78. Bukan Yang Pertama

2.9K 277 231
                                    

"Jangan matiin hape," gue kasih instruksi sama Hana, "aku udah ketemu orangnya."

Gue taro hape di meja. Layarnya udah item buat menghemat batre. Sandi keliatan kaget dan pasang tampang muak. Sorry, gue juga muak liat muka dia, tapi demi Hana, terpaksa duduk sesantai mungkin di depannya.

"Gue lagi nungguin temen," katanya tajam, "mending lo cari meja laen."

Haha! Dia ngga tahu siapa gue. "Lo lagi nungguin gue."

Mulutnya agak ternganga, tapi cuekin aja. Gue panggil waiter buat pesen espresso, ini yang diminum Bulan waktu kita pertama kali ketemu. Sebenernya ngga terlalu suka yang pait-pait. Hidup ini udah terlalu pait, mending masukin yang manis-manis buat dicecap lidah.

Tapi akhir-akhir ini, yang manis-manis malah bikin mual. Termasuk juga cewek manis, sialan! Ga bisa nonton bokep gue. Apa ini juga karena ikatan batin sama Bulan? Putusin aja, capek!

"Lo kakaknya Raihana?" tanya Sandi setelah waiter berlalu dari meja.

"Hmm." Dia masih manggil pake nama lengkap, kayanya Hana belom ngasih tahu nama panggilannya. Padahal dulu pas pertama kali ketemu juga dia langsung minta dipanggil Hana. "Lo ngapain mau kawin lagi? Kebanyakan duit?"

Sandi mendecak. "Kebutuhan orang beda-beda," katanya ngetuk-ngetuk cangkir berisi cappuccino. Kita punya kesukaan yang sama rupanya. Ngga heran, kita pernah suka sama cewek yang sama. "Lo ngapain masih selingkuh sama Ratna? Nyesel kawin sama lesbian?" nada suaranya seperti tusukan tajam.

Nyengir aja. "Video itu?"

Dia ngga jawab, tapi gue yakin jawabannya iya.

"Itu video sebelum dia ke Jepang. Gue ga pernah selingkuh, Ratna juga. Satu-satunya yang selingkuh di sini cuma elo!"

"Jaga mulut lo! Gue nikah baik-baik, ngga pernah sekali pun berzina."

"Pret! Nikah baik-baik ngga akan nyakitin siapa pun."

Dia terdiam.

"Okay, kembali ke topik. Jadi lo udah resmi cerai sama Ratna?"

Sandi narik napas dan nyeruput cappuccino-nya lagi. Mukanya keliatan masih kesel, tapi suaranya mulai pasrah, "Yap! Dia udah ke Korea sekarang. Dapet kerjaan katanya di sana."

Good for her. Jauh-jauh dari hidup gue.

"Sama istri kedua lo?"

Dia ngga jawab. Bibirnya gerak-gerak kaya ngulum sesuatu dalam mulut. "Lagi dipikirin."

Hah? Mau dicerai juga? "Kenapa? Dia baru lahiran, kan? Bayi kalian baru berapa bulan? Dua bulan?"

Dia mendesah kaya orang putus asa. "Bukan urusan lo," ujarnya tajam, "urusan gue sama lo cuma soal Raihana."

"Riwayat pernikahan lo sebelumnya jadi pertimbangan utama buat nerima lo jadi suami adek gue."

Sandi mendecak kesal. "Gue ada masalah sama dia, puas?"

"Ngga! Lo musti jelasin apa masalahnya."

Dia mendengkus makin kesel. Jarinya ngetuk-ngetuk cangkir ga sabaran. Kemudian ngelempar pandang keluar sembari narik napas dalam. "Okay," katanya, "setelah lahiran, gue udah ga pernah lagi hubungan sama dia. Itu berarti hampir tiga bulan sekarang."

Et dah! Istrinya baru lahiran, udah mau digarap aja! "Lo mau kawin lagi demi sex?"

"Tiga bulan! Lo sanggup ngga puasa selama itu?"

Elah, tiga bulan doang. "Gue self service tujuh tahun, B aja."

Dia menyeringai, ngeselin. "Kalo bisa couple, kenapa harus single?"

Istriku, BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang