50

7.1K 96 5
                                        

Ade yakin cerita ini bakalan panjang banget. Entah 80-90 part baru tamat. Mungkin nanti ade bakal revisi terus hapus part2 yang gak penting...biar ringkas aja.

Karena kadang ade sendiri males baca novel yang partnya banyak...kecuali kalo bener-bener seru baru ade baca.

Kalian gitu juga gak sih.

Enjoy

Sudah lewat dari satu minggu setelah kejadian Malik yang memergoki Ara bercumbu dengan Reyhan, tapi selama itu Ara selalu murung. Kadang Reyhan melihatnya menangis sembari melihat nomer ponsel pria itu. Reyhan tidak tau Malik memblokir nomer Ara atau mengganti nomernya sendiri sebab ia sama sekali tidak dapat di hubungi.

Menurut Reyhan pria itu pengecut sekali. Hanya karena di tolak ia sampai merajuk dan menghilang seperti itu.

Ia tidak sadar diri. Dirinya sendiri juga seperti itu saat Ara berpacaran dengan Ata.

Oke, mengingat itu ia jadi kesal sendiri. Tertohok, tersinggung sekaligus mencibirnya yang kekanak-kanakan. Maklumlah dulu ia baru masuk kuliah. Baru lulus sma. Masih sering baper dan labil.

Ah sudahlah, tidak penting. Yang terpenting sekarang adalah mengembalikan mood Ara yang memburuk.

Dia ini bisa di bilang pria peka, walau pun istrinya itu selalu tersenyum dan ceria di depanya tapi ia tau terkadang wanita itu juga menangis diam-diam.

Harus ia akui, ada hati yang terbakar cemburu. Bayangkan sajalah sendiri kekasih kalian menangisi kepergian lelaki lain dengan tersedu-sedu selama beberapa hari tanpa henti, seolah lelaki itu sangat berharga.

Ia jadi goyah akan keyakinanya. Dulu Reyhan berpikir Ara tidak memiliki perasaan pada pria itu tapi melihatnya yang sampai sesedih ini ia jadi ragu.

"Mau sampai kapan kamu seperti ini?" Ara terperanjak dan segera mengusap air matanya saat tiba-tiba Reyhan datang dan duduk di sisinya.

Dari ambang pintu kamar sedari tadi Reyhan memang memperhatikan wanita itu yang sedang melamun dengan air mata yang menetes sesekali di ayunan yang berada di balkon kamarnya.

"Ah Rey sejak kapan kamu di sini?" Memutar matanya jengah. Ia merasa sakit hati tau tidak sih. Memangnya sepenting itu Malik di hidup Ara sampai harus terus di tangisi.

"Apa kamu mulai mencintainya?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Reyhan. Waktu itu ia begitu senang saat Ara lebih memilih bertahan bersamanya tapi kalau ujung-ujungnya seperti ini rasanya sama saja. Ada atau tidak adanya Malik hubunganya tetap terombang-ambing tidak jelas. Padahalkan ia baru saja mau memulainya, Ara sudah sepakat ingin menjalin hubungan yang benar-benar sebuah 'hubungan' dan juga memilih bertahan denganya.

"A-apa maksudmu?"

Menghela napas kasar, Reyhan menyandarkan punggungnya pada sandaran ayunan.
"Semenjak Malik pergi kamu selalu saja murung. Aku pikir mungkin kamu mulai mencintainya tanpa sadar"

"Aku memikirkanya bukan karena mencintai Malik tapi aku sudah menganggapnya sebagai kakak laki-laki idamanku, kamu tau sendiri aku ingin memiliki kakak laki-laki yang akan selalu menjagaku" tegas Ara dengan penuh keyakinan, kemudian kembali melanjutkan.
"Selebihnya aku merasa bersalah atas semua yang terjadi belakangan ini. Aku merasa menjadi wanita yang paling jahat di dunia" ujarnya dengan kalimat akhir yang melemah.

Reyhan mendekap istrinya itu, memberikan sandaran yang di butuhkan.

Memang terkadang seseorang bercerita bukan untuk meminta solusi tapi hanya butuh di dengar, butuh sandaran dan juga...sebuah pelukan hangat.

My Crazy 'BoyFriend'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang