🎼 ㅡ Manusia itu rapuh

82 20 2
                                    

The way you cry, the way smile

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The way you cry, the way smile.
I wonder how big they mean to me.

🌻
Happy Reading
🌻

Edelweiss menyiapkan sarapan pagi ini. Ia baru membalas pesan Mark tadi pagi. Namun sampai sekarang Mark tidak juga membalas pesannya. Sudah pukul setengah tujuh lebih, Edelweiss takut teejadi sesuatu pada Mark. Beberapa kali ia menelpon Mark, namun tidak di angkat.

"Kakak antar aja. Jaemin, kalau kalau ada Mark dateng bilang Edel udah berangkat ya," kata Lucas yang langsung mengambil kunci mobilnya di meja. Jaemin mengangguk. Lucas segera mengantar Edelweiss ke sekolahnya.

...🌱...

"Fungsi organ pernapasannya tiba-tiba melemah," ujar seorang dokter.

"Pendarahan di otak kanan. Rumah sakit kita tidak memiliki alat khusus untuk kasus ini."

"Bius pasien untuk sementara menghentikan rasa sakitnya."

"Jadwal penerbangan ke Singapura. Ditangani dokter Minhyuk. Pukul 8 pagi."

Orang tua Mark sibuk menyiapkan tiket penerbangan ke Singapura. Mark mengalami komplikasi mendadak tadi pagi. Mark yang akan melaksanakan sholat subuh bersama orang tuanya tiba-tiba mimisan dan pingsan. Untung orang tuanya dengan sigap membawa Mark ke rumah sakit.

Sementara Mark terbaring lemah di bangsalnya. Dengan selang infus yang melekat pada punggung tangannya dan alat bantu napas. Pukul 8 pagi, ia di bawa ke Singapura untuk mendapatkan penanganan.

...🌱...

Bel istirahat akhirnya berbunyi. Belum juga bu Taeyeon keluar dari kelas. Edelweiss sudah membuka handphone-nya. Tidak ada kabar dari Mark.

Edelweiss menghela napasnya. Ia jadi khawatir dengan Mark. Edelweiss jadi tidak berminat ke kantin. Ia tetap duduk di meja nya dengan menatap kosong papan tulis kelas yang sudah bersih dari rumus-rumus menyebalkan itu.

"Aaa ...."

Sebuah roti cokelat melayang-layang di depan wajah Edelweiss. Ia menoleh, Haechan berdiri di sampingnya dengan roti cokelat yang sedang dia gigit. Tangan kanannya menyodorkan roti cokelat yang lain untuk Edelweiss, dan tangan kirinya bersandar pada meja.

"Nggak ke kantin?" tanya Haechan. Edelweiss menggigit roti yang diberi Haechan. Lelaki itu duduk di mejanya.

"Males."

"Mark ke mana?"

"Nggak ada kabar ...." Haechan manggut-manggut. Ia tau perasaan Edelweiss sedang tidak baik.

"Nanti sore ekskul basket, kan? Mau gue jemput?"

"Boleh."

"Pulsek sama gue ya?"

"Gue mau ke rumah Mark dulu tapi .... "

"Iya, gue anter ke sana juga."

"Oke, makasih, Chan."

"Uhuk! Bucin nih!"

Haechan hampir keselek roti mendengar kata yang terucap dari congor Chenle yang menyebalkan itu.

"Apa sih Le?!" ketus Edelweiss.

"Hehehehehehe. Del, sini yuk, pak Kai mau tau gimana desain Panggung utama outdoor buat HUT nanti."

"Oke-oke, ikut yuk, Chan!" Edelweiss menarik Haechan keluar kelas diikuti Chenle yang memberikan tatapan menggoda Haechan.

"Selamat siang, Pak." sapa Edelweiss pada pak Kai dan pak Chanyeol yang terlihat memakai baju santai. Dengan peralatan tukang yang ada di tangan mereka.

"Siang, Del ... ini nanti gimana panggung outdoor-nya? Perlu di bikin tinggi kah? Atau gimana?"

"Oohh kemarin sesuai hasil dari rapat besar pak, untuk panggung Outdoor nggak di bikin tinggi banget. Tingginya disamakan dengan mimbar pembina upacara aja pak. Lebarnya enam kali lima meter aja. Karena panggung Outdoor cuman di pake buat MC dan hiburan aja pak," jelas Edelweiss.

"Oohh iya kalo gitu ... makasih ya, nak Edelweiss."

"Iya, Pak."

Sementara sedari tadi pak Chanyeol terus memperhatikan Edelweiss dengan senyumnya, "Awas kesambet lu ngelamun aja." Pak Kai menyenggol tangan pak Chanyeol. Mereka terkekeh.

Edelweiss, Haechan dan Chenle berjalan menuju aula sekolah. Panggung Indoor sebenarnya tidak perlu di buat lagi. Karena bagian aula sudah ada panggungnya, tinggal memasang hiasan dan spanduk ucapan saja.

"SMA yang di undang SMA apa aja, Del?"

"Aaa SMA Garuda, SMA Taruna, SMA Waisen dan SMA Prasamadya," jawab Edelweiss.

"Prasamadya diundang?" tanya Haechan. Edelweiss mengangguk.

"Sekolah lo dulu ya?" Kali ini Haechan yang mengangguk.

"Apa yang bakal mereka bilang pas ngeliat gue nanti? Sisi buruk gue pasti masih melekat di mata mereka." Haechan tampak sedikit panik.

"Kenapa lo mesti panik? Kalo lo nyatanya udah berubah? Buktiin sama mereka kalo lo bukan Haechan yang dulu lagi, ya?"

"Untung si Eunha udah di pindahin ke luar negeri. Nggak bisa ngebayangin gue gimana kalo dia dateng ke sini. Bikin ribut pasti." Edelweiss tersenyum simpul dan mengajak Haechan dan Chenle kembali ke kelas.

Edelweiss memeriksa Handphone-nya. Namun belum ada kabar sama sekali dari Mark. Waktu terakhir online di WhatsApp pun pukul sepuluh tadi malam. Ia mematikan Handphone-nya dan kembali fokus memperhatikan pak Changmin menjelaskan rumus rumus yang membuat otaknya melebur.


Jangan lupa Vote 🌱
See di next chapter.



Publish : 3 April 2020
Revisi : 22 Juli 2020

Pulau Jingga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang