Minhyun keluar dari ruang rapat dengan terburu-buru, sewaktu duduk di meja rapat, ia benar-benar tidak bisa fokus dengan apa yang dibahas oleh wakil nya. Bahkan tak jarang ada orang yang menatap Minhyun dengan sinis, rasanya Minhyun gagal dalam rapat kerja sama ini.
"Hyun, ayah nelepon aku. Katanya kamu ga fokus dan ngebuat temen ayah ngebatalin kerja sama nya?" Baru saja Minhyun keluar dari lift, ia sudah mendapati Lucy yang kini tengah mengekori jalan nya."Hyun, tunggu dulu!" Lucy setengah berlari, pertanyaan yang ia lemparkan tak mendapat jawaban, bahkan teriakan nya barusan tak di respon oleh Minhyun.
"Kamu bisa ga sih ga usah ngikutin saya terus? Saya pusing!" Minhyun menghentikan langkah nya sejenak, ia memutar bola mata nya, kemudian kembali melangkah meninggalkan Lucy yang nampak terkejut.
Minhyun menuju parkiran, mobil dinas miliknya ia kendarai dengan kecepatan diatas rata-rata. Tidak biasanya Minhyun mengalami hal seperti ini, Minhyun merasa kalau ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya.
Minhyun menginjak pedal rem, begitu jalan raya terlihat padat oleh kendaraan. Minhyun mendengus pasrah, lagi-lagi Minhyun harus berhadapan dengan yang namanya kemacetan.
Karena AC yang tidak begitu bisa mendinginkan tubuhnya, Minhyun melepas jas hitam nya. Menaruh nya asal di kursi penumpang, ia baru teringat sesuatu. Harus nya ia pulang bersama Lucy, tapi mengingat gadis tinggi yang bawel itu, membuat ia berpikir dua kali untuk satu mobil lagi bersama Lucy.
Ponsel Minhyun berdering, pria itu melirik nya tanpa minat. Minhyun mengabaikan panggilan dari Lucy, gadis itu pasti akan berbicara panjang lebar.
"Daf, saya kangen sama kamu... " Lirih Minhyun, suaranya begitu tertahan. Ia kembali fokus mengemudikan mobil nya dengan aman sampai di apartemen yang sudah disediakan oleh ayah nya.
Sejak kemarin Minhyun terus menghubungi Dafera, namun gadis itu sama sekali tidak merespon.
"Apa telepon Daniel aja ya, ah engga deh ntar malah dapet tonjokan lagi." Minhyun mengacak rambut nya frustasi, ia melempar ponsel nya ke atas kasur.
Minhyun merasa begitu kesulitan di saat seperti ini, ditambah ia sedang sendirian. Tidak ada Jaehwan ataupun Daniel yang menghibur dan memberinya solusi, mungkin harinya akan menjadi berat.
***
Dafera memperhatikan setiap aktivitas yang Freon dan Jihoon lakukan, sekarang ini mereka sedang berada di taman perumahan milik Sungwoon. Akhir-akhir ini Jihoon dan Dafera sering bertemu karena menjaga Freon. Lusa, Sungwoon akan terbang ke Milan untuk mempersiapkan acara pernikahan nya, tidak tanggung-tanggung, lelaki itu mengadakan acara pernikahan yang terbilang mewah.
"Freon, jangan lari-lari!" Teriak Dafera. Tak lama, terdengar suara teriakan dari Freon yang mengadu kesakitan. Jihoon dengan sigap menggendong tubuh Freon dan menenangkan nya. Dafera bersiap untuk mengomentari Jihoon, namun saat melihat mata Freon yang berkaca-kaca, emosinya tertahan begitu saja.
"Lu gimana sih hoon, kan gue udah bilang suruh jagain!" Ungkap Dafera ketika Jihoon duduk dihadapan nya.
"Ya maaf, kan ga sengaja juga tadi Freon larinya kesandung." Jihoon mendudukkan Freon di pangkuan nya, bocah itu memang diam, namun Dafera panik setengah mati.
"Pulang aja yuk, obatin di rumah. Freon jangan nangis ya," Tutur Dafera mengelus puncak kepala Freon lembut. Freon mengulum senyum, sesekali ia melihat luka yang berada di lutut nya.
"Freon ga nangis kok, kan Freon jagoan," Ungkap Freon diakhiri dengan kekehan. Hati Dafera merasa begitu hangat ketika mendengar ungkapan Freon barusan. Dafera ikut tersenyum.
"Udah yuk, pulang. Mau di gendong mbul atau sissi?" Tanya Dafera, Freon menggembungkan pipi nya, menimang jawaban apa yang akan ia berikan pada Dafera.
"Sama mbul aja, kasian kalau sama sissi. Takut kalau Freon nya berat," Jawab Freon begitu polos. Membuat Jihoon dan Dafera tertawa. Memang bahagia itu sederhana, Dafera masih mempercayai perkataan nenek nya itu sampai sekarang.
"Mbul, ajarin Freon cara jaga sissi dong. Biar nanti kalau ada yang sakitin sissi, Freon bisa tonjok muka nya sampe puas." Bocah itu terus berceloteh di sepanjang perjalanan menuju ke rumah nya. Dafera melirik Freon sekilas, kemudian tersenyum tipis.
"Ga perlu diajarin juga nanti bisa, naluri menjaga itu ada pada laki-laki yang ingin melindungi wanita nya," Jawab Jihoon membuat Freon melongo. Ia memandangi wajah Jihoon dengan tatapan menyelidik.
"Ngomong apa sih hoon, gak jelas tau ga. Udah Freon ga usah dengerin mbul ngomong," Sahut Dafera mengalihkan atensi Freon. Jujur saja, Dafera malah terkejut sendiri dengan jawaban Jihoon. Tidak seharusnya dia menjawab seperti itu kan.
"Sissi itu wanita?" Tanya Freon dengan mata nya yang sedikit membulat. Jihoon jadi gemas sendiri ketika melihat nya.
"Iya," Jawab Jihoon singkat. Freon mengangguk paham.
"Terus? Sissi wanita nya siapa?" Tanya Freon lagi, ia kembali menggembungkan pipi nya. Dafera yang berada di samping Jihoon hanya diam mendengarkan obrolan.
"Wanita ku." Jihoon terkekeh puas, sesekali dia melirik Dafera yang nampak gugup berjalan disamping nya.
"Hum? Wanita nya Jihoon?"
Kedua bola mata Dafera melebar begitu saja. Seperti tanpa dosa, Jihoon mengangguk kan kepala nya.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar ⊹ Minhyun ft. Jihoon
Fanfiction[ Hiatus ] When 27th fall in love with 18th © loosesage