tidak ada yang aneh pada sikap Minhyun yang tiba-tiba berubah menyanyangi Lian, padahal dulu pria itu terang-terangan tidak mau memiliki anak. Dafera bersyukur untuk itu, satu hal yang tak ia khawatir kan, Lian bisa tumbuh dan berkembang bersama dengan ibu dan ayah nya.
Dafera percaya Minhyun itu adalah pria yang bertanggung jawab, pria yang bisa dikatakan perfeksionis, berkarisma, dan juga pria yang tegas. Terlihat dari berbagai sisi, serta latar belakang keluarga Minhyun yang terpandang sangat baik di mata masyarakat.
Terbukti sekarang.
Doa Dafera setiap malam di kabul oleh Tuhan, doa nya agar Minhyun berada di samping nya, doa nya agar Minhyun tidak goyah demi menguatkan diri nya, dan doa agar Minhyun menerima semua kehendak Tuhan.
Benar-benar terbukti.
"Daf! Lian sama papa nya laper nih," Ucap Minhyun disertai kekehan. Lian yang menumpu pada telapak tangan Minhyun ikut tertawa gemas, tangan nya bergerak terus menerus minta di gendong oleh Dafera seperti biasa nya, Minhyun sampai kualahan menghadapi anak nya.
Hati Dafera menghangat, ia segera meletakkan mangkuk berukuran sedang di atas meja, uap panas terbang ke udara, menimbulkan aroma yang menggugah selera. Dafera cepat-cepat mendatangi Minhyun.
"Sarapan dulu, mas. Aku tinggal ya," Ujar Dafera. Baru satu langkah, Minhyun sudah menahan bahu nya.
"Kamu sama Lian disini aja, temenin aku sarapan, kan sekalian." Wajah Minhyun memelas secara tiba-tiba. Tidak biasa nya, saat sarapan bersama mertua, ia tidak berani menyuruh Dafera duduk di hadapan nya jika sedang memberi asi pada Lian.
"Malu mas, udah kamu sendirian aja!" Dafera segera kabur begitu tangan Minhyun lepas dari bahu nya.
- -
Dafera baru saja selesai mandi, sore ini ia mandi lebih awal karena sengaja akan mengajak Lian pergi ke taman. Tidak ada larangan dari Minhyun ketika ia izin pada siang hari, namun beda hal nya dengan sekarang.
"Kamu dirumah aja." Minhyun berkata demikian secara tegas dan dingin. Firasat Minhyun berubah tidak enak, jadi ia meminimalisir kemungkinan sebisa mungkin. Mencegah Dafera tidak pergi, beralasan ia ingin bermain dengan Lian, dan sebagai nya.
Dafera menuruti kemauan Minhyun yang memaksa di telinga nya kali ini. Tidak ada alasan yang kuat bagi Dafera untuk bisa menentang titah suami nya.
Dafera meninggalkan Minhyun dan Lian di ruang tengah, sementara ia pergi ke dapur untuk mengambil minum. Rasa dongkol diam-diam menjalari Dafera, wajah nya di tekuk, bibir nya mencebik sebal, serta alis yang hampir beradu.
Dafera berjalan kembali menuju ruang tengah, memperhatikan Minhyun yang kini sedang menyanyikan lagu untuk Lian. Dafera tersenyum saat Lian ternyata menoleh ke arah nya, tertawa gemas, tangan yang sesekali di gerakkan ke udara.
"Daf, kamu ga mau main sama mas juga?"
"Hah?"
"Ayo sini mas jelasin kenapa kamu ga boleh pergi," Balas Minhyun tanpa menatap Dafera. Ia sudah tahu kalau ada Dafera dibelakang sana yang sedang memperhatikan, terkesan dari sikap Lian yang senang sekali menoleh ke belakang. Lian rupanya senang sekali ketika melihat ibu nya.
Dafera mengulum senyum, melangkahkan kaki nya mendekat ke arah Minhyun dengan ragu. Dafera duduk di sebelah Minhyun, sesekali melempar senyum ke arah Lian.
"Kamu tau? Perasaan mas ga enak, takut kamu kenapa-napa kalau pergi jam segini. Kita ga akan tau bahaya apa yang mengancam diluar sana kan, sayang," Tutur Minhyun pelan. Kini kedua bola matanya menatap dalam manik mata Dafera.
"Eum, emang--"
"Shut. Kamu ga boleh nanya emang bahaya apa, intinya kamu ga boleh pergi keluar kecuali sama mas. Mas takut Daf, mas ga mau kamu kenapa-napa."
Dafera menganggukan kepala nya patuh, selanjutnya ia ikut bermain bersama Lian. Ia juga mendengarkan lagu yang di nyanyikan Minhyun. Suara yang merdu, lembut, menyapa indra dengar nya, rasa tenang menghampiri. Minhyun seakan menjadi pengobat untuk jiwa nya yang bisa dibilang sedang kacau.
"Daf, dengerin mas ya. Apapun yang terjadi, apapun yang di katakan orang diluaran sana, kamu jangan dengerin. Kamu cukup dengerin mas, ya?"
Tanpa di duga air mata Dafera meleleh ketika Minhyun menyelesaikan kalimat. Minhyun mengerti sekarang, Dafera itu akan lemah dan kuat hanya dengan satu atau dua kalimat.
"Mas sayang kamu apapun yang terjadi." Kecupan hangat mendarat di kening Dafera, Minhyun tidak mengikis jarak mereka, ia masih sadar ada Lian di pangkuan nya.
"Hari ini boleh nangis, mas tau kamu banyak beban yang di sembunyikan, tapi lain kali kamu harus cerita. Mas ada buat kamu, mas ini suami kamu, bukan orang lain lagi."
***
Makasih udah baca ya ❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar ⊹ Minhyun ft. Jihoon
Fanfiction[ Hiatus ] When 27th fall in love with 18th © loosesage