🎼 ㅡ Epilog ㅣ Di tempat ini

141 12 1
                                    

"Edelweiss! Udah jam delapan ini! Kamu kapan bangunnya?! Haechan udah nungguin se-jam!" teriak Lucas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Edelweiss! Udah jam delapan ini! Kamu kapan bangunnya?! Haechan udah nungguin se-jam!" teriak Lucas.

"Bacot setan." Edelweiss membuka pintu kamarnya dan berlalu begitu saja. Lucas melongo tidak percaya.

"Kamu bilang apa tadi?"

"Kak Lucas ganteng." Edelweiss mengecup pipi Lucas lalu turun ke ruang tamu. Haechan sedang duduk bermain dengan Bibey.

"Ih kok Bibey ada di dalam rumah, Yang?!" panik Edelweiss.

"Kak Lucas yang bawa ke sini ...."

"Kak Lucas ih! Nanti dia pup sembarangㅡ AAAAA GELI! BIBEY JAUH SANA!" Edelweiss berlari terbirit-birit menghindari kucing itu.

"Hati-hati di jalan! Sholat zuhur jangan lupa!"

"Iya, Kak!"

Edelweiss menaiki motor Haechan melaju ke sebuah tempat. Entah bagaimana hari ini mereka bisa kompak memakai sepatu yang sama. Baik, hanya sepatu.

Enam bulan sudah sejak kejadian malam itu. Kini, Edelweiss sudah lebih baik. Meski setiap malam tak pernah absen menangis sebelum tidur, setidaknya ia lebih peduli dengan dirinya sendiri dan sekitarnya. Lebih bisa mengatur jadwal makannya, berusaha untuk tidur sebelum jam sebelas malam, dan berusaha untuk berhenti meminum obat tidur padahal tidak ada efek yang manjur untuknya. Edelweiss bahkan sempat mogok makan selama seminggu dan hanya memakan snack dan air putih.

"Tadi malam tidurnya nyenyak, sayang?" tanya Haechan.

"Iyaa."

"Nanti siang mau makan apa, hm?"

"Terserah Echan aja."

"Siap, sayang!"

Motor Haechan sampai di area pemakaman itu. Mereka berdua turun dari motor dan berjalan menuju makam Mark dan Donghyuck.

"Yang, aku cuman bawa Buminya satu aja ...." bisik Edelweiss saat ingat bahwa ia hanya membawa satu ornamen Bumi saja.

"Kkk ... taruh di tengah aja yang ...."

Edelweiss menaruh ornamen Bumi itu di tengah-tengah makam Donghyuck dan Mark.

"Assalamualaikum pangerannya Edelweiss ...."

"Waalaikumussalam ...." jawab Haechan pelan. Ia ikut duduk di sebelah gadis itu dan merangkulnya.

"Oh iya, Mark, tau nggak?" Edelweiss memberi jeda pada kalimatnya, mengusap nama yang tertera di batu nisan itu dan tersenyum simpul, "Aku peringkat satu lagi, lho! Peringkat dua si Ningning, trus peringkat tiga si Nono! Si Echan jangan di tanya ya ...."

"Sayang, kamu jahat banget," rajuk Haechan.

"Hihihi aku becanda, sayang."

Haechan terkekeh pelan lalu mengecup pipi gadis itu.

Pulau Jingga ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang