Sebenernya pengen libur hari ini. Tapi masa iya baru masuk sehari, besoknya langsung libur, apa kata pegawai? Lagian harus ngasih apresiasi sama Hana yang udah kerja keras gantiin tugas Presdir. Semoga seminarnya baik-baik saja.
Sambil nenteng selusin donat, gue masuk gedung disambut dahi berkerut dari resepsionis. Kayanya dia mupeng sama yang ditenteng, hahaha.
Hana udah duduk manis di mejanya waktu gue datang. Mukanya berbinar cerah dan senyumnya jauh lebih manis dari kemarin. "Assalamu'alaikum, Pak," sapanya riang.
"Wa'alaikumsalam. Gimana presentasinya?" ini basa-basi banget. Gue tahu itu cuma piece of cake buat dia.
"Alhamdulillah!" dia menjawab semringah, "sukses, Pak. Duh, padahal saya deg-degan banget tadi. Tapi alhamdulillah, semua lancar."
Gue manggut-manggut. "Baguslah. Saya tahu kamu pasti bisa." Gue taro kotak donat di mejanya. "Congratz, ya. Temui saya di dalam kalo udah selese makan donatnya."
Dia mengangguk sopan. "Makasih, Pak," katanya, "ngomong-ngomong, muka Bapak kenapa?"
Elah! Kirain dia ngga notis. "Abis berantem. Udah, saya tunggu di dalem."
Ngga nyampe lima menit, Hana udah ngetok pintu minta ijin masuk. Dia datang sambil bawa piring berisi penuh donat. "Donatnya kebanyakan, Pak. Mending kita makan bareng aja," katanya santai.
Bolehlah, lumayan buat cemilan menjelang sore.
"Sorry, saya ngga tahu rasa favorit kamu, jadi tadi saya ambil semua rasa yang ada di rak." Gue comot satu donat dengan topping putih bertabur butiran warna hitam.
Dia ngeliatin sambil senyam-senyum. "Bapak sedang makan rasa favorit saya."
Auto-brenti ngunyah, dah. "Sorry." Dan kami tertawa. Tak sulit membuatnya cerah ceria.
"Saya mau tanya," iseng aja, biar lebih banyak lagi denger suaranya, "selain jumlah penghasilan saya dan kesukaan saya naik motor ke mana-mana, apa lagi yang kamu tahu tentang saya?"
Hana brenti ngunyah. Mukanya yang tadi berbinar penuh cahaya, sekarang keliatan tegang kaya karet gelang direntang. Dia berdeham sembari ngunyah.
Gue yang heran. Kirain ini jadi semacam pertanyaan jebakan yang nanti ujung-ujungnya jadi ketahuan kalo dia suka stalking gue. Trus tinggal ditembak, "Naksir, ya...?" Tapi ngeliat ekspresinya, jadi ngga yakin.
"Ehem. Bukan apa-apa, Pak," dia jawab tanpa ngeliat gue.
Beneran, nih. Kayanya ada yang dirahasiakan. "Kenapa?"
"Kenapa apa, Pak?"
"Kenapa kamu kaya orang ketakutan gitu?
Dia memejamkan mata dan menggeleng. "Apa Bapak memanggil saya untuk menanyakan ini?"
Eh? Tadinya cuma karena pengen denger suaranya sekaligus liat mukanya aja. Tapi sekarang, iyain ajalah.
Gue ngangguk dan bilang, "Iya. Saya pengen tahu, apa lagi yang kamu tahu?"
Dia narik napas, minum air mineral dari gelas kemasan, lalu meletakkan sisa donat yang tinggal segigit kembali ke piring.
Jantung gue jadi deg-degan, kenapa kayanya serius bener?
"Yang saya tahu, ngga lebih banyak dari yang Pak Hendro tahu. Itu aja yang bisa saya kasih tahu, Pak. Maaf."
Maksudnya apa, dah?
"Kalo ngga ada lagi, saya permisi, Pak."
Dia siap berdiri tapi gue tahan, "Bentar! Kamu disuruh merahasiakannya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku, Bulan
RomanceWARNING 18+ Cerita ini pertama kali diterbitkan November 2019 dan tamat tahun 2020. Pada tahun 2021, Istriku, Bulan diplagiat dan saya menarik penerbitannya di wattpad. Cerita ini memang tidak diniatkan untuk dikomersilkan. Saya ingin agar maki...