65 ; awal sebuah penyesalan

183 31 4
                                    






Dafera buru-buru mengunci pintu setelah mendapat telepon dari mamah, kalau ayah sedang sakit dan kondisi nya sekarang ini makin parah. Dafera menghela napas sejenak, berat rasanya untuk menelepon Minhyun, mengabarkan kalau ayah masuk ke rumah sakit.

Dafera mengetuk pintu rumah Daniel, berharap kakak nya yang baru saja pulang dari Bali bersedia mengantar nya. Detik selanjutya, terdengar suara parau Daniel. Nampak nya Daniel masih bermanja ria dengan guling kesayangan nya.

"Adu! daf, kamu pagi-pagi gangguin abang aja sih," Ungkap Daniel mengucek mata nya yang belum terbuka secara sempurna.

"Ini udah siang bang, bentar lagi jam makan siang tau. Ehm bang anterin daf yuk. Kerumah sakit, ayah koma." Dafera benar-benar panik, bahkan Daniel juga begitu. Mata nya terbuka sempurna, ia segera bersiap-siap untuk mengantar Dafera.

Dafera menunggu di ruang tamu, entah mengapa ia merasa sedikit canggung memasuki rumah ini, meskipun barang-barang nya masih tertata tapi dan tak ada yang berubah sama sekali.

Lima menit kemudian, Daniel kembali dengan celana jeans biru dongker dan kaus putih. Daniel berusaha tetap tenang, ia kembali ke kamar nya untuk mengambil kunci mobil.

"Ayo!"  Daniel menggulung kaus putih nya lebih dulu sebelum Dafera benar-benar keluar dari rumah.

"Kamu udah kabarin Minhyun?" Tanya Daniel begitu memasuki mobil nya, Dafera menggelengkan kepala menilik kakak nya. Daniel masih mengantuk, mata nya merah.

"Daf takut buat kabarin ke mas Minhyun, dia pasti sibuk." Dafera mengalihkan pandangan nya begitu mobil Daniel melaju di jalan raya.

Dengan cepat Daniel mengambil ponsel yang tegeletak diatas dashboard mobil menggunakan tangan kiri nya, ia mencari kontak Minhyun, yang kebetulan dalam log panggilan paling awal.

"Enggak di angkat," Ungkap Daniel ia kembalu meletakkan ponsel nya.
Daniel memfokuskan atensi nya ke arah jalan, keberuntungan ada pada mereka berdua, jalanan nampak lancar-lancar saja. Daniel bernapas lega.

Dafera terus mengirimi Minhyun pesan, namun rasa nya sia-sia. Pria itu tidak membaca satu pun pesan nya, kemana Minhyun sebenarnya?

Dafera mengusap wajah nya kasar, belum pernah ia sepanik ini, keringat dingin bahkan membanjiri kening nya.

"Tenang, daf. Semuanya bakal baik-baik aja," Tutur Daniel menenangkan Dafera. Daniel tahu bagaimana perasaan yang melanda Dafera kali ini, pasti hati dan pikiran nya sama-sama kacau, namun lihat sekarang, Dafera memasang senyuman cerah di wajah nya.

Setelah hampir dua puluh lima menit, mobil Daniel akhirnya sampai dihalaman eumah sakit. Daniel mencari ruang kosong pada parkiran untuk mobil nya, namun halaman depan terlihat penuh oleh mobil. Daniel nampak nya harus memarkir mobil nya di halaman belakang.

"Daf turun disini aja ya? Abang mau parkir di belakang aja, disini penuh." Daniel menghentikan mobil nya sejenak di depan pintu utama rumah sakit, Dafera mengangguk cepat. Ia segera turun tanpa pamit pada Daniel.

Dafera menelepon mamah, tadi ia lupa menanyakan dimana ruang rawat ayah. Dafera mendekat kan ponsel ny di daun telinga, kepala nya sedikit tertunduk mengakibatkan anak rambut nya terjatuh menutupi wajah nya.

"Mah, daf udah ada di rumah sakit. Mamah dimana?" Tanya Dafera mengangkat kepala nya, kemudian kedua netra nya tidak sengaja menangkap sosok Minhyun. Ternyata Minhyun sudah ada di rumah sakit, syukurlah.

Dafera tersenyum sejenak sembari menunggu mamah mertua nya menjawab dimana kamar rawat ayah.

"Hisk...hisk"

"Mah... Mamah kenapa?" Panik Dafera, ia menghentikan langkah nya. Menggeleng untuk beberapa kali, perasaan buruk yang melanda Dafera tidak boleh terjadi. Bukan isak tangis yang ingin Dafera dengarkan sekarang.

"Mah..." Panggil Dafera pelan, sementara kedua netra nya masih memperhatikan Minhyun yang sedang berdiri di lobi farmasi. Belum sempat Dafera menghampirinya, Daniel lebih dulu mengejutkan Dafera.

"Ayah meninggal, tadi abang ditelepon sama Ong." Daniel mengulum senyum nya, ia mengelus bahu Dafera yang terbalut kaus pink nya. Daniel berusaha menguatkan Dafera yang lebih lemah dari sebelum nya.

Daniel menuntun Dafera pergi ke lantai tiga, soal Ong yang bisa akrab dengan Daniel, itu mudah. Kedua memang orang yang mudah akrab dengan orang baru.

Dafera memasuki lift, ia membalikkan badan nya. Punggung Minhyun masih bisa Dafera lihat dengan jelas, ada sesuatu yang mengganjal hati Dafera. Sesuatu...

"Mas Minhyun...," Lirih Dafera ketika Minhyun menjauh dari meja farmasi, suami nya itu tengah berjalan beriringan dengan seorang perempuan. Dunia Dafera terasa berhenti, air mata yang sebelum nya sudah mengalir menjejaki pipi, kini kembali mengalir lagi. Bahkan lebih deras.

Daniel menilik Dafera, kemudian melihat ke arah luar lift yang mulai tertutup rapat. Daniel merasakan genggaman tangan Dafera mengendur.

"Daf, abang disini." Daniel memeluk Dafera dari belakang, dengan begini Dafera tidak akan limbung. Daniel masa bodoh dengan beberapa orang yang ada dalam lift.

"Mas adek nya kenapa?" Tanya ibu-ibu dengan baju kantor nya.

"Ah gapapa bu, cuma shock gara-gara denger kabar ayah," Jawab Daniel sekenanya. Ibu tersebut mengangguk dan mengungkapkan kata sabar, sejenak mengelus bahu Dafera lembut.

Begitu sampai di lantai tiga, Dafera segera berlari menghampiri mamah mertua nya.
Daniel mengahapus satu titik air di sudut mata nya, ia menghampiri Ong yang terduduk lemas di lantai. Memberi nya ketegaran.




***


Ini Minyon nya aku
culik dulu ya XD






komen disini kalau
kecewa sm part ini ~

Sugar ⊹ Minhyun ft. JihoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang