Reyhan mendecih melihat wanita itu merangkak memeluk kakinya sembari memohon-mohon.
Bajunya lusuh dengan keringat. Rambutnya berantakan tidak terurus. Belum lagi wajahnya yang memerah sembab karena air mata. Tubuhnya juga penuh lebam dan goresan di mana-mana.
Menyedihkan. Batinya merendahkan.
"Aku mohon Rey lepaskan aku. Aku...aku janji tidak akan menampakan wajahku lagi. Aku akan pergi jauh dan tidak akan mengusik kehidupanmu. Aku akan melakukan semua yang kamu perintahkan. Tapi...tapi tolong lepaskan aku"
"Sudah terlambat" desisnya rendah "sejak awal aku sudah memperingatkanmu jadi nikmati apa yang telah kamu tanam"
Dengan kejam ia melepaskan tangan-tangan Sania yang memeluk kakinya erat. Ia menendang wanita itu sampai terjungkal.
"Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja setelah apa yang terjadi setelah kedatanganmu. Walau pun kau pergi semua tidak akan kembali seperti semula. ARA TETAP MEMBENCIKU. DAN KARENA KAU SEMUA INI TERJADI SIALAN!" amuknya marah.
Rambut Sania di cengkrang begitu kuatnya sampai ia merintih menahan nyeri. Tapi seolah tidak pernah puas Reyhan membenturkan kepalanya pada dinding sampai keningnya berdarah.
Sania bergetar takut. Melawan pun rasanya tidak sanggup. Tubuhnya lemas. Selain karena siksaan ini ia juga belum makan sejak kemarin siang sampai sekarang sudah hampir makan malam pun tidak ada yang memberinya makan. Seolah Reyhan sengaja membuatnya mati perlahan.
Kenpa pria itu begitu kejam padanya. Padahal di dalam rahimnya tumbuh kedua calon anaknya. Apa tidak ada sedikit pun rasa iba. Setidaknya kalau bukan untuknya kasihanilah anaknya yang kini dalam masa pertumbuhan.
Nyaris saja Reyhan kembali menyiksa wanita itu ketika handphone nya nyaring berbunyi dari saku celananya.
"Ada apa?" Ujarnya datar.
"Maaf tuan tapi nyonya Ara sejak pagi mogok makan. Saya sudah membujuknya tapi beliau tetap tidak mau"
Shit!
"Kenapa baru mengabarinya sekarang hah!" Desisnya tajam. Ia menyugar rambutnya kebelakang merasa begitu lelah dengan semua ini.
Terdengar nada bergetar dari seorang maid di sebrang sana.
"Maaf tuan saya kira saya bisa membujuk beliau"
"Aku akan pulang sekarang"
Tut
Reyhan menatap tajam Sania yang tengah meringkuk melindungi perutnya. Berdecih sinis. Ia lalu pergi begitu saja. Sebelum menutup pintu ia sempat mengatakan sederet kata yang membuat Sania merasakan ancaman yang begitu besar. Kematian bisa saja datang kapan saja padanya.
"Kau beruntung hari ini. Tapi tidak lain kali. Tunggu pembalasan yang lebih mengerikan dari pada ini"
Blam
Sania terisak di dalam gudang yang pengap ini. Merutuki hidupnya yang tidak pernah merasakan setitik kebahagiaan.
****
Mobil hitam mengkilap itu baru saja tiba. Seorang pria dengan penampilan casual turun dari balik kemudi dengan terburu-buru nyaris berlari.
"Bagaimana dia sudah mau makan?" Tanyanya pada salah satu maid yang bertugas menjaga Ara.
"Belum tuan" Reyhan berdecak kesal.
"Kerjamu apa? Untuk mengurusnya saja tidak bisa" sang maid tertunduk dalam. Merasa takut dengan suara beberapa oktap yang naik.
"Maaf tuan"
Reyhan tidak menghiraukan maid tersebut. Ia bgegas melangkah memasuki kamar sang istri.
"Siapkan makan malam yang baru" ujarnya pada sang maid yang langsung di patuhinya.
Di tatapnya sayu punggung Ara yang tengah meringkuk membelakanginya. Jujur saja bukan maksudnya menyakiti wanita itu ia hanya ingin Ara tetap bertahan di sisinya. Itu saja.
"Sayang" panggilnya lirih. Tapi tidak ada sahutan dari sang wanita. Reyhan mendekat dan melihat mata istrinya yang tertutup. Mungkin tidur. Pikirnya. Ia menyelimuti Ara sampai bahu.
Ranjang samping Ara bergerak pertanda seseorang duduk di sana tapi sedikit pun wanita itu tidak bergerak dan terusik.
Tangan besarnya mengelus pelan kepala Ara. Menatap sedih wanita yang ia cintai itu.
"Maaf mengurungmu seperti ini" walau pun tidak ada respon Reyhan terus meracau tidak jelas.
"Bukan maksudnya menyakitimu, tapi hati aku gak sanggup kalau kamu pergi dari sisiku" helaan nafas terdengar kasar "dan...maaf juga soal semalam, aku berprilaku kasar. Aku...aku benar-benar kacau. Aku mohon mengertilah dan jangan tinggalkan aku"
Cup
Setelah mendaratkan kecupan di kening istrinya pria itu keluar. Dan tidak lama setelahnya kelopak mata itu terbuka, menatap sayu kedepan.
Ia sebenarnya hanya pura-pura tidur tadi. Ia juga mendengar semua yang Reyhan ucapkan.
Ada perasaan sedih dan juga tidak tega. Ia berpikir apakah ia tidak keterlaluan. Tapi kalau mengingat apa yang pria itu lakukan padanya lebih keterlaluan siapa di sini. Tapi walau pun begitu nyatanya hatinya yang menang. Ia tidak tega mengacuhkan Reyhan dan membuat pria itu kalang kabut karena acara mogok makanya.
Ara menghela napas. Ia bangkit duduk di sisi ranjang dengan tubuh lemasnya. Tentu saja karena ia belum memasukan apa pun ke perutnya.
Selanjutnya kakinya pun melangkah ke arah pintu kamar dan mengetuknya pelan agar penjaga yang menjaga di luar kamarnya membuka pintu-karena tentu saja pintunya di kunci dari luar oleh Reyhan.
Setelah meminta makan malamnya Ara kembali duduk di tepi ranjang sambil menunggu. Mungkin ini yang bisa ia lakukan sekarang. Ia akan memikirkan lagi langkah apa yang ia ambil nanti.
****
Kini keduanya sedang berbaring di atas ranjang dengan saling memeluk. Tangan besar Reyhan mengusap rambut ungu mudanya dengan pelang. Sebelah tanganya yang lain di jadikan bantal untuk Ara.
Setelah meminta makan tadi-yang ternyata Reyhan yang membawakanya keduanya selonjoran di ranjang seperti sekarang ini.
Tentu bukan kemauan Ara, karena wanita itu masih merasa kecewa juga ingin menjaga jarak dari laki-laki itu.
"Rey" suara kecil Ara menjadi pembuka pembicaraan mereka.
"Apa apa?"
"Aku...aku rindu mommy. Apa boleh aku tinggal denganya lagi" Reyhan menunduk ingin melihat jelas wajah Ara yang mendekam di dadanya. Ada secercah harapan juga rasa senang. Baginya ini sebuah kemajuan. Ia berpikir kalau Ara ingin kembali merajut cinta dengan kembali tinggal bertiga.
"Tentu. Tentu saja boleh. Kamu ingin berangkat kapan?"
"Kalau boleh besok. Aku ingin tau kabar mommy"
"Tentu. Tentu saja" bibirnya mengembang tersenyum lembut.
"Kalau begitu tidurlah. Istirahat karena besok kita akan membutuhkan waktu lumayan lama di perjalanan" Ara menurut saja, walau pun ia membutuhkan waktu untuk terlelap karena merasa waswas di dekat Reyhan pada akhirnya kegelapan merenggut kewarasanya juga.
****
Tbc
Terpendek

KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy 'BoyFriend'
ChickLit⚠WARNING⚠ ADA BEBERAPA CAPTER MENGANDUNG KONTEN DEWASA 18+ 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA Gende:Chicklit Jangan pernah berharap pergi atau lari dariku. Atau aku tidak akan segan menghukumu, dengan hukuman yang lebih berat di setiap kau mencoba lar...