53

3.3K 80 9
                                    

Kalian pernah gak sih nemu cowo dingin kaya novel-novel dunia orange ini? Gimana perasaanya? Serem? Takut? Atau rahim mendadak anget gara-gara nemu tipe-tipe yang kaya gitu secara langsung?

Ade sih ngeri banget. Ada dulu cowo di sekolah ya, kakel gitu. Rumornya bandel gitu persis novel-novel. Ganteng sih lumayan ya, seenggaknya enak di pandang, tapi ya gitu serem liat matanya.

Ade kalo baca novel ada tipe-tipe cowo gitu pengen sok berani gitu. Eh tapi nyatanya kaga bisa cuuy...baru di tatap aja ade udah ngibrit.

Kalo so-soan yang ada ade pulang tinggal nama kali ya. Hmmbbrrr

Enjoy

Sudah lebih dari satu minggu yang lalu sejak malam pertama mereka yang tertunda.

Semenjak malam itu Reyhan selalu memperlakukan Ara dengan manis dan lembut.

Pagi hari saat ia bangun Reyhan membopongnya ke kamar mandi karena ia tidak bisa berjalan, selangkanganya masih terasa perih. Bahkan pria itu juga sudah menyiapkan sarapan untuknya, menyuapinya dan juga membantunya berjalan. Benar-benar manis sekali.

Setiap harinya juga Reyhan memberikanya sebuket bunga. Pokonya dia berubah menjadi romantis. Saat Reyhan 'ingin' ia selalu meminta ijin terlebih dulu. Yang tentu saja dengan malu-malu Ara mengiyakanya.

Saat mengingat malam-malam panas mereka ia merasa malu sendiri. Ia merasa geli sendiri dengan tingkahnya yang bisa seganas itu. Kalian harus tau Ara terkadang mencakar tubuh Reyhan sampai menimbulkan bekas kemerahan dan goresan, untung saja pria itu tidak marah bahkan tersenyum senang. Reyhan hanya berpikir itu adalah tanda kenikmatan dari Ara.

Ara sendiri tidak habis pikir kenapa ia bisa sebringas itu.

"Kalian tidak ada niat untuk membuatkan cucu untuk mommy apa!" Ara menoleh ke arah Thalia yang sedang berbaring di brangka. Sedikit kaget dengan pertanyaan yang ditanyakanya oleh mommynya itu.

"Kalian sudah melakukanya kan" ujarnya lagi membuat Ara salah tingkah. Ia berdehem pelan menggulir matanya kesembarang arah.

"Jadi benar kalian sudah melakukanya. Mommy tadi hanya menebak loh" melihat senyum menggoda Thalia Ara semakin salah tingkah. Pipinya semerah tomat.

"Mommy" rengeknya. Ia malu kalau harus membicarakan hal ini.

Thalia tertawa melihat tingkah menggemaskan menantunya ini.

"Hahaha...kenapa harus malu, gak papa kok. Kalian memang harus melakukanya agar mommy cepat-cepat memiliki cucu"
"Sekarang mommy tau kenapa Reyhan lebih ceria, banyak tersenyum juga wajahnya yang berseri-seri. Mommy senang melihatnya seperti sekarang. Terimakasih sudah membuat dia bahagia sayang" mata Ara berkaca-kaca. Ia menggenggam tangan keriput wanita yang sudah ia anggap ibunya itu.

"Mommy bicara apa sih, ini sudah keseharusanku untuk membuatnya bahagia. Jadi mommy tidak perlu berterimakasih seperti ini" tersenyum tipis Thalia mengangguk dengan lemah. Tubuh rentanya entah sampai kapan akan bertahan melawan penyakit ini. Yang menjadi keinginan terakhirnya adalah melihat cucunya nanti. Tapi apakah sanggup.

"Iya. Mommy akan pergi dengan tenang setelah ini" kalimat itu mengalir begitu saja membuat hati Ara mencelos.

"Mommy ini berkata apa sih, mommy pasti sembuh. Jangan berpikir yang tidak-tidak" ia menggeleng keras, air matanya sudah mengalir deras. Sedih mengetahui ia akan kehilangan orang yang berarti untuknya. Kematian memang mutlak, tapi apa harus sekarang? Ara belum siap untuk kehilangan lagi. Ia belum memberikan apa pun untuk wanita itu.

Melihat Ara yang menangis sesegukan Thalia menjadi tidak tega. Di hapusnya air mata itu, ia juga tersenyum menenangkan.

"Sudahlah jangan menangis. Mommy hanya berkata saja. Hmm di mana Reyhan ia bilang akan membawa makan siang mommy" ujar Thalia mengalihkan perhatian.

Di setiap lantai rumah sakit memang di sediakan pantri kecil. Di sana di sediakan peralatan makan sederhana dan juga kompor untuk menghangatkan makanan. Walau pun di lantai dasar ada kantin tapi tidak jarang para perawat dan keluarga pasien menggunakan pantri.

Menghapus air matanya kasar, ia merasa heran juga karena Reyhan begitu lama, padahalkan hanya meminjam alat makan saja.

"Hmm benar juga. Aku menyusul dia dulu kalau begitu mom" setelah mendapat persetujuan Ara bangkit dari duduknya. Menyusuri setiap koridor menuju pantri di sudut sana. Banyak perawat dengan peralatan-peralatanya serta keluarga pasien juga yang hilir mudik di sana.

"Sudahlah lakukan saja"
(Anggap pakai bahasa asing)

Mendengar suara yang begitu familiar di telinganya ketika akan membuka pintu pantri membuat Ara mengernyit. Penasaran dengan siapa Reyhan berbicara ia membuka sedikit celah pintunya. Terlihat di sana pria itu berdiri dengan seorang perawat pria yang mungkin lebih muda darinya.

"Baiklah tuan" perawat itu mengangguk.

"Ambil obatnya nanti dan tukar dengan vitamin" ujar Reyhan lagi. Ara mengernyit tidak paham apa yang sedang mereka bicarakan.

"Hmm ngomong-ngomong tuan, untuk apa anda memberinya obat itu? Obat itu dapat menyebabkan kangker dan berbahaya sekali untuk pemakai"

"Itu adalah tujuanku membuatnya terkena kangker. Kau tidak perlu ikut campur. Lakukan saja perintahku dan aku akan membayar sisa uangnya. Dan ingat jangan katakan pada siapapun"

"Ba-baik tuan" perawat itu menunduk takut dengan ancaman pria yang tidak ia kenal di depanya. Ia hanya berdoa untuk orang yang memakai obat itu agar selamat dan sehat setelahnya. Kasihan sekali harus menjadi tumbal pria kejam ini.

Ketika perawat pria itu keluar dari pantri Ara buru-buru menyembunyikan diri.

Lagi karena rasa ingin tau ia mengikuti kemana perawat itu pergi. Ia penasaran dengan perkataan mereka tadi.

Dengan mengendap-endap dan perlahan Ara mengikuti setiap langkah pria muda di depanya.

Tunggu. Ara perlu memeroses apa yang di lihatnya kini. Perawat itu mendorong troli makanan memasuki kamar Thalia.

Ara cepat-cepat ke sana, mengintip dari cela-cela pintu kaca.

"Ambil obatnya nanti dan tukar dengan vitamin"

Perkataan Reyhan tadi terngiang-ngiang di benaknya. Yang Ara simpulkan adalah kalau si perawat itu mengambil salah satu obatnya berarti ini ada sangkut pautnya dengan sang mommy. Ada sangkut pautnya dengan penyakit wanita itu.

Lagi perkataan mereka tadi membuatnya tertegun. Apa lagi kenyataan kalau si perawat pria itu benar-benar menukar salah satu obat dari obat-obat yang selama ini di konsumsi Thalia.

"Hmm ngomong-ngomong tuan, untuk apa anda memberinya obat itu? Obat itu dapat menyebabkan kangker dan berbahaya sekali untuk pemakai"

"Itu adalah tujuanku membuatnya terkena kangker"

Semua kata-kata itu terngiang-ngiang di otaknya. Terus berputar-putar membuatnya pening.

Apa benar, apa benar kalau Reyhan penyebab penyakit Thalia? Tapi kenapa?

Tapi tidak. Ara menggeleng keras. Reyhan tidak mungkin tega menyakiti orang yang begitu penting di hidupnya, apa lagi ini ibunya, orang yang melahirkanya yang selalu mendukungnya.

Melihat perawat itu akan keluar Ara cepat-cepat duduk di kursi tunggu dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Ketika pemuda itu melewatinya dengan tersenyum kecil Ara tidak sengaja melihat nama dari obat yang di ambil pemuda itu tadi.

Ia menulisnya cepat-cepat di note di hanponenya, takut lupa nama obat itu yang cukup sulit di ucapkan. Ara bertekat untuk mencari tau. Ia ingin mengetahui kebenaranya. Walau pun ia menolak keras apa yang ia pikirkan tentang Reyhan tapi jujur saja hatinya tidaklah tenang.

Ara merasa frustasi sendiri.

Tuhan semoga saja semuanya tidaklah benar.

_____________

Tbc

Siap-siap menuju konflik

My Crazy 'BoyFriend'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang