75

2.6K 169 36
                                    

Bosan. Batinya merengek.

Tidak ada teman, tanganya di rantai, tidak ada buku, tv, tidak ada hiburan.

Hah, Ara menghela napas jenuh. Ia menelungkupkan kepalanya di antara lipatan tangan yang memeluk lututnya dengan malas.

Ia ingin keluar. Bebas tanpa kekangan. Serindu itu dirinya pada udara bebas.

Matanya melihat jari-jari kakinya yang bergerak dengan lesu. Entah apa yang harus ia lakukan sekarang.

Rencananya gagal. Penjagaan semakin di perketat. Bahkan siapa pun tidak boleh memasuki kamarnya termasuk Thalia. Tentu saja terkecuali Reyhan juga seorang maid yang mengantarkan makanan juga membersihkan kamarnya setiap sore. Itu pun masih di pantau oleh dua orang bodyguard di ambang pintu kamarnya.

Kapan ia akan keluar dari sini. Kapan ia akan bebas. Kapan ia akan terlepas dari semua beban hidup ini.

Semua pertanyaan itu bahkan ia tidak tau jawabanya.

Ceklek

Pintu kamarnya terbuka tapi ia sama sekali tidak menggubrisnya. Ia pikir itu mungkin Reyhan atau maid yang mengantarkan makan malam.

"Ara sayang" bisikan itu mengejutkan. Bukan suara Reyhan yang terdengar tapi suara lembut khas sang mommy.

Ara menoleh dan semakin terkejut melihat Thalia yang benar-benar ada di depanya.

"Mommy" girangnya senang. Ia memeluk pinggang Thalia begitu erat. Rindu yang begitu dalam di dadanya membuat ia sesak. Ia ingin mengadu, mengeluh pada Thalia. Matanya tak terasa sudah berkaca-kaca.

"Ssttt kamu jangan berisik takut yang lain denger" Ara mendongak menatap Thalia bingung.

"Kita keluar dari sini, ayo"

"Tapi di luar ada penjaganya mommy. Kunci rantainya juga cuman Reyhan yang pegang"

Ceklek

Rantai itu di buka Thalia dengan mudah.

"Loh?!"

"Mommy punya duplikatnya. Ayo kita pergi"

"Tapi mommy ada penjaga"

"Tenang aja penjaganya sudah mommy bius dengan obat tidur. Jadi ayo jangan berlama-lama mommy takut Reyhan pulang" Ara mengangguk lalu mengikuti Thalia sembari menggandeng tanganya dari belakang.

Keduanya mengendap-ngendap bak maling. Walau pun semua penjaga juga maid sudah di bius bukan tidak mungkin ada yang terlewat.

Ara bisa melihat kelima bodyguard yang menjaga di depan kamarnya sudah tergeletak dengan segelas-entahlah apa itu di samping tubuh mereka. Ia bisa menebak jika Thalia memasukan obat tidur pada minuman mereka.

Ara sedikit jengkel sih melihat begitu banyak bodyguard yang menjaga di depan kamarnya. Berlebihan sekali.

Karena terlalu fokus pada kekesalanya Ara sampai menyenggol sebuah pot bunga. Mereka berdua terkejut sekaligus cemas, tapi untunglah vas bunganya tidak sampai pecah. Keduanya menghela nafas legas. Ketegangan ini menyesakan.

"Hati-hati" Ara mengangguk.

Mereka kembali melanjutkan langkah dengan hati-hati.

Menuruni tangga dengan perlahan sembari menengok kiri kanan.

Langkah mereka semakin cepat. Cemas takut ada yang memergoki keduanya. Dadanya berdegup kencang antara tegang juga lelah berlari.

Thalia ternyata membawanya melewati jalan belakang. Cukup gelap karena lampu hanya ada di beberapa titik tertentu. Apa lagi di ujung sana adalah hutan. Tubuh Ara mengigil. Takut akan kegelapan, cemas akan nasibnya tapi keinginan untuk kabur begitu kuat.

My Crazy 'BoyFriend'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang