24. Humaira

3.1K 268 77
                                    

Wadaw! Ngikik gue, saking bingungnya mau ngasih respon apa.

"Kok, kamu malah ngetawain aku, sih?" Bulan malah merajuk.

"Trus aku musti gimana? Nangis?" Kalo yang ngomong cewek lurus-lurus aja, udah gue ajakin baku tindih di kasur. Lah, ini?

Tatapannya kaya yang ngeliat monster berbadan singa berkepala ular di mata gue. "Ini nakutin banget, tauk!"

"Nakutin?" Ngga ngerti, dah. Takut sama apa? Sama perasaannya sendiri? Atau sama sasaran perasaannya?

Dia narik tangan gue kaya minta tolong, tapi apanya yang mau ditolong?

Suaranya hampir kaya orang mau nangis, "Aku ngga lagi jatuh cinta, kan?"

Busyet! Nanya apa nodong?

Tapi ngeliat mukanya yang melas, jadi kesian. "Menurutmu?" balik nanya gue.

"Ngga tahu." Dia mengalihkan pandang ke TV lagi. Sekarang sedang tayang film dokumenter yang menampilkan lumba-lumba. Narator menceritakan bahwa lumba-lumba adalah spesies selain manusia yang memanfaatkan seks sebagai sarana rekreasi. Wow! Apa mereka juga ada yang homo?

"Emang jatuh cinta itu seperti apa sebenernya?" suaranya lirih nyaris ngga kedengeran.

Matanya natap layar, tapi bukan lumba-lumba berkejaran yang ia lihat. Ngga tahu apa yang ada di pikirannya.

"Emangnya kamu sama si banci kaleng itu ngga pake acara jatuh cinta?"

Dia noleh, ngasih tatapan tajam. "Namanya Adrian!" katanya menghujam.

"Serah!"

Dia gigit bibir lagi. Kenapa dia suka sekali gigit bibir? Sini dibantuin biar lebih enak. Sambil dipeluk juga ga apa-apa.

"Ya..." suaranya ragu, "aku kira gitu."

"Kamu kira?"

Dia narik napas cepet sampe dadanya membusung dipenuhi udara. Lalu dilepaskan dengan kecepatan yang hampir sama. "Waktu kamu bilang bahwa aku lebih bahagia sama kamu daripada sama dia ...."

Berhenti lagi, ngukur jarak lagi. Dia masih ragu kayanya, tapi ngomong juga, "Entah kenapa, aku ngerasa kamu bener."

Bang! One step closer, honey!

"Tapi..." Matanya berputar kaya mau kabur dari kenyataan. "Kok bisa? Itu ngga masuk akal, kan?"

Yes! Jump into conclusion! C'mon, c'mon! "Kenapa ngga masuk akal?"

"Karena harusnya aku ngerasa lebih bahagia sama dia daripada sama kamu. Dia itu perfect buatku kaya stop kontak ketemu colokannya, ya kan?"

Elah! Bukannya kalian stop kontak dua-duanya? Gimana nyoloknya?

Sabar, kata-kata harus ditata. "Kenapa kamu ngga mungkin lebih bahagia sama aku?"

Dia menjawab cepat penuh semangat, "Karena kamu cowok! Cowok tuh makhluk paling nyebelin sedunia, egois, ngga bermanfaat. Dunia ini akan jauh lebih baik kalo ngga ada cowok."

Wah, ngajak perang, nih. "Ini omongan dari cewek yang barusan pengen punya bayi? Kamu gimana mau punya bayi kalo di dunia ini ngga ada cowok?"

"Heh, buat idup itu cuma butuh kromosom X. Ngga ada kromosom Y, ngga apa-apa, kok, tetep bisa idup. Tapi kalo ngga ada kromosom X, ngga ada janin yang bisa idup. So, ngga ada cowok, ngga masalah."

"Trus kalian mau membelah diri, gitu?"

"Aku yakin nanti pasti ada jalannya. Mungkin semacam kloning atau apalah. Perempuan punya semua support system yang dibutuhkan untuk melahirkan bayi." Dia menyeringai sinis.

Istriku, BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang