69. Bicara

2.8K 264 67
                                    

Pak Kris dan Pak Santoso berpandangan. Tatapan mata mereka menyiratkan kegelisahan.

"Silakan," ujar Bulan sambil meletakkan ponsel yang sudah tersambung dengan speaker di meja.

Bising gemerisik mengawali rekaman. Lalu terdengar suara Ratna, "Ponakan Pak Kris ternyata anak IT." Ini bagian yang bikin gue nahan napas. Udah kebayang lanjutannya, Pak Kris manfaatin video yang pernah viral di kalangan anak-anak IT. Untung Ratna sempet ngasih perintah hapus pada seluruh bawahannya. Alhasil, Pak Kris sebenernya cuma dapet cerita-cerita berplatform gosip internal.

Namun seorang yang licik ngga akan diem aja ngeliat kesempatan. Dia nyari tahu, sampe akhirnya menghubungi Ratna. "Dia nawarin seratus juta buat videonya dan limapuluh juta buat nyebarinnya."

Ini bagian yang bikin ga abis pikir. Cuma seratus juta, sekali klik juga gue kasih ke mantan.

"Tapi kamu bener-bener ahli strategi, Mal," kedengeran suara Ratna setengah ngeledek. Gue lirik Pak Kris, keringet mulai terbit di dahinya. Pak Santoso memutar-mutar bolpoin dengan jempol dan telunjuk, sementara jari kirinya melingkar di depan mulut.

"Aku tahu antisipasimu sejak awal ngga akan bisa dipatahkan." Terdengar Ratna mendengkus. "Kamu berhasil melindungi Bulan, tapi gagal melindungi diri sendiri."

Lalu dia cerita tentang penawarannya pada Pak Kris. Iya, dia sendiri yang nawarin buat ngejatohin gue. Sumpah! Kepala jadi makin sakit denger pengakuannya di bagian ini.

Gila banget dia! Ngancurin diri sendiri demi uang 200 juta. Gue tahu duit mungkin bukan inceran utamanya. Ada beberapa sasaran yang dia tembak. Pertama Sandi, mereka bertengkar hebat waktu video ini jadi viral. Suaminya itu ngira kita selingkuh, Ratna ngga ngasih tahu kapan tepatnya video itu dibuat.

Harga diri Sandi terluka, dan itu cukup untuk membuat Ratna menceraikannya dengan bangga. Benar-benar logika pikir yang aneh. Ketika dendam menguasai, akal sehat menjadi rusak.

Kedua, gue. "Heran, kenapa kalian ngga bertengkar juga? Kenapa kamu malah dateng ke sini bawa dia?" Terdengar suara Ratna mengeluh.

"Karena cintaku pada Bulan lebih kuat daripada semua cintaku yang pernah ada buat kamu." Saat itu Bulan mempererat genggamannya. Sekarang pun, senyumannya menjadi penguat diri, biar ngga pingsan di tengah-tengah rapat ini.

Bulan mematikan rekaman, dan beralih pada kedua pemegang saham yang duduk di seberang gue. "Sekarang, Bapak-bapak udah dengar semua. Siapa biang keladi dari semua kekacauan di Purwaka Grup ini."

"Saya ngga nyangka," Pak Santoso angkat bicara, "Anda picik sekali, Pak Kris."

Ha! Ada yang berusaha cuci tangan rupanya.

Pak Kris menoleh dengan marah. "Maksud Anda apa, Pak Santoso?"

"Ini benar-benar memalukan!" Pak Santoso beralih pada kami berdua. "Saya menyesal sudah mendukung Pak Kris untuk menjadi Presdir selanjutnya."

"Apa?! Bukannya ide untuk..." Satu tinjuan dilayangkan Pak Santoso ke rahang sekutunya itu.

"Maaf," kata Pak Santoso merapikan jasnya yang agak berantakan, "satu tinjuan pun rasanya ngga cukup."

Kepala gue makin sakit ngeliat drama ini. C'mon! Siapa yang bisa percaya kalo Pak Santoso ngga tahu apa-apa soal taktik video ini.

Pak Kris susah payah berdiri. "Kurang ajar!" Dia menarik kerah Pak Santoso.

"Cukup! Bapak-bapak, tolong dramanya di luar ruangan ini saja. Kita akan membahas tentang penguasaan Bapak-bapak berdua atas saham Purwaka Grup," Bulan menyela sebelum terjadi baku hantam lagi di depan mata.

Istriku, BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang