68. Semua Orang Juga Begitu

3K 256 96
                                    

"Saya pernah melakukan kesalahan," sekarang kata-kata jadi lebih lancar, "dan semua harus dibayar mahal."

Genggaman tangan Bulan terasa sebagai remasan. Napas seolah tertahan di tenggorokan.

Semua terlihat menunggu. Tapi kayanya ga ada lagi yang perlu diomongin. Di sudut belakang barisan wartawan, muka Esti keliatan tegang kaya karet gelang ditarik dari jempol kaki ke gigi.

Di tengah keheningan, seorang jurnalis mengangkat tangan. "Apa ini berarti Anda mengakui bahwa lelaki yang ada di video tersebut bukan sekadar mirip, tapi memang benar-benar Anda, Bang?"

Bwahaha! Pengen ngakak denger Si Wartawan manggil pake Bang. Akrab bener kayanya. Padahal kalimatnya jelas banget sengaja berniat ngejatohin. Well, anggep aja saking terkenalnya gue, sekarang semua orang manggil Bang, semacam Bang Siomay atau Bang Cendol, panggilan akrab demi memperpendek jarak.

Tangan Bulan meremas keras, menyadarkan buat segera menjawab pertanyaan. Pilihannya cuma dua, berkata jujur atau berbohong lagi. Sekarang baru ngerti apa yang dimaksud dengan makan buah simalakama. Apa pun pilihan yang diambil, sama saja buruknya. 

"Ya," akhirnya satu kata itu yang jadi jawaban. 

Orang-orang spontan berbisik-bisik. Esti memijit kening sambil geleng-geleng kepala. Para wartawan berebut mengangkat tangan. Mereka bahkan tak menunggu hingga dipersilakan bicara sebelum melontarkan tanya. 

"Lalu siapa perempuan di video itu, Bang?"

Hadeh! Kasih tahu, ngga nih?

"Apakah benar dia juga karyawan Purwaka Grup?"

Puyeng gue!

"Kejadiannya setelah atau sebelum Bang Kamal menjadi Presdir?"

Nah! Penting ini!

"Apakah benar perempuan itu dipaksa untuk melayani Bapak?"

Wat de...? Emang di situ mukanya keliatan kepaksa? Kurang ajar bener yang bikin gosip. Dikira gue pemerkosa? Dasar wartawan kebanyakan nonton sinetron.

Pembawa acara mengetuk-ngetuk mikrofon untuk menarik perhatian. "Tolong pertanyaannya satu per satu, ya, teman-teman."

Seorang wartawan mengangkat tangan segera. "Apa benar perempuan di video itu sebenarnya dipaksa untuk melakukan adegan dalam video tersebut?"

Bulan mulai terlihat gelisah. Gerakan jempolnya di punggung tangan makin tak beraturan. Gue tepuk-tepuk tangannya dengan keempat jari. Dia harus tenang. Gue butuh dia tetap tenang.

"Silakan dijawab, Pak," pembawa acara berusaha mengisi jeda yang cukup lama setelah wartawan itu mengajukan pertanyaan. 

"Video itu diambil jauh sebelum saya mendapat kuasa untuk mengambil peran sebagai Presdir Purwaka Grup. Apa pun yang terjadi dalam video tersebut, sudah menjadi bagian dari masa lalu. Bukan untuk dibahas panjang lebar di ruang publik. Namun untuk dijadikan pelajaran bagi saya pribadi agar tak mengulang kesalahan yang sama."

Seisi ruangan hening. Esti sudah berani kembali menegakkan kepala, menunggu kelanjutan kata-kata.

"Setiap saat kita selalu dihadapkan pada pilihan. Video itu adalah bukti bahwa saya pernah mengambil pilihan yang salah. Sebuah kesalahan yang ternyata baru saya pahami konsekuensinya bertahun-tahun kemudian."

Gerakan jempol Bulan terasa halus di punggung tangan. Dia sudah tenang. Rasanya gue juga udah menang.

"Tadinya saya mengira, apa yang saya lakukan hanya akan berdampak pada diri saya pribadi. No big deal, saya selalu bertanggungjawab atas semua yang saya lakukan."

Istriku, BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang