65. Dalam Kamar

3.8K 278 64
                                    

Esti udah nunggu dan siap dengan berbagai fakta mengenai situasi terkini. Gue tinggal ngedengerin. "Ajakan buat strike makin intens. Waktunya masih belum bisa dipastikan. Kemungkinan paling cepat besok," katanya sambil pasang mimik serius.

Pas banget sama Pak Kris dan Pak Santoso yang minta RUPS dipercepat, juga jadi besok. Bakal berat, nih.

Besok Bulan harus ketemu dosen pembimbingnya. Udah pernah reschedule sekali, masa iya mau minta reschedule lagi, ngga sopan banget. Kalo ga ada Bulan, gue bakal sendiri ngadepin mereka berdua. Sendiri juga ngadepin strike. Fiuh, apa sanggup?

Gila, baru seminggu lewat dikit, udah segitu dependennya gue? Ga masuk akal!

"Jadi, gimana rencana kita?" Esti balikin fokus dari lamunan.

"Mbak Esti punya saran?"

Dia narik napas lalu mulai bicara tentang strategi. Intinya masih sama dengan yang pernah dia ajukan kemaren, bikin konferensi pers, katakan bahwa yang ada di video itu cuma mirip, lalu tunjukkan komitmen untuk membumikan nilai-nilai keislaman di semua lini perusahaan Purwaka Grup.

Untuk mendukung argumen kemiripan ini, tim PR bahkan udah nyiapin data tentang doppelganger. Keren sekali mereka. "Penjelasan tentang doppelganger ini akan mendistrak perhatian mereka, jadi Bapak bisa langsung masuk ke inti persoalan nanti," tambah Esti.

"Doppelganger ini termasuk tanda lahirnya?"

"Tidak tertutup kemungkinan, Pak," jawabnya tegas dan yakin.

"Itu kloningan namanya."

Esti tersenyum, kaya cewek yang ke-gep selingkuh sama bokapnya.

"Oke, Mbak." Kayanya udah ngga bisa ngeles lagi. Hadapi apa yang harus dihadapi. Bagaimana pun ini konsekuensi dari perilaku di masa lalu. Bikin jejak digital untuk diri sendiri, jangan heran kalo bocor di era informasi gini. "Kita jadwalkan konferensi pers besok."

PR Purwaka Grup itu tersenyum lega. "Baik, Pak," katanya, "saya akan atur besok untuk jam 10.00?"

"Buat lebih pagi, kalo bisa sebelum strike bener-bener mulai, jadi situasi belum panas."

"Baik, Pak. Kita mulai di jam mulai kantor, pukul 08.00?"

"Sip!"

Que sera, sera!

***

Jawaban dari Ratna masuk ke hape ngga lama setelah meeting sama Esti selesai. "Kita ketemuan di sini," begitu isinya diikuti tautan lokasi sebuah hotel.

"Di resto-nya?"

Dia menjawab dengan screen shot konfirmasi pesanan kamar atas nama gue. Sialan!

"Maksudnya?"

"Muka kamu sama muka aku udah tersebar di medsos. Kalo kita sampe keliatan barengan, gosip ini bakal jadi tambah gede. Jadi kita harus ketemu di tempat private."

Sialan kuadrat! Ternyata Bulan bener. Gue telepon segera istri tersayang, "Hai, I need some back up."

Bulan dateng waktu gue lagi ngobrol sama Hana soal konpers dan RUPS besok. Ngatur strategi untuk menyelamatkan Purwaka Grup dari keserakahan manusia-manusia kapitalis. Halah! Gayanya udah kaya orator lagi demo.

Dia juga sekalian bawa berita gembira, "Aku janjian sama pembimbing abis ashar, besok. Jadi paginya bisa ikut konpers sama RUPS dulu."

Lega banget dengernya. "Thank God!" Spontan gue cium dia. 

Istriku, BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang