Si banci kaleng, maksudnya Riana, akhirnya pergi. Setelah mukanya gue bikin bonyok abis. Mudah-mudahan dia bisa dapet cowok baik-baik yang mau nerima apa adanya dengan muka yang seadanya.
Maafkan, makanya kalo naksir, lempeng aja. Gue juga ga nolak ditaksir cewek.
"Ntar kalo nyampe Surabaya kabarin alamatnya. Kayanya hari Minggu ini gue ke Surabaya," kata gue abis bantuin nurunin bawaannya dari bagasi.
Dia ngangguk. "Yap. Pas ponakan gue akekahan, lo musti mampir."
"Hahaha. Banyak amat yang akekahan hari Minggu." Gue juga mau ke Surabaya ngehadirin akekahan anaknya Pak Ahmad.
Riana beralih ke Bulan. "Thanks for everything," katanya.
"Aku yang terimakasih." Bulan merentangkan tangan, meluk si banci kaleng.
Mantan ceweknya itu ngangkat alis, ngeledek gue.
Eits, sialan ni anak.
Gue tarik tangan Bulan biar ga lama-lama pelukan. Enak aja. Katanya udah milih gue, tapi masih nangis aja pisahan ama dia. Pengennya nganggep mereka sahabat dekat yang mau berpisah lama. Tapi...
Mata Bulan berkaca-kaca waktu naik mobil. Hadeh, bukannya udah mantan. Masih juga ditangisin.
Dia ngusap mata cepat lalu narik napas dalam. Dalam satu embusan, seluruh udara kemudian dikeluarkan.
"Kamu masih ngga rela pisahan sama dia?" Kesel liat dia nangis untuk hal yang ngga perlu.
"Dia satu-satunya orang yang sayang sama aku," katanya agak serak, "saat semua orang pasti menginginkan sesuatu dariku."
Et dah. Masih bucin aja, ni anak.
"Dan aku ngelepasin dia, demi bisa setahun sama kamu. Itu stupid apa goblok?" suaranya menekan di tiga kata terakhir.
Gue ngga bisa jawab. Bingung juga mau jawab apa. Tahu sendiri ada hukum tak tertulis yang bilang bahwa perempuan selalu benar. Jadi dalam situasi kaya gini, diem bisa jadi lebih tinggi nilainya dari emas.
"Kamal? Kok diem aja, sih?" Nah, mulai, nih. Ketika diam nilainya jadi turun drastis.
Hhh! "Aku lagi kepikiran kata-kata Ratna semalam..."
"Huh!" Bulan melipat tangan dengan kesal. "Kita lagi ngomongin soal kita, kenapa malah mikirin mantan?"
Oke, sampe sini aja. Kesel gue. "Apa bedanya sama kamu?"
"Ha? Aku?"
"Iya. Kamu ngebanding-bandingin aku sama mantanmu."
"Kapan aku ngebanding-bandingin?"
"Kamu bilang ngelepas dia demi bisa setahun sama aku. Apa namanya kalo bukan ngebanding-bandingin?"
Bulan tertegun. "Oke, sorry," ujarnya lirih. "Aku cuma ngerasa tiba-tiba jadi orang yang goblok banget, ngelepasin orang yang sayang sama aku bertahun-tahun, cuma demi kamu yang baru aku kenal berapa hari," diam sebentar sebelum ngasih ralat, "yeah, sebulan, sih. Tapi beneran kenalnya belom nyampe seminggu."
Pengen ngakak, tapi ngga tega.
"Kenapa?"
"Kenapa apa?"
"Kenapa kamu nyeringai gitu?"
"Hehehe, sorry."
"Sorry apa?" Bulan makin ngegas.
Hadeh, perlu kasih tahu, ngga nih? "Jadi dia sayang sama kamu?"
"Iya, kenapa? Jealous?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku, Bulan
RomanceWARNING 18+ Cerita ini pertama kali diterbitkan November 2019 dan tamat tahun 2020. Pada tahun 2021, Istriku, Bulan diplagiat dan saya menarik penerbitannya di wattpad. Cerita ini memang tidak diniatkan untuk dikomersilkan. Saya ingin agar maki...